Rabu, 20 April 2016

pengembangan dan inovasi kurikulum


Pengembangan Kurikulum di Indonesia
oleh : Dirgantara Wicaksono

Pengembangan dan inovasi dalam Kurikulum  perlu disusun dan disesuaikan dengan kebutuhan zamanya.Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah hidup bangsa, ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut sekarang. Nilai sosial, kebutuhan dan tuntutan masyarakat cenderung/selalu mengalami perubahan antara lain akibat dari kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi. Kurikulum harus dapat mengantisipasi perubahan tersebut, sebab pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan adalah suatu upaya sosial-budaya manusia yang paling tua. Ketika manusia berkembang, memiliki keturunan dan memiliki keinginan agar keturunan tersebut memiliki apa yang sudah dimiliki manusia tersebut maka terjadilah proses komunikasi dan proses pendidikan. Dalam komunikasi tersebut, segala aspek kehidupan (budaya, social, teknologi, kepercayaan ilmu, cara berfikir, cara bersikap, cara bertindak, cara berbicara) diwariskan ke keturunan tersebut. Melalui pendidikan terjadi proses pewarisan dan orang tua merasa yakin bahwa anaknya dapat melanjutkan kehidupan keluarga, dan masyarakat yakin bahwa anggota barunya dapat meneruskan keberlangsungan hidup kelompoknya. Ketika masyarakat tersebut berkembang menjadi bangsa maka bangsa itu yakin pula bahwa melalui pendidikan generasi keturunan itu dapat meneruskan kehidupan bangsa.Maka dari itu sangat penting bagi kita untuk mempelajari perubahan kurikulum dari masa ke masa. Karena hal ini akan semakin memberikan pemahaman kepada kita betapa pentingnya keberadaan kurikulum dan penting pula untuk dikembangkan.

   Sejarah Pengembangan Kurikulum Di Indonesia

1.  Priode Sebelum Kemerdekaan ( Priode Penjajahan )
1)  Kurikulum Sekolah Dasar Pada Masa Kompeni (sampai 1960)
Pada awalnya, bangsa Eropa baik portugis maupun kompeni (belanda) belum memerhatikan pendidikan, dan tujuan mereka hanya mencari rempah-rempah berdagang. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Eropa ini datang ke Indonesia mempunyai tujuan lain, misalnya menyebarkan misi agamanya. Hal ini dilakukan agar mempermudah pelaksanaan misi perdagangan dan misi agama itu sendiri. Padahal abad ke-16 dan ke-17, berdirilah lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya penyebarab agama kristen di tanah air (oleh kompeni). Sedangkan portugis mendirikan lembaga pendidikan di Maluku dalam upaya mengembangkan agama katolik. Pendidikan tersebut adalah untuk bangsa belanda dan ada juga pribunyinya, khususnya di daerah pantai dan terbatas untuk hanya agama kristen.
Dengan adanya lembaga pendidikan itu, pihak kompeni merasakan perlunya pegawai rendahan yang dapat menulis dan membaca dalam membantu pengembangan usaha itu. Belanda juga memerlukan pegawai rendahan yang dapat menulis dan membaca yang jumlahnya cukup banyak untuk keperluan tanam paksa. Untuk keperluan itu, sekolah-sekolah mulai dibuka kembali, tetapi masih terbatas hanya untuk anak pribuni atau priyayi golongan pribumi.
Tahun 1848, biaya pendidikan di tanah air agak besar jumlahnya. Berdirilah sekolah-sekolah bagi bangsa Belanda dan juga bagi pribumi. Sekolah bagi bangsa Belanda sangat diutamakan. Pada tahun 1892, terdapat 2 macam sekolah rendah yaitu:
a.  Sekolah kelas dua untuk anak pribumi, dengan lama pendidikan 3 tahun, dan pelajaran yang diprogramkan: Berhitung, Menulis dan Membaca.
b.  Sekolah satu kelas untuk anak pegawai pemerintah hindia belanda. Lama pendidikan awalnya 4 tahun, kemudian 5 tahun dan akhirnya 7 tahun. Tujuannya untuk mendidik pegawai-pegawai rendaahan untuk keperluan kantor-kantor dagang. Programnya: ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar, dan ilmu mengukur tanah. Bahasa pengantarnya adalah bahasa melayu dan bahasa belanda.
2)  Kurikulum SD pada Zaman Kolonial Belanda
Pada awal abad ke-20, dengan munculnya revolusi sosial dan industri di eropa, muncullah paham humanistis diindonesia, muncul Politik Etisch yang memberi pengaruh terhadap perluasan sekolah bagi putra-putri indonesia. pada masa ini, di jawa telah dibangun Sekolah Dasar yang lamanya 3 tahun, semacam Sekolah Kelas Dua. Sekolah-sekolah kelas dua pada waktu itu (1905) sudah menjadi 5 tahun setelah sekolah desa.
Undang-undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk menjadi 3 golongan: Eropa timur asing dan Bumiputera, sehingga didirikan pula 3 (tiga) jenis sekolah rendah bagi anak-anak berdasarkan 3 tiga) jenis penduduk tersebut, yakni:
a.  ELS (Europe Lagere School), untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, dan Indonesia yang menurut undang-undang hanknya disamakan dengan bangsa eropa.
b.  HCS (Holland Chinese School) untuk golongan tionghoa
c.   Sekolah Desa dan sekolah sambungan, untuk pribumi dari kalangan bawahan.
Gambaran pendidikan rendah di Indonesia pada zaman belanda, sebagaimana diungkapkan diatas, berlangsung hingga 1942.
3)  Kurikulum SD pada Zaman Jepang
Pada masa jepang, perkembangan pendidikan mempunyai arti tersendiri bagi bangsa Indonesia, yakni terjadinya keruntuhan sistem kolonial belanda. Pada masa ini, semua sekolah rendah yang bermacam-macam tingkatnya itu dihilangkan sama sekali, dan tinggalah Sekolah Rendah untuk bangsa Indonesia yaitu sekolah rakyat yang disebut Kokumin Gako (6 tahun) lamanya.
Jenis pendidikan ini kurang memerhatikan isinya. Anak didik (pada waktu itu) harus membantu jepang dalam peperangan, sehingga anak-anak pribumi harus mengikuti latihan militer di sekolah. Pelajaran olahraga sangat penting, karenanya anak didik harus mengumpulkan batu, krikil dan pasir untuk kepentingan pertahanan. Kemudian, anak-anak sekolah juga disuruh untuk menanam pohon jarak untuk membuat minyak demi kepentingan perang. Selanjutnya, pelajaran berbau belanda dihilangkan, dan Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar.
4)  Kurikulum SD Pasca Kemerdekaan (sampai 1964)
a.  Masa Setelah Merdeka sampai 1952
Setelah merdeka, pedoman pelaksanaan pendidikan berdasarkan UUD 1945. Atas usul dari Badan Pekerja KNIP, pada bulan desember 1945 dibutuhkan Panitia Penyelidikan Pendidikan oleh Mentri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K)
Pada masa pendudukan Belanda (NICA), Indonesia dibagi menjadi negara-negara bagian (RIS), sehinggaperbedaan-perbedaan dalam pendidikan dari negara-negara itu pun terjadi. Setelah kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang diresmikan pada tanggal 17 agustus 1950, pendidikan pun disatukan kembali atau seragam kembali. Keadaan ini berlangsung sampai 1952.
b.  Sejak 1952 sampai 1964
Pada masa ini, pendidikan Indonesia mengalami penyempurnaan. Tujuan pendidikan dan pengajaran Republik Indonesia pada waktu itu ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Pada tahun 1952, pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan rencana pengajaran terurai untuk sekolah rakyat III dan IV yang berguna untuk guru sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar pada sekolah dasar.
Jenis-jenis pengajarannya adalah: bahasa indonesia, bahasa daerah, berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi dan sejarah. Dalam 1 (satu) tahun, terdapat 8 (delapan) bagian untuk masing-masing kelas, yakni untuk bulan pertama, kedua, ketiga, sampai bulan kedelapan. Pendidik (guru) dalam tiap kelas sudah memiliki pedoman mengenai hal-hal yang perlu diajarkan berdasarkan waktu yang telah ditentukan (delapan bulan) tersebut.
c.   Sejak 1952 -1964
Kurikulum ini merupakan perbaikan dari kurikulum sebelumnya (yang berlaku sejak tahu1952 sampai 1964). Pada tahun 1964, direktorat pendidikan Dasar/Prasekolah, Departemen PP dan K, menerbitkan suatu buku yang dinamakan rencana pendidikan taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Tujuan pendidikan pada masa ini adalah membentuk manusia pancasila dan Manipol/Usdek yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakan adil dan makmur, materiil dan spiritual.
Sistem pendidikan dinamakan sistem panca Wardana atau sistem 5 (lima) aspek perkembangan antara lain:
·      Perkembangan moral
·      Perkembangan insteligensi
·      Perkembangan emosional artistik (rasa keharuan)
·      Perkembangan keprigelan
·      Perkembangan jasmanai
Kelima wardana tersebut diurutkan menjadi beberapa bahan pengajaran, yakni :
a)  Perkembangan moral: pendidikan kemasyarakatan, pendidikan agama/budi pekerti
b)  Perkembangan intelegensi: bahasa indonesia, bahasa daerah, berhitung dan pengetahuan alamiah
c)  Perkembangan emaosional/artistik: seni sastra/musik, seni lukis/rupa, seni tari, dan seni sastra/drama
d)  Perkembangan keprigelan: pertanian/peternakan, industri kecil/pekerjaan tangan, koperasi/tabungan, dan kepregelan-kepregelan yang lain
e)  Perkembangan jasmaniah: pendidikan jasmaniah, pendidikan keseharan.
Semua pelajaran tersebut diberikan sejak kelas I, II, dan III. Dalam pelaksanaannya terdapat petunjuk yang mana keberadaan anak didik lebih aktif, tapi masi dalam bimbingan pendidik (guru). Disamping mata pelajaran wardana, dikenal juga krida, yang berarti hari untuk berlatih menurut bakat dan minat anak didik. Misalnya, kesenian, olahraga, lapangan, kebudayaan, dan permainan. Namun, itu masih tetap dalam bimbingan guru. Kurikulum sekolah dasar tahun 1964 dapat dikategorikan sebagai Correlated Curriculum. Hal ini tampak dari kurikulum pada masa ini dimana sekolah dasar mulai diarahkan pada pembekalan anak didik untuk terjun kedunia kerja.
d.  Kurikulum SD Sejak Orde Baru (1965) hingga 1968
Pemerintah c.q. Departemen P dan K, pada tahun 1968, menerbitkan buku pedoman kurikulum sekolah dasar yang dinamakan kurikulum SD sebagai reaksi terhadap Rencana Pendidikan TK dan SD, yang didalamnya berbau politik Orla (Orde Lama). Perubahan-perubahan terletak pada landasan pendidikannya yang berdasarkan Falsafah Negara Pancasila. Uraian selanjutnya adalah:
1)  Dasar pendidikan nasional
Dasar pendidikan Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila (Ketetapan MPRS No.XXVI/MPRS/1966 Bab II Pasal 2).
2)  Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan Nasional ialah membentuk masusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendakii oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar 1945 (Ketetepan MPRS No.XXVII/Bab II Pasal 3)
3)  Isi Pendidikan Nasinal
Untuk  mencapain dasar dan tujuan diatas,isi pendidikan adalah:
a.  Memperingati mental budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama.
b.  Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
c.   Membina danmemepertimbangkan fisik yg kuat dan sehat (Ketetapan MPRS No.XXVII/MPRS/Bab II pasal 4).
Kurikulum SD 1968 dibagi menjadi 3 kelompok besar :
1)  Kelompok Pembinaan Pancasila: Pendidikan Agama, pendidikan Kewarganegaraan, Pendiidkan Bahasa Inddnesia, Bahasa Daerah,dan Olahraga.
2)  Kelompok Pembinaan Pengetahuan Dasar: Berhitung, Ilmu pengetahuan alam, Pendidikan kesenian, Pendidikan kesejahteraan keluarga (Termasuk Ilmu Kesehatan).
3)  Kelompok Kecakapan khusus: Kejuruan Agraria,(pertanian, peternakan, perikan), Kejujuran Teknik (pekerjaan pangan/perbekalan), Kejuruan Ketatalaksanaan/ Jasa ( koperasi, tabungan).
Pendidikan kecakapan khusus merupakan pendidikan yang mesti dialihkan anak didik dalam upaya memberikan suatu bekal hidup berupa kecakapan-kecakapan yang memungkinkan mereka dapat hidup berdiri sendiri di masyarakat.
Sudah ada pedoman pada tiap mata pelajaran agar seorang pendidik lebih aktif mendorong anak didik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, disamping mendengarkan dan mencatatnya.

2.  Kurikulum SMP
Struktur kurikulum SMP meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas VII sampai kelas IX. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut :
1)  Kurikulum SMP memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri.
2)  Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP merupakan “ IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
3)  Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
4)  Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 40 menit.
5)  Minggu efektif dalam satu tahun pembelajaran (dua semester) adalah 34 – 38 minggu.
3.  Kurikulum SMA
Struktur kurikulum SMA meliputi subtansi pembelajaran yang di tempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas X sampai dengan kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standart kompetensi mata pelajaran.
Pengorganisasian kelas – kelas pada SMA di bagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas empat program; (1) Program ilmu pengetahuan alam; (2) Program ilmu pengetahuan sosial; (3) Program bahasa; dan (4) Program keagamaan, khusus untuk MA.
1)  Kurikulm SMA kelas X
a)  Kurikulum SMA kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
b)  Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalamstruktur kurikulum. Setiap pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
c)  Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
d)  Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34 – 38 minggu.
2)  Kurikulum SMA Kelas XI dan XII
a)    Kurikulum SMA Kelas XI dan XII program ipa, program ips, program bahasa, dan program keagamaan terdiri atas 13 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembanga diri.
b)    Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
c)    Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
d)    Minggu efektif dalam satu tahun pembelajaran (dua semester) adalah 34 – 38 minggu. 
B.   Kurikulum dan Silabus
Karakteristik kurikulum berikut juga memerlukan pengetahuan atas perbedaan definisi. Pilihan terhadap karakteristik-karakteristik kurikulum tersebut mencakup:

1.  Curriculum as Subject Matter
Kurikulum sebagai bahan belajar (subject matter) adalah gambaran kurikulum paling tradisional yang menggambarkan suatu kurukulum sebagai kombinasi bahan untuk membentuk kerangka isi materi (content) yang diajarkan. Isi merupakan produk dari akumulasi arif yang secara khusus diperoleh melalui berbagai mata pelajaran tradisional. Sebagai hasil dari isi ini adalah dapat menetapkan kurikulum untuk anak didik. Hampir semua guru, ketika ditanya tentang kurikulum sekolah mereka, memberikan sejumlah mata pelajaran atau bahan belajar yang diajarkan untuk anak didik.
Pada awalnya, karakteristik kurikulum memperliharkan anak didik menemukan tujuan pengetahuan budaya (liberal arts) yang terbagi kedalam trivium (grammar, rhetoric dan dialectic) dan quadrivium (arithmetic, geometry, astronomy dan music). Sekarang, karakteristik kurikulum ini secara mendalam telah dikenal oleh orang (yang terlibat dalam pengembangan kurikulum) sebagai kebenaran yang telah jelas.
2.  Curriculum as Experience
Suatu gambaran melihat kurikulum sebagai seperangkat pengalaman. Dalam hubungannya dengan pendidikan, semua pengalaman tersebut telah direncanakan secara khusus dengan cara penulisan kurikulum, tetapi banyak pengalaman ditemukan atau didapatkan anak didik dalam konteks pendidikan. Melalui pengalaman hidden curiculum, para anak didik memperoleh banyak bentuk belajar yang belum atau tidak direncanakan yang biasanya sangat penting.
Pengalaman juga dilihat dari perspektif, yakni pengalaman suatu kurikulum yang juga merefleksi kurikulum itu dan konsekuensinya memerlukan usaha untuk memonitor segala pikiran dan tindakan seseorang dalam konteks kurikulum itu. Dalam karakteristik kurikulum ini, seorang bertindak sebagai fasilitator untuk mempertinggi pertumbuhan kepribadian anak didik.
3.  Curriculum as Intention
Segala usaha untuk mengarah pada perencanaan kurikulum memperlihatkan bahwa para pendidik membuat suatu strategi yang disengaja melalui wacana-wacana tujuan dan sasaran. Karakteristik kurikulum ini mempunyai pendapat bahwa suatu perencanaan kurikulum yang komprehensif terdapat pengalaman belajar anak didik telah ditemukan lebih awal sebelum mereka memulai kurikulum itu, yang merupakan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan anak didik.
Pendapat mengenai kurukulum sebagai suatu rencana memiliki dua bagian:
a.  Pertama, kurukulum berisikan suatu rencana yang merupakan pernyataan awal dari maksud (tujuan, cita0cita, sasaran), yakni apa yang harus dipelajari anak didik, dan
b.  Kedua, kurikulum sebagai sekumpulan pernyataan daripada hasil belajar yang dimaksudkan, yakni apa yang harus anak didik dapatkan.
4.  Curriculum as Cultural Reproduction
Salah satu karakteristik kurikulum yang menerima dukungan adalah pendapat bahwa kurikulum harus merefleksikan suatu kebudayaan masyarakat tertentu. Peranan suatu sekolah, yang banyakdiargumentasikan dan akibat adanya kurikulum, adalah menyampaikan pengetahuan dan nilai-nilai yang penting untuk digunakan oleh suatu generasi kearah generasi yang sukses. Kurukulum, khususnya melalui penyeleksian pengalaman-pengalaman belajar, memberikan wahana untuk proses reproduksi tersebut. Tetapi, tidak terdapat suatu alat kunsensus seperti sejauh mana pengetahun dan nilai-nilai yang  sungguh bernilai itu disampaikan dari sutu generasi selanjutnya. Budaya reproduksi belum terjadi didalam msyarakat kita, dan sebagai konsekuensinya karakteristik itu meninggalkan perdebatan. 
5.  Curriculum as “Currere”
Karakteristik kurikulum yang berkembang akhir-akhir ini ialah karakteristik sebagai suatu proses daripada pemberian pengertian individu secara terus menerus kearah yang lebih berarti. Kurikulum (currere, berasal dari bahasa latin) mungkin diinterpretasikan bukan sebagai recourse, tetapi sebagai running of the race. Hal ini menekankan adanya kapasitas individu untuk berpartisipasi dan mengonsepkan kembali pengalaman hidup seseorang. Esensinya, karakteristik ini menekankan pada perspektif pengalaman, sedang akibat terhadap kurukulum adalah interpretasi terhadap pengalaman hidup.
Tetapi pengalaman ini juga berwujud sosial, dan didalamnya terdapat suatu pembagian pengalaman dan rekonseptualisasi yang digunakan. Semakin seorang belajar banyak tentang kurikulum, dia akan mengembangkan suatu perspektif yang lebih jelas terhadap apa yang ia rasakan, yakni sifat dasar dari kurikulum itu.
6.  Curriculum as Syllabus
Kurikulum sebagai bentuk sering disalah-artikan dengan pengertian syllabus. Silabus (syllabus) secara khas merupakan suatu daftar bagian isi yang akan dinilai. Kadang-kadang, daftar dikembangkan untuk memasukkan sejumlah tujuan dan aktivitas belajar. Tetapi, dalam literatur silabus dengan jelas jelas menjadi suatu sub bagian dari kurikulum dan dimasukkan kedalam konsep yang lebih luas. Namun suatu organisasi termasuk ke dalam pembangunan sistem tingkat kurikulum yang tanpa terkecuali menghasilkan dokumen-dokumen silabus, bahkan jika organisasi itu berasal dari direktorat kurikulum atau bagian kurikulum. Biasanya, lembaga-lembaga itu adalah departemen-departemen atau Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Cara terbaik untuk menghindari kebingungan adalah perlunya merujuk pada pengertian silabus sebagai dokumen kurikulum. 
7.  The Hidden Curriculum
Kurikulum tersembunyi (the hidden curriculum) adalah kurikulum yang tidak direncanakan. Hiida Taba mengatakan bahwa “curriculum is a plan for learning,” yakni aktivitas dan pengalaman anak disekolah harus direncanakan agar menjadi kurikulum. Ada juga yang berpendapat bahwa kurikulum sebenarnya mencakup pengalaman yang direncanakan dan juga yang tidak direncanakan, yang disebut kurikulum tersembunyi (nasution, 1993). Anak didik mempunyai aturan tersendiri sebagai reaksi terhadap kurikulum yang formal seperti tentang mencontek, membuat pekerjaan rumah, menjadi juara kelas, sikap terhadap guru, mencari strategi belajar yang efektif, dan banyak lagi hal lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa hidden curriculum tidak direncanaknan olehsekolah dalam programbya dan tidak tertulis atau dibicarakan oleh guru, sehingga kurikulum ini merupakan upaya murni anak didik atas potensi dan kreativitasnya yang tentunya bisa berkonotasi negatif maupun positif. Dalam arti positif, berarti hidden curriculum memberi manfaat bagi individu anak didik, guru dan sekolah. Misalnya, anak didik memiliki cara sendiri untuk juara kelas melalui cara belajar yang dimilikinya. Sebaliknya, bisa berkonotasi negatif, artinya keberadaan hasil kurikulum ini tidak menguntungkan bagi anak didik, guru, kepala sekolah maupun orang tua. Misalnya, anak ingin menjadi juara dengan cara mencontek. Karenanya, hidden cirriculum bisa berkonotasi negatif maupun positif, yang tentunya upaya bimbingan guru, orang tua atau pihak lain yang berwenang dapat mampu memanfaatkan kurikulum jenis ini untuk membantu anak didik secara maksimal.

8.  Komponen Kurikulum
Merujuk pada fungsi kurukulum dalam proses pendidikan yang menjadi alat mencapai komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lain.
Para pemikir pendidikan mempunyai ragam dalam menentukan jumlah komponen tersebut, meskipun pada dasarnya pemahaman dan pengertiannya hampir sama. Subandijah membagi komponen kurikulum kedalam:
a.  Tujuan
b.  Isi atau materi
c.   Organisasi atau strategi
d.  Media
e.  Komponen proses belajar mengajar

Sedangakn yang dikategorikan komponen penunjang kurikulum mencakup:
a.  Sistem/administrasi dan supervisi
b.  Pelayanan bimbingan dan penyuluhan
c.   Sistem evaluasi

Kemudian, Soetopo & Soemanto membagi komponen kurukulum kedalam lima komponen, yaitu:
a.  Tujuan
b.  Isi dan struktur program
c.   Organisasi dan strategi
d.  Sarana
e.  Evaluasi

Nasution membagi komponen kurukulum menjadi empat, yaitu
a.  Tujuan
b.  Bahan pelajaran
c.   Proses belajar mengajar
d.  Penilaian

Berikut akan diuraikan secara singkat masing-masing komponen kurikulum tersebut:
1)  Komponen Tujuan
Tujuan merupakan hal paling penting dalam proses pendidikan, yakni hal yang ingin dicapai secara keseluruhan, yang meliputi tujuan domain kognitif, domain efektif, dan domain psikomotor. Domain kognitif adalah tujuan yang diinginkan yang mengarah pada pengembangan akal dan intelektual anak didik, sedangkan tujuan domain psikomotor adalah tujuan yang mengarah pada pengembangan keterampilan jasmani anak didik. Tujuan pendidikan nasional pun menhendaki pencapaian ketiga domain yang ada secara integral dalam rangka memperoleh lulusan (output) pendidikan yang relevan dengan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan perwujudan domain-domain anak didik diupayakan melalui suatu proses pendidikan, yang kalau dibuat secara berurutan, tujuan pendidikan itu adalah sebagai berikut:

a.  Tujuan Pendidikan Nasional
Merupakan tujuan pendidikan yang paling tinggi dalam hierarki tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan dengan falsafah Pancasila. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional adalah untuk menciptakan manusia indonesia yang beriman, bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudipekertti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan pendidikan nasional ini mempunyai arti yang komprehensif dan tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan islam, bahkan mempunyai persamaan yang kuat, yakni sama-sama mempunyai cita-cita untuk menciptakan insan yang beriman dan bertaqwa disamping mempunyai pengetahuan dan keterampilan.

b.  Tujuan Institusional
Tujuan institusional merupakan tindak lanjit dari tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan indonesi memiliki jenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Tiap lembaga memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut tujuan nasional, sehingga dikenal bermacam-macam tujuan institusional, antara lain: tujuan institusional SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, Universitas/Akademi/UIN/IAIN/STAIN, dan lain sebagainya.
Keberadaan tujuan pendidikan mesti menggambarkan kelanjuta dan memiliki relevansi yang kuat dengan tujuan pendidikan nasional. Agar tidak terjadi penyimpanga, tiap tujuan institusional mesti didahului dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan, tujuan pendidikan nasional dan tujuan umum lembaga yang dimaksud.

c.   Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dari suatu lembaga pendidikan, sehingga isi pengajaran yang telah disusun diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari GBPP suatu bidang studi. Dari GBPP (garis-garis besar program pengajaran) tersebut, terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu dicapai oleh anak didik setelah ia menyelesaikan pendidikannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan kurikulum mesti mencerminkan tindak lanjut dari tujuan kirikuler dan tujuan pendidikan nasional, sehingga penjabaran tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional mesti menggambarkan tujuan kurikuler, sehingga akan terlihat jelas hubungan hierarkis dari ketiga tujuan pendidikan.

d.  Tujuan Instruksional
Tujuan ini merupakan tujuan terkhir dari ketiga tujuan yang telah dikemukakan terlebih dahulu. Tujuan ini bersifat opersional, yakni diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi setiap hari pembahasan. Untuk mencapai tujuan instruksional ini, biasanya seorang pendidik/guru perlu membuat satuan pelajaran (SP) atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam upaya mencapai tujuannya,tujuan instruksional ini sangat ditentukan oleh kondisi proses belajar mengajar yang ada, antara lain: kompetensi pendidikan, fasilitas belajar, anak didik, metode, lingkungan, dan faktor yang lain.

2)  Komponen Isi dan Struktur Program/Materi
Komponen isi dan struktur program/materi merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau materi yang dimaksud biasayangg berupa materi bidang-bidang studi, misalnya: Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Fikih, Akhlaq, Tasyri’, Bahasa Arab, dan lain sebagainya. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis,jenjang dan jalur pendidikan yang ada, dan bidang-bidang studi tersebut biasanya telah dicantumkan atau dimuatkan dalam struktur program kurikulum suatu sekolah. 
3)  Komponen Media/Saran-Prasarana
Media merupakan sarana dan prantara dalam mengajar.sarana dan prasarana atau media merupakan alat bantu untuk memudahkan dalam mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih mudah dimengerti oleh anak didik dalam proses belajar mengajar. Pemakaian media dalam proses belajar mengajar merupakan suatu hal yang perlu dilaksanakan oleh seorang pendidik atau guru agar apa yang disampaikannya terhadap anak didik dapat memiliki makna dan arti penting bagi anak didik, dikarenakan telah berhasilnya menyerap dan memahami suatu materi pelajaran yang telah ditempuhnya.

4)  Komponen Strategi Belajar Mengajar
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik atau guru perlu memahami suatu strategi. Strategi menunjuk pada suatu pendekatan (approach), metode (method) dan peralatan mengajar yang diperlukan dalam pengajaran. Strategi pengajaran lebih lanjut dapat dipahami sebagai cara yang dimiliki oleh seorang pendidik atau guru dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, strategi disini mempunyai arti komperensif yang mesti dipahami dan diupayakan untuk mempersiapkan pengajaran sampai proses evaluasi.

5)  Komponen proses Belajar Mengajar
Komponen ini tentunya sangatlah penting dalam suatu proses pengajaran atau pendidikan. Tujuan akhir dari proses belajar mengajar adalah terjadinya perubahan dalam tingkah laku anak. Komponen ini juga punya kaitan erat dengan suasana belajar diruangan kelas maupun diluar kelas. Berbagai upaya pendidik untuk menumbuhkan motivasi dan kreativitas dalam belajar, baik didalam kelas maupun individual (diluar kelas), merupakan suatu langkah yang tepat.
Dalam kaitannya dengan kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran yang kondusif agar kreatifitas tercipta dalam proses pengajaran, subadijah mengatajan bahwa guru perlu memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar, menerapkan metode mengajarnya, memusatkan pada proses degan produknya, dan memusatkan pada kompetisi yang relevan. Barangkali mengoptimalkan peran guru sebagai educator, motivator,manager  dan fasilitator merupakan suatu tuntutan dalam memperlancar proses belajar mengajar ini. Semakin maju dunia pendidikan suatu negara, peran-peran diatas tentunya semakin digunakan oleh seorang pendidik dalam menggeluti profesinya agar lebih profesional, namur bagi kita mungkin masih terlalu ideal.

6)  Komponen Evaluasi/Penilaian
Untuk melihat sejauh man keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum, diperlukan evaluasi. Mengingat komponen evaluasi berhubungan erat dengan komponen lainnya, maka cara penilaian atau evaluasi ini akan menentukan tujuan kurikulum, materi atau bahan, serta proses belajar mengajar.
Dalam mengevaluasi, biasanya seorang pendidik akan mengevaluasi anak sisik dengan materi atau bahan yang telah diajarkannya, atau paling tidak ada kaitannya dengan yang telah diajarkan. Hal ini sangat penting, mengingat hasil penilaian atau hasil yang dimiliki oleh anak didik tidak jarang menjadi barometer atas keberhasilan proses pengajaran pada suatu sekolah dan berkaitan erat dengan masa depan anak didik.
Lebih lanjut, penilaian sangat penting tidak hanya untuk memperlihatkan sejauh mana tingkat prestasi anak didik, tetapi juga suatu sumber input dalam upaya perbaikan dan pembaruan suatu kurikulum. Penelitian, dalam arti luas, dapat dilakukan tidak hanya oleh pendidik, tetapi juga kalangan masyarakat luas dan mereka yang memang berwenang dalam pendidikan
 Refleksi pengembangan kurikulum
Kurikulum di indonesia berkembang sesuai dengan zaman, dimulai pada sebelum kemerdekaan hingga sekarang kurikulum nasional 2016/2017. Dalam perkembangannya dibagi dimulai dari kurikulum pada masa kompeni (sampai  1960), Kurikulum pada zaman kolonial Belanda, Kurikulum pada Zaman Jepang, hingga Kurikulum pada Pasca Kemerdekaan (sampai 1964). Jadi perkembangan kurikulum pada masa penjajahan hingga pasca kemerdekaan diawali dengan bangsa Eropa baik portugis maupun kompeni (belanda) datang keindonesia dengan tujuan lain, yaitu menyebarkan misi agamanya. Sehingga berdirilah lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya penyebarab agama kristen di tanah air (oleh kompeni). Sedangkan portugis mendirikan lembaga pendidikan di Maluku dalam upaya mengembangkan agama katolik. Dengan adanya lembaga pendidikan itu, pihak kompeni merasakan perlunya pegawai rendahan yang dapat menulis dan membaca dalam membantu pengembangan usaha itu. Belanda juga memerlukan pegawai rendahan yang dapat menulis dan membaca yang jumlahnya cukup banyak untuk keperluan tanam paksa. tetapi masih terbatas hanya untuk anak pribuni atau priyayi golongan pribumi. Sehingga setiap sekolah yang berdiri mempunyai kurikulum yang berbeda.
Sejak tahun 1952 sampai 1964, pendidikan Indonesia mengalami penyempurnaan. Tujuan pendidikan dan pengajaran Republik Indonesia pada waktu itu ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Pada tahun 1952, pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan rencana pengajaran terurai untuk sekolah rakyat III dan IV yang berguna untuk guru sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar pada sekolah dasar. Jenis-jenis pengajarannya adalah: bahasa indonesia, bahasa daerah, berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi dan sejarah. Dalam 1 (satu) tahun, terdapat 8 (delapan) bagian untuk masing-masing kelas, yakni untuk bulan pertama, kedua, ketiga, sampai bulan kedelapan. Pendidik (guru) dalam tiap kelas sudah memiliki pedoman mengenai hal-hal yang perlu diajarkan berdasarkan waktu yang telah ditentukan (delapan bulan).
Berbagai karakteristik kurikulum yaitu curruculum as subject matter adalah gambaran kurikulum paling tradisional yang menggambarkan suatu kurukulum sebagai kombinasi bahan untuk membentuk kerangka isi materi (content) yang diajarkan. curriculum as experience yaitu suatu gambaran melihat kurikulum sebagai seperangkat pengalaman. curriculum as intention adalah segala usaha untuk mengarah pada perencanaan kurikulum memperlihatkan bahwa para pendidik membuat suatu strategi yang disengaja melalui wacana-wacana tujuan dan sasaran. curriculum as cultural reproduction yang berarti kurikulum harus merefleksikan suatu kebudayaan masyarakat tertentu.  curriculum as curre sebagai suatu proses daripada pemberian pengertian individu secara terus menerus kearah yang lebih berarti. curricule as syllabus,  kurikulum sebagai bentuk sering disalah-artikan dengan pengertian syllabus cara terbaik untuk menghindari kebingungan adalah perlunya merujuk pada pengertian silabus sebagai dokumen kurikulum.  The hidden curriculum yang berarti kurikulum yang tersembunyi dan tidak direncanakan. Dan selanjutnya komponen kurikulum yang merujuk pada fungsi kurukulum dalam proses pendidikan yang menjadi alat mencapai komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lain.untuk itu diperlukan inovasi dan pengembangan dalam Kurikullum di indonesia, dengan disesuaikan kebutuhan pesertadidiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar