Pengembangan Kurikulum di Indonesia
oleh : Dirgantara Wicaksono
Pengembangan dan inovasi dalam Kurikulum perlu disusun dan disesuaikan
dengan kebutuhan zamanya.Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum
mencerminkan falsafah hidup bangsa, ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan
itu kelak akan ditentukan oleh kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut
sekarang. Nilai sosial, kebutuhan dan tuntutan masyarakat cenderung/selalu
mengalami perubahan antara lain akibat dari kemajuan ilmu pengatahuan dan
teknologi. Kurikulum harus dapat mengantisipasi perubahan tersebut, sebab
pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan adalah suatu upaya sosial-budaya manusia yang
paling tua. Ketika manusia berkembang, memiliki keturunan dan memiliki
keinginan agar keturunan tersebut memiliki apa yang sudah dimiliki manusia
tersebut maka terjadilah proses komunikasi dan proses pendidikan. Dalam
komunikasi tersebut, segala aspek kehidupan (budaya, social, teknologi,
kepercayaan ilmu, cara berfikir, cara bersikap, cara bertindak, cara berbicara)
diwariskan ke keturunan tersebut. Melalui pendidikan terjadi proses pewarisan
dan orang tua merasa yakin bahwa anaknya dapat melanjutkan kehidupan keluarga,
dan masyarakat yakin bahwa anggota barunya dapat meneruskan keberlangsungan
hidup kelompoknya. Ketika masyarakat tersebut berkembang menjadi bangsa maka
bangsa itu yakin pula bahwa melalui pendidikan generasi keturunan itu dapat
meneruskan kehidupan bangsa.Maka dari itu sangat penting bagi kita untuk mempelajari
perubahan kurikulum dari masa ke masa. Karena hal ini akan semakin memberikan
pemahaman kepada kita betapa pentingnya keberadaan kurikulum dan penting pula
untuk dikembangkan.
1. Priode
Sebelum Kemerdekaan ( Priode Penjajahan )
1) Kurikulum Sekolah Dasar Pada Masa Kompeni
(sampai 1960)
Pada awalnya, bangsa Eropa baik portugis maupun kompeni
(belanda) belum memerhatikan pendidikan, dan tujuan mereka hanya mencari
rempah-rempah berdagang. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa
Eropa ini datang ke Indonesia mempunyai tujuan lain, misalnya menyebarkan misi
agamanya. Hal ini dilakukan agar mempermudah pelaksanaan misi perdagangan dan
misi agama itu sendiri. Padahal abad ke-16 dan ke-17, berdirilah
lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya penyebarab agama kristen di tanah air
(oleh kompeni). Sedangkan portugis mendirikan lembaga pendidikan di Maluku
dalam upaya mengembangkan agama katolik. Pendidikan tersebut adalah untuk
bangsa belanda dan ada juga pribunyinya, khususnya di daerah pantai dan
terbatas untuk hanya agama kristen.
Dengan adanya lembaga pendidikan itu, pihak kompeni
merasakan perlunya pegawai rendahan yang dapat menulis dan membaca dalam
membantu pengembangan usaha itu. Belanda juga memerlukan pegawai rendahan yang
dapat menulis dan membaca yang jumlahnya cukup banyak untuk keperluan tanam paksa. Untuk keperluan itu,
sekolah-sekolah mulai dibuka kembali, tetapi masih terbatas hanya untuk anak
pribuni atau priyayi golongan pribumi.
Tahun 1848, biaya pendidikan di tanah air agak besar
jumlahnya. Berdirilah sekolah-sekolah bagi bangsa Belanda dan juga bagi
pribumi. Sekolah bagi bangsa Belanda sangat diutamakan. Pada tahun 1892,
terdapat 2 macam sekolah rendah yaitu:
a. Sekolah
kelas dua untuk anak pribumi,
dengan lama pendidikan 3 tahun, dan pelajaran yang diprogramkan: Berhitung,
Menulis dan Membaca.
b. Sekolah
satu kelas untuk anak pegawai
pemerintah hindia belanda. Lama pendidikan awalnya 4 tahun, kemudian 5 tahun
dan akhirnya 7 tahun. Tujuannya untuk mendidik pegawai-pegawai rendaahan untuk
keperluan kantor-kantor dagang. Programnya: ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat,
menggambar, dan ilmu mengukur tanah. Bahasa pengantarnya adalah bahasa melayu
dan bahasa belanda.
2) Kurikulum SD pada Zaman Kolonial Belanda
Pada awal abad ke-20, dengan munculnya revolusi sosial
dan industri di eropa, muncullah paham humanistis diindonesia, muncul Politik Etisch yang memberi pengaruh terhadap
perluasan sekolah bagi putra-putri indonesia. pada masa ini, di jawa telah
dibangun Sekolah Dasar yang lamanya 3 tahun, semacam Sekolah Kelas Dua.
Sekolah-sekolah kelas dua pada waktu itu (1905) sudah menjadi 5 tahun setelah
sekolah desa.
Undang-undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk
menjadi 3 golongan: Eropa timur asing dan Bumiputera, sehingga didirikan pula 3
(tiga) jenis sekolah rendah bagi anak-anak berdasarkan 3 tiga) jenis penduduk
tersebut, yakni:
a. ELS (Europe Lagere School), untuk anak-anak
Eropa, Tionghoa, dan Indonesia yang menurut undang-undang hanknya disamakan
dengan bangsa eropa.
b. HCS (Holland Chinese School) untuk golongan
tionghoa
c.
Sekolah
Desa dan sekolah sambungan, untuk pribumi dari kalangan bawahan.
Gambaran pendidikan rendah di Indonesia pada zaman
belanda, sebagaimana diungkapkan diatas, berlangsung hingga 1942.
3) Kurikulum SD pada Zaman Jepang
Pada masa jepang, perkembangan pendidikan mempunyai arti
tersendiri bagi bangsa Indonesia, yakni terjadinya keruntuhan sistem kolonial
belanda. Pada masa ini, semua sekolah rendah yang bermacam-macam tingkatnya itu
dihilangkan sama sekali, dan tinggalah Sekolah Rendah untuk bangsa Indonesia
yaitu sekolah rakyat yang disebut Kokumin Gako (6 tahun) lamanya.
Jenis pendidikan ini kurang memerhatikan isinya. Anak
didik (pada waktu itu) harus membantu jepang dalam peperangan, sehingga
anak-anak pribumi harus mengikuti latihan militer di sekolah. Pelajaran
olahraga sangat penting, karenanya anak didik harus mengumpulkan batu, krikil
dan pasir untuk kepentingan pertahanan. Kemudian, anak-anak sekolah juga
disuruh untuk menanam pohon jarak untuk membuat minyak demi kepentingan perang.
Selanjutnya, pelajaran berbau belanda dihilangkan, dan Bahasa Indonesia
digunakan sebagai bahasa pengantar.
4) Kurikulum SD Pasca Kemerdekaan (sampai 1964)
a. Masa Setelah Merdeka sampai 1952
Setelah
merdeka, pedoman pelaksanaan pendidikan berdasarkan UUD 1945. Atas usul dari
Badan Pekerja KNIP, pada bulan desember 1945 dibutuhkan Panitia Penyelidikan
Pendidikan oleh Mentri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K)
Pada
masa pendudukan Belanda (NICA), Indonesia dibagi menjadi negara-negara bagian
(RIS), sehinggaperbedaan-perbedaan dalam pendidikan dari negara-negara itu pun
terjadi. Setelah kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
yang diresmikan pada tanggal 17 agustus 1950, pendidikan pun disatukan kembali
atau seragam kembali. Keadaan ini berlangsung sampai 1952.
b. Sejak 1952 sampai 1964
Pada masa ini, pendidikan Indonesia mengalami
penyempurnaan. Tujuan pendidikan dan pengajaran Republik Indonesia pada waktu
itu ialah membentuk manusia susila yang
cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang
kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Pada tahun 1952, pemerintah
Republik Indonesia c.q. Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan
menerbitkan rencana pengajaran terurai untuk sekolah rakyat III dan IV yang
berguna untuk guru sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar pada sekolah
dasar.
Jenis-jenis pengajarannya adalah: bahasa indonesia,
bahasa daerah, berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi dan sejarah. Dalam 1
(satu) tahun, terdapat 8 (delapan) bagian untuk masing-masing kelas, yakni
untuk bulan pertama, kedua, ketiga, sampai bulan kedelapan. Pendidik (guru)
dalam tiap kelas sudah memiliki pedoman mengenai hal-hal yang perlu diajarkan
berdasarkan waktu yang telah ditentukan (delapan bulan) tersebut.
c.
Sejak
1952 -1964
Kurikulum ini merupakan perbaikan dari kurikulum
sebelumnya (yang berlaku sejak tahu1952 sampai 1964). Pada tahun 1964,
direktorat pendidikan Dasar/Prasekolah, Departemen PP dan K, menerbitkan suatu
buku yang dinamakan rencana pendidikan
taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Tujuan pendidikan pada masa ini adalah
membentuk manusia pancasila dan Manipol/Usdek yang bertanggung jawab atas
terselenggaranya masyarakan adil dan makmur, materiil dan spiritual.
Sistem pendidikan dinamakan sistem panca Wardana atau sistem 5 (lima) aspek perkembangan antara
lain:
·
Perkembangan
moral
·
Perkembangan
insteligensi
·
Perkembangan
emosional artistik (rasa keharuan)
·
Perkembangan
keprigelan
·
Perkembangan
jasmanai
Kelima wardana tersebut diurutkan menjadi beberapa bahan
pengajaran, yakni :
a) Perkembangan moral: pendidikan
kemasyarakatan, pendidikan agama/budi pekerti
b) Perkembangan intelegensi: bahasa indonesia,
bahasa daerah, berhitung dan pengetahuan alamiah
c) Perkembangan emaosional/artistik: seni
sastra/musik, seni lukis/rupa, seni tari, dan seni sastra/drama
d) Perkembangan keprigelan:
pertanian/peternakan, industri kecil/pekerjaan tangan, koperasi/tabungan, dan
kepregelan-kepregelan yang lain
e) Perkembangan jasmaniah: pendidikan jasmaniah,
pendidikan keseharan.
Semua pelajaran tersebut diberikan sejak kelas I, II, dan
III. Dalam pelaksanaannya terdapat petunjuk yang mana keberadaan anak didik
lebih aktif, tapi masi dalam bimbingan pendidik (guru). Disamping mata
pelajaran wardana, dikenal juga krida, yang berarti hari untuk berlatih
menurut bakat dan minat anak didik. Misalnya, kesenian, olahraga, lapangan,
kebudayaan, dan permainan. Namun, itu masih tetap dalam bimbingan guru.
Kurikulum sekolah dasar tahun 1964 dapat dikategorikan sebagai Correlated Curriculum. Hal ini tampak
dari kurikulum pada masa ini dimana sekolah dasar mulai diarahkan pada
pembekalan anak didik untuk terjun kedunia kerja.
d. Kurikulum SD Sejak Orde Baru (1965) hingga
1968
Pemerintah c.q. Departemen P dan K, pada tahun 1968,
menerbitkan buku pedoman kurikulum sekolah dasar yang dinamakan kurikulum SD
sebagai reaksi terhadap Rencana Pendidikan TK dan SD, yang didalamnya berbau
politik Orla (Orde Lama). Perubahan-perubahan terletak pada landasan
pendidikannya yang berdasarkan Falsafah Negara Pancasila. Uraian selanjutnya adalah:
1) Dasar pendidikan nasional
Dasar
pendidikan Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila (Ketetapan MPRS
No.XXVI/MPRS/1966 Bab II Pasal 2).
2) Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan
pendidikan Nasional ialah membentuk masusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan
seperti yang dikehendakii oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi
Undang-Undang Dasar 1945 (Ketetepan MPRS No.XXVII/Bab II Pasal 3)
3) Isi Pendidikan Nasinal
Untuk mencapain dasar dan tujuan diatas,isi
pendidikan adalah:
a. Memperingati mental budi pekerti dan
memperkuat keyakinan agama.
b. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
c.
Membina
danmemepertimbangkan fisik yg kuat dan sehat (Ketetapan MPRS No.XXVII/MPRS/Bab
II pasal 4).
Kurikulum
SD 1968 dibagi menjadi 3 kelompok besar :
1) Kelompok
Pembinaan Pancasila: Pendidikan
Agama, pendidikan Kewarganegaraan, Pendiidkan Bahasa Inddnesia, Bahasa
Daerah,dan Olahraga.
2) Kelompok
Pembinaan Pengetahuan Dasar: Berhitung,
Ilmu pengetahuan alam, Pendidikan kesenian, Pendidikan kesejahteraan keluarga (Termasuk
Ilmu Kesehatan).
3) Kelompok
Kecakapan khusus: Kejuruan
Agraria,(pertanian, peternakan, perikan), Kejujuran Teknik (pekerjaan
pangan/perbekalan), Kejuruan Ketatalaksanaan/ Jasa ( koperasi, tabungan).
Pendidikan
kecakapan khusus merupakan pendidikan
yang mesti dialihkan anak didik dalam upaya memberikan suatu bekal hidup berupa
kecakapan-kecakapan yang memungkinkan mereka dapat hidup berdiri sendiri di
masyarakat.
Sudah ada pedoman pada tiap mata pelajaran agar seorang
pendidik lebih aktif mendorong anak didik dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, disamping mendengarkan dan mencatatnya.
2. Kurikulum SMP
Struktur
kurikulum SMP meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang
pendidikan selama tiga tahun mulai kelas VII sampai kelas IX. Struktur
kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan dan standar
kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Kurikulum SMP memuat 10 mata pelajaran, muatan
lokal dan pengembangan diri.
2) Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP
merupakan “ IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
3) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran
dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan
dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
4) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 40
menit.
5) Minggu efektif dalam satu tahun pembelajaran
(dua semester) adalah 34 – 38 minggu.
3. Kurikulum SMA
Struktur
kurikulum SMA meliputi subtansi pembelajaran yang di tempuh dalam satu jenjang pendidikan
selama tiga tahun mulai kelas X sampai dengan kelas XII. Struktur kurikulum
disusun berdasarkan standart kompetensi mata pelajaran.
Pengorganisasian
kelas – kelas pada SMA di bagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan
program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII
merupakan program penjurusan yang terdiri atas empat program; (1) Program ilmu
pengetahuan alam; (2) Program ilmu pengetahuan sosial; (3) Program bahasa; dan
(4) Program keagamaan, khusus untuk MA.
1) Kurikulm SMA kelas X
a) Kurikulum SMA kelas X terdiri atas 16 mata
pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
b) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran
dialokasikan sebagaimana tertera dalamstruktur kurikulum. Setiap pendidikan
dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara
keseluruhan.
c) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45
menit.
d) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua
semester) adalah 34 – 38 minggu.
2) Kurikulum SMA Kelas XI dan XII
a) Kurikulum SMA Kelas XI dan XII program ipa,
program ips, program bahasa, dan program keagamaan terdiri atas 13 mata
pelajaran, muatan lokal, dan pengembanga diri.
b) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran
dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan
menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
c) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45
menit.
d) Minggu efektif dalam satu tahun pembelajaran
(dua semester) adalah 34 – 38 minggu.
B. Kurikulum
dan Silabus
Karakteristik kurikulum berikut juga memerlukan
pengetahuan atas perbedaan definisi. Pilihan terhadap
karakteristik-karakteristik kurikulum tersebut mencakup:
1. Curriculum
as Subject Matter
Kurikulum sebagai bahan belajar (subject matter) adalah gambaran kurikulum paling tradisional yang
menggambarkan suatu kurukulum sebagai kombinasi bahan untuk membentuk kerangka
isi materi (content) yang diajarkan.
Isi merupakan produk dari akumulasi arif yang secara khusus diperoleh melalui berbagai
mata pelajaran tradisional. Sebagai hasil dari isi ini adalah dapat menetapkan
kurikulum untuk anak didik. Hampir semua guru, ketika ditanya tentang kurikulum
sekolah mereka, memberikan sejumlah mata pelajaran atau bahan belajar yang
diajarkan untuk anak didik.
Pada awalnya, karakteristik kurikulum memperliharkan anak
didik menemukan tujuan pengetahuan budaya (liberal
arts) yang terbagi kedalam trivium (grammar,
rhetoric dan dialectic) dan quadrivium (arithmetic,
geometry, astronomy dan music).
Sekarang, karakteristik kurikulum ini secara mendalam telah dikenal oleh orang
(yang terlibat dalam pengembangan kurikulum) sebagai kebenaran yang telah
jelas.
2. Curriculum
as Experience
Suatu gambaran melihat kurikulum sebagai seperangkat
pengalaman. Dalam hubungannya dengan pendidikan, semua pengalaman tersebut
telah direncanakan secara khusus dengan cara penulisan kurikulum, tetapi banyak
pengalaman ditemukan atau didapatkan anak didik dalam konteks pendidikan.
Melalui pengalaman hidden curiculum,
para anak didik memperoleh banyak bentuk belajar yang belum atau tidak
direncanakan yang biasanya sangat penting.
Pengalaman juga dilihat dari perspektif, yakni pengalaman
suatu kurikulum yang juga merefleksi kurikulum itu dan konsekuensinya
memerlukan usaha untuk memonitor segala pikiran dan tindakan seseorang dalam
konteks kurikulum itu. Dalam karakteristik kurikulum ini, seorang bertindak
sebagai fasilitator untuk mempertinggi pertumbuhan kepribadian anak didik.
3. Curriculum
as Intention
Segala usaha untuk mengarah pada perencanaan kurikulum
memperlihatkan bahwa para pendidik membuat suatu strategi yang disengaja
melalui wacana-wacana tujuan dan sasaran. Karakteristik kurikulum ini mempunyai
pendapat bahwa suatu perencanaan kurikulum yang komprehensif terdapat
pengalaman belajar anak didik telah ditemukan lebih awal sebelum mereka memulai
kurikulum itu, yang merupakan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan anak didik.
Pendapat mengenai kurukulum sebagai suatu rencana
memiliki dua bagian:
a. Pertama, kurukulum berisikan suatu rencana
yang merupakan pernyataan awal dari maksud (tujuan, cita0cita, sasaran), yakni
apa yang harus dipelajari anak didik, dan
b. Kedua, kurikulum sebagai sekumpulan
pernyataan daripada hasil belajar yang dimaksudkan, yakni apa yang harus anak
didik dapatkan.
4. Curriculum
as Cultural Reproduction
Salah satu karakteristik kurikulum yang menerima dukungan
adalah pendapat bahwa kurikulum harus merefleksikan suatu kebudayaan masyarakat
tertentu. Peranan suatu sekolah, yang banyakdiargumentasikan dan akibat adanya
kurikulum, adalah menyampaikan pengetahuan dan nilai-nilai yang penting untuk
digunakan oleh suatu generasi kearah generasi yang sukses. Kurukulum, khususnya
melalui penyeleksian pengalaman-pengalaman belajar, memberikan wahana untuk
proses reproduksi tersebut. Tetapi, tidak terdapat suatu alat kunsensus seperti
sejauh mana pengetahun dan nilai-nilai yang
sungguh bernilai itu disampaikan dari sutu generasi selanjutnya. Budaya
reproduksi belum terjadi didalam msyarakat kita, dan sebagai konsekuensinya
karakteristik itu meninggalkan perdebatan.
5. Curriculum as “Currere”
Karakteristik kurikulum yang berkembang akhir-akhir ini
ialah karakteristik sebagai suatu proses daripada pemberian pengertian individu
secara terus menerus kearah yang lebih berarti. Kurikulum (currere, berasal dari bahasa latin) mungkin diinterpretasikan bukan
sebagai recourse, tetapi sebagai running
of the race. Hal ini menekankan adanya kapasitas individu untuk
berpartisipasi dan mengonsepkan kembali pengalaman hidup seseorang. Esensinya,
karakteristik ini menekankan pada perspektif pengalaman, sedang akibat terhadap
kurukulum adalah interpretasi terhadap pengalaman hidup.
Tetapi pengalaman ini juga berwujud sosial, dan
didalamnya terdapat suatu pembagian pengalaman dan rekonseptualisasi yang
digunakan. Semakin seorang belajar banyak tentang kurikulum, dia akan
mengembangkan suatu perspektif yang lebih jelas terhadap apa yang ia rasakan,
yakni sifat dasar dari kurikulum itu.
6. Curriculum as Syllabus
Kurikulum sebagai bentuk sering disalah-artikan dengan
pengertian syllabus. Silabus (syllabus)
secara khas merupakan suatu daftar bagian isi yang akan dinilai. Kadang-kadang,
daftar dikembangkan untuk memasukkan sejumlah tujuan dan aktivitas belajar.
Tetapi, dalam literatur silabus dengan jelas jelas menjadi suatu sub bagian
dari kurikulum dan dimasukkan kedalam konsep yang lebih luas. Namun suatu
organisasi termasuk ke dalam pembangunan sistem tingkat kurikulum yang tanpa
terkecuali menghasilkan dokumen-dokumen silabus, bahkan jika organisasi itu
berasal dari direktorat kurikulum atau bagian kurikulum. Biasanya,
lembaga-lembaga itu adalah departemen-departemen atau Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Cara terbaik untuk menghindari kebingungan adalah perlunya merujuk
pada pengertian silabus sebagai dokumen kurikulum.
7. The
Hidden Curriculum
Kurikulum tersembunyi (the hidden curriculum) adalah
kurikulum yang tidak direncanakan. Hiida Taba mengatakan bahwa “curriculum is a plan for learning,”
yakni aktivitas dan pengalaman anak disekolah harus direncanakan agar menjadi
kurikulum. Ada juga yang berpendapat bahwa kurikulum sebenarnya mencakup
pengalaman yang direncanakan dan juga yang tidak direncanakan, yang disebut
kurikulum tersembunyi (nasution, 1993). Anak didik mempunyai aturan tersendiri
sebagai reaksi terhadap kurikulum yang formal seperti tentang mencontek,
membuat pekerjaan rumah, menjadi juara kelas, sikap terhadap guru, mencari
strategi belajar yang efektif, dan banyak lagi hal lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa hidden curriculum tidak direncanaknan olehsekolah dalam programbya
dan tidak tertulis atau dibicarakan oleh guru, sehingga kurikulum ini merupakan
upaya murni anak didik atas potensi dan kreativitasnya yang tentunya bisa berkonotasi
negatif maupun positif. Dalam arti positif, berarti hidden curriculum memberi manfaat bagi individu anak didik, guru
dan sekolah. Misalnya, anak didik memiliki cara sendiri untuk juara kelas
melalui cara belajar yang dimilikinya. Sebaliknya, bisa berkonotasi negatif,
artinya keberadaan hasil kurikulum ini tidak menguntungkan bagi anak didik,
guru, kepala sekolah maupun orang tua. Misalnya, anak ingin menjadi juara
dengan cara mencontek. Karenanya, hidden
cirriculum bisa berkonotasi negatif maupun positif, yang tentunya upaya
bimbingan guru, orang tua atau pihak lain yang berwenang dapat mampu
memanfaatkan kurikulum jenis ini untuk membantu anak didik secara maksimal.
8. Komponen
Kurikulum
Merujuk pada fungsi kurukulum dalam proses pendidikan
yang menjadi alat mencapai komponen-komponen penunjang yang saling mendukung
satu sama lain.
Para pemikir pendidikan mempunyai ragam dalam menentukan
jumlah komponen tersebut, meskipun pada dasarnya pemahaman dan pengertiannya
hampir sama. Subandijah membagi komponen kurikulum kedalam:
a. Tujuan
b. Isi atau materi
c.
Organisasi
atau strategi
d. Media
e. Komponen proses belajar mengajar
Sedangakn yang dikategorikan komponen penunjang kurikulum
mencakup:
a. Sistem/administrasi dan supervisi
b. Pelayanan bimbingan dan penyuluhan
c.
Sistem
evaluasi
Kemudian, Soetopo & Soemanto membagi komponen
kurukulum kedalam lima komponen, yaitu:
a. Tujuan
b. Isi dan struktur program
c.
Organisasi
dan strategi
d. Sarana
e. Evaluasi
Nasution
membagi komponen kurukulum menjadi empat, yaitu
a. Tujuan
b. Bahan pelajaran
c.
Proses
belajar mengajar
d. Penilaian
Berikut akan diuraikan secara singkat masing-masing
komponen kurikulum tersebut:
1) Komponen Tujuan
Tujuan merupakan hal paling penting dalam proses
pendidikan, yakni hal yang ingin dicapai secara keseluruhan, yang meliputi
tujuan domain kognitif, domain efektif, dan domain psikomotor. Domain kognitif
adalah tujuan yang diinginkan yang mengarah pada pengembangan akal dan
intelektual anak didik, sedangkan tujuan domain psikomotor adalah tujuan yang
mengarah pada pengembangan keterampilan jasmani anak didik. Tujuan pendidikan
nasional pun menhendaki pencapaian ketiga domain yang ada secara integral dalam
rangka memperoleh lulusan (output)
pendidikan yang relevan dengan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan perwujudan
domain-domain anak didik diupayakan melalui suatu proses pendidikan, yang kalau
dibuat secara berurutan, tujuan pendidikan itu adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan Nasional
Merupakan tujuan pendidikan yang paling tinggi dalam
hierarki tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang
dikaitkan dengan falsafah Pancasila. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1989
tentang sistem pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional adalah untuk
menciptakan manusia indonesia yang beriman, bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudipekertti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri dan memiliki rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan pendidikan nasional ini mempunyai arti yang
komprehensif dan tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan islam, bahkan
mempunyai persamaan yang kuat, yakni sama-sama mempunyai cita-cita untuk
menciptakan insan yang beriman dan bertaqwa disamping mempunyai pengetahuan dan
keterampilan.
b. Tujuan Institusional
Tujuan institusional merupakan tindak lanjit dari tujuan
pendidikan nasional. Sistem pendidikan indonesi memiliki jenjang yang melembaga
pada suatu tingkatan. Tiap lembaga memiliki suatu tujuan pendidikan yang
disebut tujuan nasional, sehingga dikenal bermacam-macam tujuan institusional,
antara lain: tujuan institusional SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
Universitas/Akademi/UIN/IAIN/STAIN, dan lain sebagainya.
Keberadaan tujuan pendidikan mesti menggambarkan
kelanjuta dan memiliki relevansi yang kuat dengan tujuan pendidikan nasional.
Agar tidak terjadi penyimpanga, tiap tujuan institusional mesti didahului
dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan, tujuan pendidikan nasional dan
tujuan umum lembaga yang dimaksud.
c.
Tujuan
Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan
institusional dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dari suatu lembaga
pendidikan, sehingga isi pengajaran yang telah disusun diharapkan dapat
menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki
tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari GBPP suatu bidang studi. Dari
GBPP (garis-garis besar program pengajaran) tersebut, terdapat suatu tujuan
kurikuler yang perlu dicapai oleh anak didik setelah ia menyelesaikan pendidikannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan
kurikulum mesti mencerminkan tindak lanjut dari tujuan kirikuler dan tujuan
pendidikan nasional, sehingga penjabaran tujuan institusional dan tujuan
pendidikan nasional mesti menggambarkan tujuan kurikuler, sehingga akan
terlihat jelas hubungan hierarkis dari ketiga tujuan pendidikan.
d. Tujuan Instruksional
Tujuan ini merupakan tujuan terkhir dari ketiga tujuan
yang telah dikemukakan terlebih dahulu. Tujuan ini bersifat opersional, yakni
diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar yang
bersifat langsung dan terjadi setiap hari pembahasan. Untuk mencapai tujuan
instruksional ini, biasanya seorang pendidik/guru perlu membuat satuan
pelajaran (SP) atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam upaya
mencapai tujuannya,tujuan instruksional ini sangat ditentukan oleh kondisi
proses belajar mengajar yang ada, antara lain: kompetensi pendidikan, fasilitas
belajar, anak didik, metode, lingkungan, dan faktor yang lain.
2) Komponen Isi dan Struktur Program/Materi
Komponen isi dan struktur program/materi merupakan materi
yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi
atau materi yang dimaksud biasayangg berupa materi bidang-bidang studi, misalnya:
Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Fikih, Akhlaq, Tasyri’, Bahasa Arab,
dan lain sebagainya. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan
jenis,jenjang dan jalur pendidikan yang ada, dan bidang-bidang studi tersebut
biasanya telah dicantumkan atau dimuatkan dalam struktur program kurikulum
suatu sekolah.
3) Komponen Media/Saran-Prasarana
Media merupakan sarana dan prantara dalam mengajar.sarana
dan prasarana atau media merupakan alat bantu untuk memudahkan dalam
mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih mudah dimengerti oleh anak didik dalam
proses belajar mengajar. Pemakaian media dalam proses belajar mengajar
merupakan suatu hal yang perlu dilaksanakan oleh seorang pendidik atau guru
agar apa yang disampaikannya terhadap anak didik dapat memiliki makna dan arti
penting bagi anak didik, dikarenakan telah berhasilnya menyerap dan memahami suatu
materi pelajaran yang telah ditempuhnya.
4) Komponen Strategi Belajar Mengajar
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik atau guru
perlu memahami suatu strategi. Strategi menunjuk pada suatu pendekatan (approach), metode (method) dan peralatan mengajar yang diperlukan dalam pengajaran.
Strategi pengajaran lebih lanjut dapat dipahami sebagai cara yang dimiliki oleh
seorang pendidik atau guru dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian,
strategi disini mempunyai arti komperensif yang mesti dipahami dan diupayakan
untuk mempersiapkan pengajaran sampai proses evaluasi.
5) Komponen proses Belajar Mengajar
Komponen ini tentunya sangatlah penting dalam suatu
proses pengajaran atau pendidikan. Tujuan akhir dari proses belajar mengajar
adalah terjadinya perubahan dalam tingkah laku anak. Komponen ini juga punya
kaitan erat dengan suasana belajar diruangan kelas maupun diluar kelas.
Berbagai upaya pendidik untuk menumbuhkan motivasi dan kreativitas dalam
belajar, baik didalam kelas maupun individual (diluar kelas), merupakan suatu
langkah yang tepat.
Dalam kaitannya dengan kemampuan guru dalam menciptakan
suasana pengajaran yang kondusif agar kreatifitas tercipta dalam proses
pengajaran, subadijah mengatajan bahwa guru perlu memusatkan pada
kepribadiannya dalam mengajar, menerapkan metode mengajarnya, memusatkan pada
proses degan produknya, dan memusatkan pada kompetisi yang relevan. Barangkali
mengoptimalkan peran guru sebagai educator,
motivator,manager dan fasilitator merupakan suatu tuntutan
dalam memperlancar proses belajar mengajar ini. Semakin maju dunia pendidikan
suatu negara, peran-peran diatas tentunya semakin digunakan oleh seorang
pendidik dalam menggeluti profesinya agar lebih profesional, namur bagi kita
mungkin masih terlalu ideal.
6) Komponen Evaluasi/Penilaian
Untuk melihat sejauh man keberhasilan dalam pelaksanaan
kurikulum, diperlukan evaluasi. Mengingat komponen evaluasi berhubungan erat
dengan komponen lainnya, maka cara penilaian atau evaluasi ini akan menentukan
tujuan kurikulum, materi atau bahan, serta proses belajar mengajar.
Dalam mengevaluasi, biasanya seorang pendidik akan
mengevaluasi anak sisik dengan materi atau bahan yang telah diajarkannya, atau
paling tidak ada kaitannya dengan yang telah diajarkan. Hal ini sangat penting,
mengingat hasil penilaian atau hasil yang dimiliki oleh anak didik tidak jarang
menjadi barometer atas keberhasilan proses pengajaran pada suatu sekolah dan
berkaitan erat dengan masa depan anak didik.
Lebih lanjut, penilaian sangat penting tidak hanya untuk
memperlihatkan sejauh mana tingkat prestasi anak didik, tetapi juga suatu
sumber input dalam upaya perbaikan
dan pembaruan suatu kurikulum. Penelitian, dalam arti luas, dapat dilakukan
tidak hanya oleh pendidik, tetapi juga kalangan masyarakat luas dan mereka yang
memang berwenang dalam pendidikan
Kurikulum di indonesia berkembang sesuai dengan zaman,
dimulai pada sebelum kemerdekaan hingga sekarang kurikulum nasional 2016/2017. Dalam perkembangannya dibagi
dimulai dari kurikulum pada masa kompeni (sampai 1960), Kurikulum pada zaman kolonial Belanda,
Kurikulum pada Zaman Jepang, hingga Kurikulum pada Pasca Kemerdekaan (sampai
1964). Jadi perkembangan kurikulum pada masa penjajahan hingga pasca kemerdekaan
diawali dengan bangsa Eropa baik portugis maupun kompeni (belanda) datang
keindonesia dengan tujuan lain, yaitu menyebarkan misi agamanya. Sehingga
berdirilah lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya penyebarab agama kristen di
tanah air (oleh kompeni). Sedangkan portugis mendirikan lembaga pendidikan di
Maluku dalam upaya mengembangkan agama katolik. Dengan adanya lembaga
pendidikan itu, pihak kompeni merasakan perlunya pegawai rendahan yang dapat
menulis dan membaca dalam membantu pengembangan usaha itu. Belanda juga
memerlukan pegawai rendahan yang dapat menulis dan membaca yang jumlahnya cukup
banyak untuk keperluan tanam paksa. tetapi masih terbatas hanya untuk anak
pribuni atau priyayi golongan pribumi. Sehingga setiap sekolah yang berdiri
mempunyai kurikulum yang berbeda.
Sejak tahun 1952 sampai 1964, pendidikan Indonesia
mengalami penyempurnaan. Tujuan pendidikan dan pengajaran Republik Indonesia
pada waktu itu ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah
air. Pada tahun 1952, pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan rencana pengajaran terurai untuk sekolah
rakyat III dan IV yang berguna untuk guru sebagai pedoman dalam proses belajar
mengajar pada sekolah dasar. Jenis-jenis pengajarannya adalah: bahasa
indonesia, bahasa daerah, berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi dan
sejarah. Dalam 1 (satu) tahun, terdapat 8 (delapan) bagian untuk masing-masing
kelas, yakni untuk bulan pertama, kedua, ketiga, sampai bulan kedelapan.
Pendidik (guru) dalam tiap kelas sudah memiliki pedoman mengenai hal-hal yang
perlu diajarkan berdasarkan waktu yang telah ditentukan (delapan bulan).
Berbagai karakteristik kurikulum yaitu curruculum as
subject matter adalah gambaran kurikulum paling tradisional yang menggambarkan
suatu kurukulum sebagai kombinasi bahan untuk membentuk kerangka isi materi
(content) yang diajarkan. curriculum as experience yaitu suatu gambaran melihat
kurikulum sebagai seperangkat pengalaman. curriculum as intention adalah segala
usaha untuk mengarah pada perencanaan kurikulum memperlihatkan bahwa para
pendidik membuat suatu strategi yang disengaja melalui wacana-wacana tujuan dan
sasaran. curriculum as cultural reproduction yang berarti kurikulum harus
merefleksikan suatu kebudayaan masyarakat tertentu. curriculum as curre sebagai suatu proses
daripada pemberian pengertian individu secara terus menerus kearah yang lebih
berarti. curricule as syllabus,
kurikulum sebagai bentuk sering disalah-artikan dengan pengertian
syllabus cara terbaik untuk menghindari kebingungan adalah perlunya merujuk
pada pengertian silabus sebagai dokumen kurikulum. The hidden curriculum yang berarti kurikulum
yang tersembunyi dan tidak direncanakan. Dan selanjutnya komponen kurikulum
yang merujuk pada fungsi kurukulum dalam proses pendidikan yang menjadi alat
mencapai komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lain.untuk itu diperlukan inovasi dan pengembangan dalam Kurikullum di indonesia, dengan disesuaikan kebutuhan pesertadidiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar