PSIKOLOGI PENDIDIKAN 'AIK'
(AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN)
Oleh : Dirgantara Wicaksono,M.Pd
(Dosen Tetap PGSD,FIP,UMJ)
1.
Pengantar
Secara
hermenitik dalam kajian Ilmu pengetahuan, terdapat pemisahan anatara ilmu psikologi
dan ilmu pendidikan walaupun kedua bidang ilmu yang mengkaji perilaku manusia,
sehingga memiliki common ground (dasar yang umum) yang cukup evident (penting).
Objek kajian yaitu perilaku manusia sebagai hasil interaksi antara faktor
genetik dan faktor lingkungan, bersumber dari berbagai ilmu dan keduanya
bersifat multireferensial. Kedua disiplin adalah bidang ilmu yang muda, artinya
menjadi mandiri pada abad ke 19 (untuk psikologi) dan abad 20 (untuk
pedagogik). Bedanya adalah bahwa psikologi adalah bersifat empiris dan mengkaji
perilaku nyata sebagaimana adanya (as it is), sedangkan ilmu mendidik
(pedagogik) lebih bersifat normatif dalam mengkaji perilaku manusia (as it
should be). Referensi jamak yang dikandung oleh ilmu psikologi adalah
filsafat, ilmu alam dan ilmu kedokteran, sedangkan referensi jamak yang
dimiliki pedagogik adalah filsafat, antropologi, sosiologi, psikologi. Ilmu mendidik adalah kajian perilaku manusia
maka sebagai ilmu yang teoritis, ia bersumber dari dan diperuntukkan bagi
praktek pendidikan dimana aspek psikologi melekat secara bersama-sama dalam
dirinya. Sementara kajian agama islam terutama dalam Al islam kemuhammadiyahan ,
dimana Al islam kemuhammadiyahan islam membahas bagaimana pendidikan awal yang harus ditanamkan kepada
anak-anak kita sesuai dengan prilaku rosullulah , yaitu pendidikan iman seperti setiap bayi yang baru lahir
disunnahkan untuk didengungkan Asma Allah. Demikian juga
pendidikan keimanan atau spiritual diajarkan oleh lukman kepada anaknya. Selain
pendidikan spiritual Al islam kemuhammadiyahan , juga menjelaskan bagaimana manusia harus
menggunakan akal pikirannya melalui ilmu pengetahuan untuk mempelajari alam
ini.
II. Pembahasan
Tugas orang tua terpenting adalah mendidik dan membimbing
anaknya agar menjadi manusia terpelajar dan berakhlak mulia. Orang tua tidak hanya
berkewajiban memenuhi kebutuhan jasmani anak. Perhatian, kasih sayang, dan
komunikasi yang baik sangat menunjang perkembangan jiwa anak-anak. Agama islam
juga menjelaskan bagaimana pentingnya kasih sayang, komunikasi interpersonal
antara anak dengan orang tua seperti digambarkan dalam kisah al-qur’an mengenai
Lukman dengan anaknya, Nabi Yusuf dengan ayahnya, serta Nabi Ibrahim dengan
anaknya Ismail. Kalau kita kaji kandungan ayat Allah tersebut banyak mengandung
prisnsip-prinsip psikologi dan pendidikan.
2.1.
Manusia sebagai Mahkluk berpikir (Sosial Rasional)
Allah SWT pernah menjadikan manusia sebagai mahkluk yang
mampu menggunakan otak untuk berpikir. Ayat-ayat dalam al-Qur’an banyak
menjelaskan agar manusia menggunakan akal dan pikirannya. Untuk melakukan
pemikiran tersebut Allah SWT telah mempersiapkan otak yang sangat komplit dan
kompleks.
Sehubungan dengan fungsi berpikir, otak dibagi menjadi dua belahan, yaitu
belahan otak kanan dan belahan otak kiri.
Secara rinci, cara berpikir belahan otak sebagai berikut: setiap belahan
otak terdiri dari bagan-bagan atau lobus. Lobus bagian depan berfungsi untuk
berpikir, lobus bagian samping berfungsi untuk mendengar dan keberbahasaan.
Lobus bagian atas berfungsi untuk pusat rasa dan bergerak dan lobus bagian
belakang berfungsi untuk penglihatan.
Selain itu fungsi otak sebelah kanan dan sebelah kiri sebagai berikut:
Otak
sebelah kanan Otak sebelah kiri
Berpikir
divergen berpikir
konvergen
-
Kreativitas -
Anilitis
-
Holistik -
Linier
-
Imajinatif -
Logis – teratur
-
Musik -
Matematik logis
-
Interpersonal -
Visual
-
Intrapersonal -
Spasial
Pusat-pusat otak akan
terangsang melalui indra yang mengalirkan bagaikan aliran listrik, semua informasi ke pusat-pusat otak melalui
serabut-serabut syarafnya. Kita sebagai orang tua atau guru hendaknya
mengembangkan kedua belahan otak secara seimbang melalui proses pembelajaran.
Agar proses pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan anak, Jean
Piaget membagi perkembangan kognisi anak sebagai berikut:
-
Tahap Sensori Motor (usia 0 – 2 tahun)
Pada masa ini skema anak sangat terbatas. Anak hanya mempunyai kemampuan
untuk menggemggam, mengisap, dan melihat benda. Pada masa ini anak hanya
tertarik kepada benda yang ada pada saat itu. Apabila benda disingkirkan anak
akan langsung lupa (usia 0–8 bulan). Pada usia 8–12 bulan anak sudah mampu
menyadari benda yang ada, sekalipun suatu benda disingkirkan (permainan) maka
ia berusaha untuk mencari mainan atau benda tersebut. Masa ini disebut masa ketatapan
benda. Pada masa ini juga anak sudah mengembangkan hubungan antara
pergerakan otot dengan pengaruhnya terhadap lingkungan; mengembangkan struktur
mental untuk melambangkan dunia serta memikirkan benda-benda yang dilihat;
menghasilkan kata-kata dan menggunakannya.
-
Tahap Pra Operasional (usia 2-7 tahun)
Masa ini berkaitan dengan perkembangan bahasa dan ingatan. Anak mampu
mengingat dan mengerti sesuatu hal yang terjadi dilingkungannya walaupun masih
bersifat sederhana. Perkembangan inteleknya bersifat egosentris
(menyamaratakan). Mereka tidak menyadari bahwa orang lain mempunyai pandangan
berbeda dengannya dan mengalami keterbatasan konservasi (masalah volume dan
ukuran).
-
Tahap Operasi Kongkrit (usia 7 – 11 tahun)
Anak pada masa ini masih tergantung pada benda, mampu mempelajari kaidah
lingkungannya, mampu menggunakan logika sederhana dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya.
-
Tahap operasi formal (11 – dewasa)
Pada masa ini anak telah mampu mengembangkan hukum dan mengerti peraturan
yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Selain itu anak sudah dapat membuat
hipotesis dan membuat kaidah tentang hal yang bersifat abstrak.
Berkaitan dengan pentahapan ini, seyogyanya orang tua dan
guru memberikan contoh benda yang merangsang perkembangan otaknya sesuai dengan
pentahapan tersebut. Selain itu orang tua harus berkomunikasi dengan anak
dengan cara yang lemah lembut sesuai dengan ajaran agama kita. Juga orang tua harus
mengenalkan Asma Allah, nyanyian yang bercirikan islam, serta mengkaitkan kekuasaan
Allah SWT ketika memperkenalkan anak dengan lingkungannya seperti
memperkenalkan tanaman, hewan, benda-benda langit (bintang), dan sebagainya. Pada
masa operasi kongkrit (usia 7 – 11 tahun) anak juga perlu dirangsang pemikiran
sederhana mengenai alam dan lingkungannya sesuai kaidah-kaidah agama. Pada
tahap operasi formal anak sudah harus diajarkan mengenai hukum-hukum yang
terkait dengan agama selain pelajaran umum serta pertimbangan-pertimbangan
ilmiah yang didasarkan kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Cara terbaik untuk menjelaskan berbagai hal yang terkait
dengan psikologi anak yakni dengan cara penuh kasih sayang, perhatian, dan
dengan contoh serta teladan dari orang tua (mauizhoh khasanah). Melalui komunikasi interpersonal antara
orang tua dan anak akan terjalin hubungan timbal balik, saling menyayangi,
mengasihi dan saling mempercayai.
2.2.
Manusia
sebagai Mahkluk Emosional
Emosi
adalah perasaan yang hebat terhadap seseorang atau suatu objek tertentu. Defenisi
lain mengemukakan emosi adalah keadaan perasaan yang komplek yang mengandung
komponen kejiwaan, badan, dan perilaku yang berkaitan dengn affect
(sikap) dan mood (perasaan). Emosi terkadang bisa mendorong seseorang
menuju kepada kebaikan, seperti kepedulian terhadap orang yang mendapat musibah,
keinginan untuk menolong dan mau berbagi rasa baik suka maupun susah. Emosi
dekat sekali dengan dorongan atau motivasi.
Proses terjadinya emosi disebabkan karena aktivitas sel
dalam area otak yang secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh urat
syaraf yang berasal dari area inti otak. Emosi ini sangat terkait dengan
bagaimana seseorang mampu mengolah atau memanage emosi tersebut, biasa disebut
dengan kecerdasan emosional. Keterampilan kecerdasan emosional tersebut
hendaknya bisa kita olah.
Pendekatan kecerdasan emosional ini
terdiri dari 4 (empat) keterampilan yang merupakan hirarki atau urutan. Keempat
pendekatan tersebut sebagai berikut:
(1)
Identifikasi emosi.
Emosi-emosi ini merupakan data yang akan menunjukkan kejadian apa yang
paling penting disekitar kita. Kejadian-kejadian tersebut hendaknya kita mampu
mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi kita kepada orang lain sehingga
terjadi komuniksi yang efektif, misalnya bagaimana kita mengemukakan emosi kita
pada kelompok sosial tertentu atau pada lingkungan tertentu. Tentunya kita
harus bisa membedakan peristiwa yang menyenangkan dan peristiwa yang
menyedihkan. Dan ini akan diekspresikan secara tepat oleh kita sesuai dengan
situasinya.
(2)
Menggunakan emosi.
Emosi secara langsung mempengaruhi perhatian kita terhadap suatu peristiwa
penting. Emosi tersebut akan terwujud dalam bentuk perilaku dan emosi tersebut
akan membantu mengarahkan kita untuk proses pemikiran kita untuk menyelesaikan
masalah-maslah kita.
(3)
Mengetahui tentang emosi
Kita melakukan sesuatu karena ada sebab. Kita akan merubah perasaan kita
sesuai dengan aturan yang ada. Pengetahuan kita tentang emosi merupakan
refleksi dari kemampuan kita untuk menganalisis emosi kita.
(4)
Mengolah emosi
Karena emosi dimulai dari informasi dan diikuti oleh pemikiran maka kita
mampu melakukan kecerdasan emosional sesuai dengan alasan kita, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, dan perilaku kita. Kemampuan mengolah emosi
inilah yang menjadikan kita menjadi orang yang bijaksana dalam mengatur
perasaan kita.
Agama islam banyak mengungkapkan
bagaimana kita harus mengolah hati kita. Misalnya apabila kita ingin marah maka
hendaklah kita memikirkan apa faedah marah. Dalm agama islam mengajarkan kita
bahwa suara hati selalu mengarah kepada perbuatan yang baik. Banyak ayat Allah
yang mengingatkan kita agar mampu mencerdaskan emosional kita. Dalam
surat Al-baqarah Allah berfirman agar kita senatiasa menjaga persatuan dan menghindari
perceraian. Juga Allah berfirman agar kita menjadi orang yang sabar, karena
Allah SWT senang pada orang yang senantiasa bersabar. Allah SWT juga berfirman
agar kita berperilaku adil baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain. Allah
SWT juga menganjurkan agar kita menebar kasih sayang kepada seluruh mahkluk
ciptaannya. Asmaul Husna yang terdiri
dari 99 sifat mulia antara lain meliputi; pencipta, penyayang, memelihara, sejahtera,
adil, suci, berkuasa, pemurah, mulia, berhitung, pemberi, dan pengampun.
Kesemuanya itu merupakan kecerdasan emosi dan spiritual suara hati dalam satu
kesatuan suara hati, pikiran dan tindakan dalam keseharian kita. Secara
psikologis pendidikan Islam pembentukan pribadi seperti tergambar dalam ajaran
agama,dengan menyontoh ciri-ciri Allah yang Maha Sempurna yang tertera dalam
asmaul-husna serta tauladan dari Nabi Muhamad SAW
2.3.
Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual merupakan lanjutan
dari kecerdasan emosional. Kecerdasan spiritual dimiliki oleh orang-orang yang
beriman. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, semua aktivitas yang dilakukan sesuai dengan
ajaran agamanya, tidak mudah terombang-ambing, demikian pula sebaliknya bagi
orang yang memiliki kecerdasan rendah segala aktivitas yang dilakukan banyak
menyimpang dari ajaran agamanya sehingga mudah terombang-ambing. Orang yang
memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi hatinya sangat dekat dengan Allah SWT.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk
menempatkn perilaku dan hidup kita dalam konteks makn yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermkna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual merupakan landasan
yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan akal dan kecerdasan emosional
secara efektif. Dasar kecerdasan spiritual ialah iman kepada Allah SWT, yang
harus ditanamkan sejak dini pada anak-anak kita.
Kecerdasan spiritual tersebut adalah
kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan,
malalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia
seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta berprinsip
hanya karena Allah.
III. Kesimpulan
Psikologi pendidikanAl islam kemuhammadiyahan merupakan suatu
integritas dari dasar-dasar psikologi dan pedagogik yang dilandasi oleh spiritual, dalam hal ini
ajaran rosullulah baginda nabi Muhammad SAW. dalam hal ini Allah telah memberikan akal dan hati nurani untuk
dikembangkan melalui pendidikan. Dengan pendidikan yang didasari
prinsip-prinsip ajaran agama akan membentuk pribadi dengan kemampuan berpikir yang mengoptimalkan kemampuan modalitas otak
baik otak belahan kanan dan belahan kiri.Tugas orang tua dan guru bagaimana
cara merangsang ke dua belahan otak tersebut dengan metoda dan teknik yang
tepat.
Dengan memperhatikan perkembangan anak,
orang tua dan guru hendaknya memacu anak
untuk mengembangkan kecerdasan intelektual,
emosional dan spiritual, menuju insan kamil yang menjadi dambaan setiap
individu .
DAFTAR PUSTAKA
David
R. Caruso, Peter Salovey. The Emotionally Intelligent Manager: How to
Develop and use the Four Key Emotional Skills of Leadership. Printed in
the United States of America ,
2004
Sri Esti Wuryani Djiwandodno. Psikologi Pendidikan.
Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2002.
Malcolm Hardy, Steve Heyes. Pengantar Psikologi.
Penerbit Erlangga. Jakarta, 1988.
Ary Ginanjar Agustian. Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual: Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun
Islam. Penerbit Arga. Jakarta. Indonesia, 2001.