TEORI
BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
oleh :
Bombom DW
Pendahuluan
Belajar adalah suatu proses yang pasti dirasakan
dan dialami oleh setiap orang. Dengan beragamnya latar belakaaang, keeeragaman
individu, kecenderungan manusia, maka lahirlah beberapa teori belajar.
Salah satunya adalah teori belajar
behavioristik. Dalam tulisan singkat ini, akan dibahas tentang definisi, prinsip-prinsip,
tokoh-tokohnya dan analisis tentang teori behavioristik serta aplikasinya dalam
kegiatan pembelajaran.
A.
Pengertian
Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon penting untuk diperhatikan karena dapat diamati dan dapat
diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan
(positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin
kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik,
meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary
Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5)
Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage,
Berliner, 1984).
1.
Reinforcement dan Punishment
Reinforcement dalam dunia pendidikan anak
diartikan sebagai penghargaan yang diharapkan bisa meningkatkan sikap dan
perkembangan positif pada anak didik. Biasanya reinforcement berupa hadiah dan
pujian.
Punishment atau hukuman bukan hal yang baru
lagi dalam dunia pendidikan. hukuman sudah terlalu mengakar tunggang dalam
benak para pendidik dari jaman pendidikan yang penuh kekerasan hingga sekarang
yang meskipun sudah di sana sini digembar gemborkan penghapusan kekerasan pada
siswa tetap saja hukuman yang tidak membangun baik berupa kekerasan dan lainnya
diterapkan dalam proses pembelajaran dan pendidikan.
2 Primary and
Secondary Reinforcement
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah
Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas
karya-karya para tokoh aliran behavioristik.
a.1 Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud
konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat
diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi
tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat
diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin,
2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
a.2 Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat
diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.
a.3 Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara
stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori
evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan
biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud
macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga
dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
a.4 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum
kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada
waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon
lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang
baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat
mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa
yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas
yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
a.5 Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar
lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya,
yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku
(Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara
benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin
timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan
perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
B. Analisis
Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai
suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih
menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali
tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel
atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan
adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman
penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak
yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata
perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat
berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya
stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya
pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati
tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa
untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan
teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu
membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta
didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang
berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak
sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori
behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan
pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut
Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada
beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3) Hukuman
yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si
terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan
yang diperbuatnya.
Skinner
lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif
tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang
sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar
respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum
karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan,
maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa
(sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan
pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah
yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan
positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.
Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah
mengurangi agar memperkuat respons.
C. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan
Pembelajaran
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah
seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai
hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara
ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat
penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai
praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada
penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok
bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai
Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai
dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian
halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh
para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada
hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat
unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori
behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng, 2006).
Tujuan pembelajaran
menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan
belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006)
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006)
Komparasi Pembelajaran Behavioristik dengan Konstruktivistik
|
Komparasi Pembelajaran Behaviorisme dengan
Konstruktivisme
BEHAVIORISTIK
|
KONSTRUKTIVISTIK
|
Pandangan
Tentang Pengetahuan, Belajar dan Pembelajaran
|
|
Pengetahuan:
objektif, pasti, tetap
|
Pengetahuan
: non- objektif, temporer, selalu berubah
|
Belajar:
perolehan pengetahuan
|
Belajar:
pemaknaan pengetahuan
|
Mengajar:
memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar
|
Mengajar:
menggali makna
|
Mind
berfungsi sebagai alat penjiplak struktur pengetahuan
|
Mind
berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik
|
Si
pembelajar diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap
pengetahuan yang dipelajari
|
Si
pembelajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang
dipelajari
|
Segala
sesuatu yang ada di alam telah terstruktur, teratur, rapi.
Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi |
Segala
sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu.
Kitalah yang memberi makna terhadap realitas |
Masalah
Belajar dan Pembelajaran
|
|
Keteraturan
|
Ketidakteraturan
|
Si
pembelajar dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas yang ditetapkan lebih
dulu secara ketat
|
Si
pembelajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas
|
Pembiasaan
(disiplin) sangat esensial
|
Kebebasan
merupakan unsur yang sangat esensial
|
Kegagalan
atau ketidak-mampuan dalam menambah pengetahuan dikategorikan sebagai
KESALAHAN, HARUS DIHUKUM
Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi HADIAH |
Kegagalan
atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi
yang berbeda yang perlu DIHARGAI
|
Ketaatan
kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
|
Kebebasan
dipandang sebagai penentu keberhasilan
|
Kontrol
belajar dipegang oleh sistem di luar diri si Pembelajar
|
Kontrol
belajar dipegang oleh si Pembelajar
|
Tujuan
pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan
Seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu mengungkapkan kembali apa yang telah dipelajari |
Tujuan
pembelajaran me-nekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas
kreatif-produktif dalam konteks nyata
|
Masalah
Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran
|
|
Keterampilan
terisolasi
|
Penggunaan
pengetahuan secara bermakna
|
Mengikuti
urutan kurikulum ketat
|
Mengikuti
pandangan si Pembelajar
|
Aktivitas
belajar mengikuti buku teks
|
Aktivitas
belajar dalam konteks nyata
|
Menekankan
pada hasil
|
Menekankan
pada proses
|
Masalah
Belajar dan Pembelajaran: Evaluasi
|
|
Respon
pasif
|
Penyusunan
makna secara aktif
|
Menuntut
satu jawaban benar
|
Menuntut
pemecahan ganda
|
Evaluasi
merupakan bagian terpisah dari belajar
|
Evaluasi
merupakan bagian utuh dari belajar
|
Penutup
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon penting untuk
diperhatikan karena dapat diamati dan dapat diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan
semakin kuat.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia.
terima kasih artikelnya sangat membantu. btw isinya sama persis dengan isi modul pedagogik PPG daljab 2019
BalasHapus