IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH UNTUK PERBAIKAN MUTU PENDIDIKAN DALAM TELAAH
KURIKULUM NASIONAL
OLEH : DIRGANTARA WICAKSONO
Pendahuluan
Kemajuan suatu bangsa akan tercermin dari
kemajuan akan pendidikan nasionalnya. Pendidikan dituang dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kini telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana
berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan
dan peningkatan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Selain manfaat
bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa
manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan
dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan
kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara
terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan,
kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi. kualitas sumber daya
manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi
dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari
pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah
bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat
tersebut melalui berbagai usaha pembangunan
pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan
perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan,
pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum
cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator
kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan hasil
UN (ujian nasinal) pesertadidik untuk berbagai
bidang studi pada jenjang Sd, SMP dan SMA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan
konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang
relatif sangat kecil.
Secara eksplisit knowlage terdapat dua faktor yang dapat
menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau
tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih
bersifat input oriented.
Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input
pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku serta
materi ajar dan alat
belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga
kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah ) akan dapat menghasilkan
output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi
input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function, tidak berfungsi sepenuhnya
di sekolah, melainkan hanya
terjadi dalam institusi ekonomi dan industri. Kedua, pengelolaan pendidikan
selama ini lebih bersifat macro-oriented,
diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor
yang diproyeksikan di tingkat makro dalam tataran pusat tidak terjadi atau
tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro. Atau dengan singkat dapat
dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali
tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Asumsi tersebut memberikan
pemahaman bahwa pembangunan pendidikan nasional bukan hanya terfokus pada
penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor
proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas
tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu
pendidikan. Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan
formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan
layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan
lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya
untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. hal ini akan dapat
dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan
untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan
dan kebutuhan peserta didiknya.
Secara impllisit knowlage agar mutu tetap terjaga dan
agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang
diatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi
keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya
pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa
mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan
pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based
Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan
(developmental) disebut School Based
Quality Improvement. Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan
pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan
kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat
secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan
melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu
menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami
kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya)
melalui analisi SWOT untuk kemudian melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya
ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program - program prioritas yang harus
dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi
dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun
berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mendiri tetapi masih dalam kerangka
acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai,
memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya
sesuai dengan kebutuhan belajar pesertadidik dan masyarakat.
Hakikat Peningkatan Mutu
Pendidikan Berbasis Sekolah.
Pendidikan bermutu berkolerasi
dalam dunia usaha untuk
memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu
terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi
tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di
dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin
dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework)
dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian
kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada
proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus
menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar
lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai
pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
Pola ini berbeda dengan konsep
mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama,
birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan
pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh
kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya
melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan
kebutuhan belajar pesertadidik, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Di
perlukan pemikiran Out of the Box dengan
pengalaman menunjukkan bahwa
sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi
kebutuhan sekolah dengan regulasi /kebijakan yang harus
dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian
kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir
dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam
pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya
pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin
tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang
kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang
merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif dalam
pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas
sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan
proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter
dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah
yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin
dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan
yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya
termasuk pesertadidik) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah
yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang
terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan
pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya
komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan
konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan
masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan
keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah
ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut
adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala
sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat
(stakeholder) dalam memandang, memahami,
membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi
dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan
sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan
kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang bermutu.
Dalam pengimplementasian
konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan
dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah
di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah.
Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat
keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan
kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah
harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai
kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus
terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan
prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan
penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal
yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i)
perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan
peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa
sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan
pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan pesertadidik yang memiliki
ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki
kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk
terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi
dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya pesertadidik.
Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia
yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya
tersebut untuk hal - hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya.
Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas
pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang
bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.
Hakekat
Mutu Pendidikan Dalam Kurikulum Nasional
Dalam rangka perbaikan mutu pendidikan, kini pemerintah sedang merancang kurikulum baru dengan mengembangkan konsep lama dari kurikulum 2013 ke arah kurikulum baru yakni Kurikulum nasional. secara pendangan umum mutu
pendidikan nasional mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil
kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun yang intangible dalam aspek pedagogic sekala nasional.
Dalam konteks pendidikan
pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil
pendidikan. Dalam "proses
pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar dalam
Taxonomi bloom terdapat ranah (kognitif, afektif, atau
psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah,
dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta
penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi
mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam
interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, pesertadidik dan sarana
pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik konteks kurikuler
maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang
non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam
konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh
sekolah pada setiap kurun waktu tertentu.
Dalam proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling
berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu
dalam artian hasil (ouput)
harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau
kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada
mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah
dalam school based quality improvement
bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk mengetahui
hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ' terutama yang menyangkut aspek
kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan
standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil
pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking)
maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah
sebagai evaluasi diri dan
dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun
berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu
yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.
Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah secara
Nasional
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah secara
cakupan nasional ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara
lain sebagai berikut ;
a.
Sumber daya, sekolah harus mempunyai
fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan
setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan
harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan
mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk
proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis
dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
b.
Pertanggung-jawaban
(accountability) sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun
pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar
keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban
(accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat
dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi
mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan
laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang
tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif
terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
c.
Kurikulum, berdasarkan kurikulum
standar yang telah ditentukan secara nasional, yang
saat ini mengacu kepada KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) sekolah bertanggung jawab
untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses
penyampaiannya dilengkapai dengan pola pendidikan karakter. Dalam
pengembangan kurikulum KTSP setiap kontenya terdapat penjelasan bahwa materi
tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap pesertadidik, sekolah harus
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan
lapisan otak serta menciptakan tantangan agar pesertadidik tumbuh dan
berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil,
memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu, pengembangan kurikulum
tersebut harus memenuhi kebutuhan pesertadidik. bagaimana mengembangkan
keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada pesertadidik
sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya
yang ada. Serta pengembangan berbagai
pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Progres pencapain kurikulum, pesertadidik harus dinilai
melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup
berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi
lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang
tua mengenai anak mereka dalam hal ini pesertadidik dan kepada sekolah yang
bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan
dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
Dalam tinjauan kurikulum sampai saat ini telah ada draf baru mengenai perubahan
kurikulum pada tahun 2013.
d. Personil sekolah, sekolah bertanggung jawab
dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang
diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah diperllukan
pembinaan profesional dalam
rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan
keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan
lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu
birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen
pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesional harus menunjang
peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada
sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon
kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan
yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di
institusi yang dianggap tepat.
Terdapat Konsekwensi logis dari kondisi ideal yang telah direncanakan, sekolah diperkenankan
untuk:
- mengembangkan
perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat
oleh pemerintah.
- Memonitor dan
mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah
tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
- Menyajikan laporan
terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai
konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).
Dalam Uraian di atas memberikan
wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas
pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola
yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, didalam masyarakat yang
komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada
perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap
pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan
pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan
masyarakat tersebut. Kondisi ini telah membawa
kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang sekolah yang dikelola secara
efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan mampu merespon
aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan.
Pada hakekatnya Institusi pusat memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi
dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan
secara keseluruhan, harapan dan standar bagi pesertadidik untuk belajar dan
menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau standar
minimal. Konsep ini menempatkan pemerintah dan otoritas pendiidikan lainnya
memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan
pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama sekolah dan masyarakat untuk
bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah
dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan sebuah proses pengelolaan
pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.
Konsep manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah berkolerasi dengan desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan)
pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan
makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro,
prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring
dan pengendalian mutu. Konsep ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada
tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk merancang
mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus
menerus mnyempurnakan dirinya. Semua upaya dalam pengimplementasian manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah ini harus berakhir kepada peningkatan mutu peserta
didik. Sementara itu pendanaan
walaupun dianggap penting dalam perspektif proses perencanaan dimana tujuan
ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan
prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan
kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan
akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan pesertadidik untuk
belajar terpenuhi. Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan
sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya dialokasikan dan didistribusikan
kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan kepada sekolah sesuai dengan
perencanaan dan prioritas yang telah ditentukan oleh sekolah tersebut dan
dengan dukungan masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada
hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang
boleh/tidak boleh dilakukan.
Secara singkat dapat
ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh
karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu (center for
excellence) dan ini mendorong masing-masing sekolah agar dapat menentukan visi
dan misi nya utnuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan pesertadidiknya.
Strategi pelaksanan di tingkat sekolah dalam sekala nasional
Seperti yang saat ini telah terimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah
ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, pesertadidik,
guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap
pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
- Penyusunan basis data
dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis
menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (pesertadidik, guru,
staf), dan keuangan.
- Melakukan evaluasi
diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai
sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan
mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai pesertadidik
berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek
lainnya.
- Berdasarkan analisis
tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan
merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang
berkualitas bagi pesertadidiknya sesuai dengan konsep pembangunan
pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan
sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan
tujuan adalah bagaimana pesertadidik belajar, penyediaan sumber daya dan
pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu
tersebut.
- Berangkat dari visi,
misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan
masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka
pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah
program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional
yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi
perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan
program sekolah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang
akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu
pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam prosentase tertentu,
perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb). Program
sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah, orang tua dan masyarakat
ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan sekolah
lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini
adalah mutu pesertadidik, maka program yang disusun harus mendukung
pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah
ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan
siapa yang akan menyampaikannya.
Dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kondisi
alamiah total sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksankan
program. Oleh karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya
dimungkinkan bahwa program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam
memenuhi kebutuhan pesertadidik untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah
untuk menentukan skala prioritas dalam melaksanakan program tersebut.
Seringkali prioritas ini dikaitkan dengan pengadaan preralatan bukan kepada
output pembelajaran. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen
tersebut sekolah harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada
program-program pembelajaran bagi pesertadidik. Sementara persetujuan dari
proses pendanaan harus bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan
melainkan harus merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus
jelas terkait dengan program yang mendukung pencapaian target mutu. Hal ini
memungkinkan terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah program dan
pendanaan disetujui atau ditetapkan.
- Prioritas seringkali
tidak dapat dicapai dalam rangka waktu satu tahun program sekolah, oleh
karena itu sekolah harus membuat strategi
perencanaan dan pengembangan jangka panjang melalui identifikasi
kunci kebijakan dan prioritas. Perencanaan jangka panjang ini dapat
dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang harus memenuhi
tujuan esensial, yaitu : (i) mampu mengidentifikasi perubahan pokok di
sekolah sebagai hasil dari kontribusi berbagai program sekolah dalam
periode satu tahun, dan (ii) keberadaan dan kondisi natural dari strategi
perencanaan tersebut harus menyakinkan guru dan staf lain yang
berkepentingan (yang seringkali merasakan tertekan karena perubahan
tersebut dirasakan harus melaksanakan total dan segera) bahwa walaupun
perubahan besar diperlukan dan direncanakan sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran pesertadidik, tetapi mereka disediakan waktu yang
representatif untuk melaksanakannya, sementara urutan dan logika
pengembangan telah juga disesuaikan. Aspek penting dari strategi
perencanaan ini adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode
tertentu dan perubahan mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di
dalam kerangka acuan perencanaan dan waktunya.
- Melakukan monitoring
dan evaluasi untuk menyakinkan apakah program yang telah direncanakan
dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan
sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu pesertadidik,
maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk
mengetahui proses dan hasil belajar pesertadidik. Secara keseluruhan
tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk meneliti
efektifitas dan efisiensi dari program sekolah dan kebijakan yang terkait
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali evaluasi tidak selalu
bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya selain hasil
evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan untuk
pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program
di masa mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga
merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Penutup
Fenomena perbedaan lingkungan sekolah dan bervariasinya kebutuhan pesertadidik di dalam proses
pembelajaran ditambah lagi dengan kondisi geografi Indonesia yang sangat
kompleks, seringkali tidak dapat diapresiasikan secara lengkap oleh birokrasi
pusat. Oleh karena itu di dalam proses peningkatan mutu pendidikan perlu dicari
alternatif pengelolaan sekolah. Hal ini mendorong lahirnya konsep manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah. Manajemen alternatif ini memberikan
kemandirian kepada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan, tetapi masih tetap mengacu kepada kebijakan
nasional. Konsekwensi dari pelaksanaan program ini adanya komitmen yang tinggi
dari berbagai pihak yaitu orang tua/masyarakat, guru, kepala sekolah, pesertadidik
dan staf lainnya di satu sisi dan pemerintah (Depdikbud) di sisi lainnya
sebagai partner dalam mencapai tujuan peningkatan mutu. Dalam rangka pelaksanaan
konsep manajemen ini, strategi yang dapat dilaksanakan oleh sekolah antara lain
meliputi evaluasi diri untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan sekolah.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sekolah bersama-sama orang tua dan
masyarakat menentukan visi dan misi sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan
atau merumuskan mutu yang diharapkan dan dilanjutkan dengan penyusunan rencana
program sekolah termasuk pembiayaannya, dengan mengacu kepada skala prioritas
dan kebijakan nasional sesuai dengan kondisi sekolah dan sumber daya yang
tersedia. Dalam penyusunan program, sekolah harus menetapkan indikator atau
target mutu yang akan dicapai. Kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah
melakukan monitoring dan evaluasi program yang telah direncanakan sesuai dengan
pendanaannya untuk melihat ketercapaian visi, misi dan tujuan yang telah
ditetapkan sesuai dengan kebijakan nasional dan target mutu yang dicapai serta
melaporkan hasilnya kepada masyarakat dan pemerintah. Hasil evaluasi (proses
dan output) ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai masukan untuk
perencanaan/penyusunan program sekolah di masa mendatang (tahun berikutnya).
Demikian terus menerus sebagai proses yang berkelanjutan.
Untuk pengenalan dan
menyamakan persepsi sekaligus untuk memperoleh masukan dalam rangka perbaikan
konsep dan pelaksanaan manajemen ini, maka sosialisasi harus terus dilakukan.
Kegiatan-kegiatan yang bersifat pilot/uji coba harus segera dilakukan untuk
mengetahui kendala-kendala yang mungkin muncul di dalam pelaksanaannya untuk
dicari solusinya dalam rangka mengantisipasi kemungkinan-kemungkian kendala
yang muncul di masa mendatang. Harapannya dengan konsep ini, maka peningkatan
mutu pendidikan akan dapat diraih oleh kita sebagai pelaksanaan dari proses
pengembangan sumber daya manusia menghadapi persaingan global yang semakin
ketat dan ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara
cepat dan holistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar