Senin, 08 Juni 2015

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DALAM KURIKULUM NASIONAL

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
oleh :
Bombom DW

Pendahuluan
            Belajar adalah suatu proses yang pasti dirasakan dan dialami oleh setiap orang. Dengan beragamnya latar belakaaang, keeeragaman individu, kecenderungan manusia, maka lahirlah beberapa teori belajar.
          Salah satunya adalah teori belajar behavioristik. Dalam tulisan singkat ini, akan dibahas tentang definisi, prinsip-prinsip, tokoh-tokohnya dan analisis tentang teori behavioristik serta aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran.
A.   Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon penting untuk diperhatikan karena dapat diamati dan dapat diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
1.   Reinforcement dan Punishment
Reinforcement dalam dunia pendidikan anak diartikan sebagai penghargaan yang diharapkan bisa meningkatkan sikap dan perkembangan positif pada anak didik. Biasanya reinforcement berupa hadiah dan pujian.
Punishment atau hukuman bukan hal yang baru lagi dalam dunia pendidikan. hukuman sudah terlalu mengakar tunggang dalam benak para pendidik dari jaman pendidikan yang penuh kekerasan hingga sekarang yang meskipun sudah di sana sini digembar gemborkan penghapusan kekerasan pada siswa tetap saja hukuman yang tidak membangun baik berupa kekerasan dan lainnya diterapkan dalam proses pembelajaran dan pendidikan.
2   Primary and Secondary Reinforcement
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik.

a.1 Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
a.2 Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
a.3 Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).


a.4 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
a.5 Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
B.   Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3) Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

C.    Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng, 2006).
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006)

Komparasi Pembelajaran Behavioristik dengan Konstruktivistik

 width=Dalam satu kesempatan perkuliahan, Prof. Nyoman S. Degeng dari Universitas Negeri Malang menyajikan materi tentang Pergeseran Paradigma Pendidikan dari Behavioristik ke Kontruktivistik, yang tampaknya dalam praktik pendidikan di Indonesia saat ini masih berada di persimpangan jalan.
Meski demikian, suka atau tidak suka kita harus mengucapkan “Selamat  Tinggal” kepada Behaviorisme yang telah  terbukti saat ini tidak lagi bisa diandalkan untuk menghadapi tantangan jaman yang serba kompleks”.  Kini waktunya untuk menyambut dan mengucapkan “Selamat Datang” kepada Konstruktivisme yang tampaknya dapat memberikan harapan baru bagi peningkatan mutu pendidikan nasionalMenurut pemikiran beliau terdapat 5 proposisi utama dari pandangan kontruktivisme beserta implikasinya terhadap praktik pembelajaran, yaitu:
Proposisi 1: Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru.
  • Dorong munculnya diskusi pengetahuan yang dipelajari
  • Dorong munculnya berpikir divergent, bukan hanya satu jawaban benar
  • Dorong munculnya berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas
  • Tekankan pada keterampilan berpikir kritis
  • Gunakan informasi pada situasi baru
Proposisi 2: Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar
  • Sediakan pilihan tugas
  • Sediakan pilihan cara memperlihatkan keberhasilan
  • Sediakan waktu yang cukup memikirkan dan mengerjakan tugas
  • Jangan terlalu banyak menggunakan tes yang telah ditetapkan waktunya
  • Sediakan kesempatan berpikir ulang
  • Libatkan pengalaman konkrit
Proposisi 3: Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil belajarnya
  • Berikan kesempatan untuk menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok dengan dirinya
  • Berdayakan melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya, cara belajar, atau lainnya
Proposisi 4: Motivasi dan usaha mempengaruhi belajar dan unjuk-kerja
  • Motivasilah dengan tugas-tugas riil dalam kehidupan sehari-hari dan kaitkan tugas dengan pengalaman pribadi
  • Dorong untuk memahami kaitan antara usaha dan hasil
Proposisi 5: Belajar pada hakekatnya memiliki aspek sosial. Kerja kelompok sangat berharga
  • Beri kesempatan untuk melakukan kerja kelompok
  • Dorong untuk memainkan peran yang bervariasi
  • Perhitungkan proses dan hasil kerja kelompok
Berikut ini dikemukakan pula hasil analisis beliau  tentang  kedua  aliran filsafat pendidikan tersebut.

Komparasi Pembelajaran Behaviorisme dengan Konstruktivisme
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Pandangan Tentang Pengetahuan, Belajar dan Pembelajaran
Pengetahuan: objektif, pasti, tetap
Pengetahuan : non- objektif, temporer, selalu berubah
Belajar: perolehan pengetahuan
Belajar: pemaknaan pengetahuan
Mengajar: memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar
Mengajar: menggali makna
Mind berfungsi sebagai alat penjiplak struktur pengetahuan
Mind berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik
Si pembelajar diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap pengetahuan yang dipelajari
Si pembelajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari
Segala sesuatu yang ada di alam telah terstruktur, teratur, rapi.
Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi
Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu.
Kitalah yang memberi makna terhadap realitas
Masalah Belajar dan Pembelajaran
Keteraturan
Ketidakteraturan
Si pembelajar dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas yang ditetapkan lebih dulu secara ketat
Si pembelajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas
Pembiasaan (disiplin) sangat esensial
Kebebasan merupakan unsur yang sangat esensial
Kegagalan atau ketidak-mampuan dalam menambah pengetahuan dikategorikan sebagai KESALAHAN, HARUS DIHUKUM
Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi HADIAH
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu DIHARGAI
Ketaatan kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan
Kontrol belajar dipegang oleh sistem di luar diri si Pembelajar
Kontrol belajar dipegang oleh si Pembelajar
Tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan
Seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu mengungkapkan kembali apa yang telah dipelajari
Tujuan pembelajaran me-nekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas kreatif-produktif dalam konteks nyata
Masalah Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran
Keterampilan terisolasi
Penggunaan pengetahuan secara bermakna
Mengikuti urutan kurikulum ketat
Mengikuti pandangan si Pembelajar
Aktivitas belajar mengikuti buku teks
Aktivitas belajar dalam konteks nyata
Menekankan pada hasil
Menekankan pada proses
Masalah Belajar dan Pembelajaran: Evaluasi
Respon pasif
Penyusunan makna secara aktif
Menuntut satu jawaban benar
Menuntut pemecahan ganda
Evaluasi merupakan bagian terpisah dari belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar
Penutup
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon penting untuk diperhatikan karena dapat diamati dan dapat diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

1 komentar:

  1. terima kasih artikelnya sangat membantu. btw isinya sama persis dengan isi modul pedagogik PPG daljab 2019

    BalasHapus