Rabu, 14 Mei 2014

Artikel PAUD

MENDIDIK ANAK CERDAS
Oleh : Dirgantara wicaksono

Pendahuluan
            Pendidikan anak dewasa ini semakin menjadi perhatian utama dan prioritas para orang tua, para ahli pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Ada beberapa  penyebab mengapa anak menjadi fokus utama dalam pendidikan. Antara lain kesadaran akan pentingnya ”bersekolah” ada pula penyebab lain yaitu ingin menyerahkan beban pendidikan dari orang tua ke sekolah. Disisi lain ada orang tua yang justru tidak tahan arti pentingnya pendidikan pada anak, sehingga hak pendidikan pada anak terlantarkan. Tidak sedikit kondisi ini ada di sekitar kita, terutama di kota-kota besar misal Jakarta, dimana terdapat beberapa anak yang tidak mendapatkan haknya, seperti yang kita lihat setiap hari  anak-anak jalanan di tempat kemacetan, diperempatan lampu merah yang menadapatkan eksploitasi dari orang tuanya untuk bekerja dengan cara  meminta-minta, mengamen, melap kaca mobil dan lainnya. Padahal dilihat dari usia  rata-rata mereka masuk dalam usia sekolah yang berhak atas pendidikan. 
            Kondisi seperti ini tentu akan menghambat proses perkembangan dan pematangan, serta pandangan hidup yang tidak jelas. Memang pendidikan tidak hanya terjadi  di sekolah, karena masalah pendidikan akan selalu lekat dengan unsur kebudayaan, peristiwa dan lingkungan sekitar. Melalui pendidikan anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal Hak pendidikan pada anak mutlak diperlukan, apalagi undang-undang perlindungan anak sudah terakomodasi, antara lain hak memperoleh pendidikan, waktu luang rekreasi dan berkreasi. Memperoleh pendidikan artinya anak berhak untuk dididik sejak lahir. Tentunya pendidikan harus dilaksanakan oleh orang tua yang dinamakan pendidikan informal. Pendidikan awal ini sangat penting, dan disinilah anak pertama kali mendapat haknya dalam memperoleh pendidikan. Hak ini kemudian dibarengi dengan pendidikan di sekolah, setelah anak memasuki usia sekolah. Pendidikan sekolah sangat penting karena di sini anak diperkenalkan dengan membaca, menulis, berhitung sebagai pendidikan awal yang harus dilalui. Perkembangan yang diperlukan anak tidak hanya berkembang intelektualnya, tetapi juga perkembangan lainya seperti multiple intetelligences (kecerdasan jamak). Ini semuanya merupakan hak yang harus diterima anak melalui pendidikan. Sejalan dengan kemajuan zaman, tentunya bangsa Indonesia dengan kesadarannya dapat mensejahterakan  hak atas kelayakan pendidikan anak. Seperti dalam penomena  yang tergambar di atas, maka perlu penanganan serius atas hak-hak tersebut dengan melibatkan beberapa unsur elemennya baik  orang tua, masyarakat dan pemerintah untuk saling kerjasama dalam mengatasinya. .Dengan demikian sejauh mana hak-hak anak terutama dalam bidang pendidikan dapat dipenuhi.
            Sejalan dengan uraian di atas timbul permasalahan apakah hak-hak anak terutama dalam bidang pendidikan telah terpenuhi? Apakah ada reglasi yang melandasi hak-hak anak di Indonesia? Siapakah yang betanggung jawab untuk memberikan hak anak dalam pendidkan?


Filosofi Pendidikan Anak
Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepajang perjalanan  umat manusia. John dewey (1964) mengungkapkan bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah ”konservatif” dan ”progresif” dalam bentuk pendidikan sebagai formasi, sebagai rekapitulasi dan retrospeksi dan sebagai rekonstruksi. Sementara Michael Rutz (dalam Sindhunata 2001, IX) dikatakan bahwa pendidikan berawal dari fakta bahwa manusia mempunyai kekurangan. Pendidikan merupakan jawaban untuk manusia menjadi lengkap.Artinya pendidikan sebagai proses belajar yang ditujukan untuk membangun manusia dengan pengetahuan,sikap dan keterampilan. Jadi pendidikan sebagai usaha yang disengaja untuk membangun individu sebagai manusia yang mandiri dan berinteraksi dengan manusia lain atau masyarakat di mana ia berada. Mandiri dalam arti ia memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan ( Tilaar, 2004 ) yang diperlukan untuk hidup sebagai manusia modern yang beradap.
            Ada bermacam-macam pendapat yang berbeda terhadap pemecahan masalah seperti; mungkinkah atau dapatkah manusia itu dididik ? terkait dengan pertanyaan tersebut timbullah bermacam macam teori yaitu teori nativisme, emperisme dan Konvergensi. Aliran Nativisme yang dipelopori oleh Schopenhauer dan dianut oleh Prof.Heymans. Menurut aliran ini pendidikan itu tidak mungkin atau pendidikan itu tidak dapat mempengaruhi perkembangan manusia, karena pekembamgan manusia itu ditentukan oleh nativisnya atau pembawaannya. Manusia lahir dengan pembawaannya yang sama sekali tidak dapat diubah. Aliran lainnya yang berlawanan dengan aliran nativisme ialah aliran empirisme. Tokoh dari aliran ini antara lain John Lock . Ia berpendapat bahwa manusia lahir dengan jiwa yang kosong, yang jiwa ini terisi dengan oleh ide-ide atau pengertian-pengertian, karena pengaruh dari luar . Lock berpendapat bahwa anak yang lahir itu ibarat kertas yang masih putih dan pendidik dapat membuat coretan di atas kertas tadi menurut kehendaknya.Jadi pendidikan adalah maha kuasa. Hal yang sejalan dengan pandangan tersebut, Plato berpendapat bahwa alam sekitar dengan materi yang disekitarnya mempunyai pengaru penting.
            Ke dua aliran ini tidak dapat diterima dari segi paedagogis. Aliran nativisme dengan ekstrim menonjolkan faktor pembawaan atau faktor heriditer yang lebih mementingkan faktor keturunan dan merupakan faktor lingkungan. Aliran emfirisme juga tidak sesuai dengan kenyataan paedagogis karena teori ini terlalu ekstrim menonjolkan peranan pendidikan pada umumnya yan biasa disbut golongan envirionmentalist.
            Ke tiga adalah teori konvergensi yang dipelopori olehWillion Stern ia tidak menyetujui kedua aliran di atas. Perkembangan manusia adalah hasil perpaduan kerjasama konvergensi anatara faktor bakat dan faktor aam sekitar. Mereka percaya bahwa faktor bawaan atau potensi ada sejak lahir. Tetapi potensi yan masih diam tadi memerlukan rangsangan dari luar untuk tumbuh dan berkembang. Jadi pendidikan sangat menentukan untuk mempengaruhi dari bawaan anak dan berkembang kearah kemajuan tertentu dalam batas-batas yang seirama dengan kodrat yang dibawa sejak lahir. Adanya perbedaan individual juga disebabkan karena adanya perbedaaan kedua faktor tersebut. Dengan  pendidikan  hak anak dapat diterima dengan baik agar mereka tumbuh kembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pendidikan ini diberikan untuk seluruh anak baik dilikungan kultur desa maupun perkotaan.
            Selain ke tiga aliran tersebut, perlu dicermati , bahwa kedudukan anak dapat ditinjau secara filosofis, sosilogis,  politis dan yuridis. Secara filosofis anak adalah amanah Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan oleh orang tua dan masyarakat, antara lain hak dalam pendidikan; secara sosiologis anak adalah generasi penerus keluarga, masyarakat dan bangsa, sehingga harus dirawat, dididik, dan dibina agar kelngsungan hidup, serta tumbuh dan kembangnya terjamin; secara politis anak adalah warga negara yang menjadi tanggung jawab negara dan pemerintah sesuai amanat UUD 1945; secara yuridis setiap orang tua atau kelompok orang yang mengabaikan hak-hak anak ( kekerasan, eksploitasi, diskriminasi ) harus dihukum untuk memberi efek jera.
           
Acuan kebijakan atas pendidikan  anak di Indonesia:
            Pendidikan anak di Indonesia pada dasarnya telah memiliki landasan hukum yang jelas untuk direalisasikan. Landasan hukum tersebut yaitu:
  1. Landasan hukum yang terkait yang tersirat dalam UUD 1945 pasal 28 ayat 2 yaitu negara  menjamin kelangsungan hidup, pengembangan dan perlindungan anak terhadap eksploitasi dan kekerasan.
  2. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlidungan Anak.
Undang-undang ini memerinci berbagai faktor hak-hak anak, antara lain hak dan kewajiban, kedudukan anak, perwalian, pengasuhan dan pengangkatan anak, bahkan dibahas juga mengenai penyelenggaraan perlindungan anak, peran masyarakat, serta komisi perlindungan anak Indonesia.
  1. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 dinyatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
  2. Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua, Jomtien Thailand 1990. berisi enam buah tujuan yang perlu diraih yaitu:
1.      Meluaskan kegiatan-kegiatan perawatan dan pembangunan anak usia dini, termasuk intervensi keluarga dan komunitas, khususnya untuk anak-anak miskin, tak beruntung dan cacat.
2.      Akses universal pada penamatan sekolah dasar atau tingkat pendidikan tinggi yang manapun yang dianggap ”dasar” menjelang tahun 2000
3.      Perbaikan dalam presentasi belajar, sedemikian rupa sehinga suatu persentasi yang disepakati  untuk kelompok umur yang tepat (umpamanya 80 % dari anak yang berusia 14 tahun) dicapai atau dilampaui tingkat tertentu yang ditetapkan yang diperlukan untuk prestasi belajar.
4.      Pengurangan tigkat keaksaraan orang-orang dewasa (kelompok umur yang tepat ditetapkan oleh tiap negara.
5.      Perluasan penyediaaan pendidikan dan pelatihan dasar dalam keterampilan-keterampilan lain diperlukan oleh pemuda dan orang-orang dewasa.
6.      Perolehan yang meningkat dari orang seorang dan keluarga-keluarga akan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yng diperlukan untuk kehidupan yang lebih baik, dan pembangunan yang sehat dan berkelanjutan hendaklah tersdia melalui semua jalur pendidikan, termasuk media masa.
Dengan demikian, atas dasar kebijakan tersebut hendaknya hak pendidikan anak dapat terwujud dan menjadi tanggungjawab kita semua, baik negara, pemerintah, mayarakat, keluarga dan orangtua dalam mengotimalkan pendidikan terutama dikalangan anak bangsa.

Selintas Pandang  Pendidikan Anak di Indonesia
            Berbicara masalah pendidikan, hendaknya kita jangan hanya terpaku pada sistem persekolahan yang terbatasi pada tempat buah dinding putih bangku yang tertata rapi. Bagi usia anak-anak, orang tua merupakan guru yang terpenting dan rumah tangga merupakan lingkungan belajar utamanya. Dari sini fungsi pendidikan untuk anak perlu direalisasikan, bukan sekedar memberi pengetahuan kepada anak melainkan bagaimana pendidikan itu dapat mengakses anak untuk berpikir, bereksplorasi, bergaul, berekspresi, berimajinasi tentang berbagai hal yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Dengan  mengoptimalkan potensi multiple inteligences (kecerdasan jamak) anak dalam mendapatkan pendidikannya.
            Menyiasati kondisi tersebut perlu dikembangkan kebijakan revitalisasi atas program-program layanan pendidikan anak secara terpadu. Keterpaduan program tidak melemahkan dan menghilangkan yang ada melainkan akan menjadi solusi dalam memecahkan masalah dan dapat mengisi serta saling melengkapi berbagai pihak.
Dan yang menjadi sorotan dewasa ini, belum adanya kebijakan pemerintah yang memperioritaskan hak atas pendidikan anak seperti halnya dalam pendidikan formal, yang mana dapat berimplikasi pada terbatasnya implementasi layanan pendidikan anak dilapangan. Untuk itu peran serta komponen bangsa baik keluarga sebagai sasaran, masyarakat, LSM, dan pihak pemerintah untuk menjembatani atas terwujudnya layanan program pendidikan untuk anak bangsa dapat tercapai.

Pentingnya Layanan  Pendidikan Anak Dalam Peningkatan SDM
            Jika berkaca kebelakang terlihat bahwa selama ini perhatian pemerintah terhadap pendidikan dini sangat rendah. Padahal belajar dari pengalamn negara lain yang telah maju mereka sangat memperhatikan atas pendidikan bagi anak bangsanya dalam penyiapan pembangunan SDMnya. Mengapa ini penting ? Karena pendidikan dini memiliki kontribusi besar terhadap pengembangan kwalitas SDM saat dewasanya kelak. Oleh karena itu layanan penididikan untuk anak selayaknya mendapatkan  perhatikan yang serius dan dapat menyentuh semua anak.
            Hal ini sesuai dengan pilar pendidikan atas layanan pembelajaran fundamental sepanjang hidup manusia untuk memperoleh hak pendidikannya yaitu:
  1. Learning to know (belajar untuk tahu) yaitu instrument yang didapat dari pemahaman anak terhadap informasi yang diterimanya..
  2. Learning to do (belajar mengerjakan), untuk mampu bertindak secara kreatif terhadap lingkungannya.
  3. Learning to live together, learning to live with others (belajar hidup bersama) berpartisipasi dan berkooperasi dengan orang lain dalam aktivitas keseharian.
  4. Learning to be (belajar untuk menjadi), sebuah kemajuan esensial yang merupakan akibat dari tiga pembelajaran lainnya yaitu bagaimana anak mandiri dan mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Dari pilar-pilar pendidikan akan sangat berarti jika hak pendidikan anak dapat terlaksana dan berhasil dengan baik.

Komponen Pelaku Pendidikan Anak
            Komponen pelaku atas hak pendidikan anak, harus dilaksanakan dengan saling kerjasama agar proses pelaksanaanya dapat berhasil dengan baik. Komponen tersebut meliputi:
  1. Anak merupakan subyek sentral yang memiliki potensi, bakat, minat untuk berkembang dan maju.
  2. Lembaga keluarga sebagai guru pertama dan utama bagi anak yaitu orang tua, dalam hubungan dengan proses pendidikan anak, orang tua memberikan stimulasi edukasi sebagai pemberian kesempatan pada anak untuk dapat mengembangkan potensi dirinya baik secara emosional, spritual dan intelektual..
  3. Lemabaga keagamaan untuk meningkatkan moral yang bermartabat dan menjadikan manusia yang berkualitas, seperti taman pendidikan alqur’an dan lainnya.
  4. Lembaga pendidikan sekolah formal, dari TK sampai SD
  5. Lembaga pendidikan luar sekolah, yang menangani pendidikan non formal dan informal yaitu KB, Taman Penitipan Anak, Sanggar Belajar, Rumah Singgah dan sejenisnya.
  6. Lembaga pemerintah, aparatur pemerintah baik tingkat daerah maupun pusat hal ini sesuai amanat UUD 1945..
  7. Lembaga Swadaya Masyarakat, dan organisasi-organisasi Pendidikan, seperti yayasan.
  8. Dunia usaha/perusahaan, baik lokal maupun nasional untuk mempasilitasinya.
  9. Media masa
  10. Semua orang yang bekerja, para profesional, sosial.

Kesimpulan

            Hak pendidikan pada anak mutlak diperlukan, karena anak adalah amanat Tuhan yang harus dipelihara dan dikembangkan potensinya. UU perlindungan anak telah menjelaskan bahwa anak sebagai penerus generasi harus dilindungi hak-haknya antara lain hak pendidikn.
            Pendidikan sangat pentig sebagai ujung tombak untuk mengembangkan potensi anak. Routh (2001) mengatakan bahwa usia prasekolah (2-6 tahun) adalah masa-masa ajaib, karena dengan sekejab terjadi perubahan-perubahan yang mengagumkan pada diri seorang anak. Hanya dalam waktu tiga tahun seorang bayi yang masih merangkak dan tidak berbicara menjadi orang ”sungguhan” yang bisa berbicara dan berjalan. Masa-masa ini merupakan perkembangan yang paling pesat dala rentang kehidupan manusia.
            Namun perkembangan tesebut tidak terjadi secara sertamerta dengan sendirinya. Perlu campur tangan dan bantuan orang lain agar potensi yang ada pada seorang anak dapat berkembang secara optimal. Perkembangan tersebut biasa dikenal dengan multiple inteligences (kecerdasan jamak).
            Dalam kaitan dengan hak pendidikan anak, bahwa dijelaskan pada deklarasi pendidikan untuk semua pada tahun 1990 (Jomtien-Thailand) menetapkan kebutuhan dasar pendidikan adalah  1) kebutuhan hidup; 2) mengebangkan dirinya secara optimal; 3) berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat; 4) memperoleh pekerjaaan; 5) mengambil keputusan berdasarkan informasi; 6) belajar sepanjang hayat.
            Untuk mencapai hal tersebut perlu partisipasi semua pihak antara lain orang tua, sekolah dan masyarakat yang biasa disebut tri pusat pendidikan.    


DAFTAR PUSTAKA

Delors, J..et.al (1998) Learning the treasure Within, Report to Unesco of the internatinal Commision of Education for the Twenty first Century, Paris Unesco
Elliot, G (1999) Lifelong learning, London: Jessia Kingsley Publishers
Matini Jamaris (2003), Perkembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak, Program Pendidikan Anak Usia Dini, PPS UNJ, Jakarta
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar