MENDIDIK ANAK CERDAS
Oleh
: Dirgantara wicaksono
Pendahuluan
Pendidikan anak dewasa ini semakin menjadi
perhatian utama dan prioritas para orang tua, para ahli pendidikan, masyarakat
dan pemerintah. Ada beberapa penyebab
mengapa anak menjadi fokus utama dalam pendidikan. Antara lain kesadaran akan
pentingnya ”bersekolah” ada pula penyebab lain yaitu ingin menyerahkan beban
pendidikan dari orang tua ke sekolah. Disisi lain ada orang tua
yang justru tidak tahan arti pentingnya pendidikan pada anak, sehingga hak
pendidikan pada anak terlantarkan. Tidak sedikit kondisi ini ada di sekitar kita,
terutama di kota-kota besar misal Jakarta, dimana terdapat beberapa anak yang
tidak mendapatkan haknya, seperti yang kita lihat setiap hari anak-anak jalanan di tempat kemacetan, diperempatan
lampu merah yang menadapatkan eksploitasi dari orang tuanya untuk bekerja
dengan cara meminta-minta, mengamen,
melap kaca mobil dan lainnya. Padahal dilihat dari usia rata-rata mereka masuk dalam usia sekolah
yang berhak atas pendidikan.
Kondisi seperti ini tentu akan menghambat
proses perkembangan dan pematangan, serta pandangan hidup yang tidak jelas.
Memang pendidikan tidak hanya terjadi di
sekolah, karena masalah pendidikan akan selalu lekat dengan unsur kebudayaan,
peristiwa dan lingkungan sekitar. Melalui pendidikan anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal Hak pendidikan pada anak
mutlak diperlukan, apalagi undang-undang perlindungan anak sudah terakomodasi,
antara lain hak memperoleh pendidikan, waktu luang rekreasi dan berkreasi.
Memperoleh pendidikan artinya anak berhak untuk dididik sejak lahir. Tentunya
pendidikan harus dilaksanakan oleh orang tua yang dinamakan pendidikan informal.
Pendidikan awal ini sangat penting, dan disinilah anak pertama kali mendapat
haknya dalam memperoleh pendidikan. Hak ini kemudian dibarengi dengan
pendidikan di sekolah, setelah anak memasuki usia sekolah. Pendidikan sekolah
sangat penting karena di sini anak diperkenalkan dengan membaca, menulis,
berhitung sebagai pendidikan awal yang harus dilalui. Perkembangan yang
diperlukan anak tidak hanya berkembang intelektualnya, tetapi juga perkembangan
lainya seperti multiple intetelligences (kecerdasan jamak). Ini semuanya
merupakan hak yang harus diterima anak melalui pendidikan. Sejalan dengan kemajuan zaman, tentunya bangsa
Indonesia dengan kesadarannya dapat mensejahterakan hak atas kelayakan pendidikan anak. Seperti
dalam penomena yang tergambar di atas,
maka perlu penanganan serius atas hak-hak tersebut dengan melibatkan beberapa unsur
elemennya baik orang tua, masyarakat dan
pemerintah untuk saling kerjasama dalam mengatasinya. .Dengan demikian sejauh mana
hak-hak anak terutama dalam bidang pendidikan dapat dipenuhi.
Sejalan dengan uraian di atas
timbul permasalahan apakah hak-hak anak terutama dalam bidang pendidikan telah
terpenuhi? Apakah ada reglasi
yang melandasi hak-hak anak di Indonesia? Siapakah yang betanggung jawab untuk
memberikan hak anak dalam pendidkan?
Filosofi Pendidikan Anak
Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada
setiap kehidupan bersama dan berjalan sepajang perjalanan umat manusia. John dewey (1964) mengungkapkan bahwa pendidikan
dapat dipahami sebagai sebuah ”konservatif” dan ”progresif” dalam bentuk
pendidikan sebagai formasi, sebagai rekapitulasi dan retrospeksi dan sebagai
rekonstruksi. Sementara Michael Rutz (dalam Sindhunata 2001, IX) dikatakan
bahwa pendidikan berawal dari fakta bahwa manusia mempunyai kekurangan.
Pendidikan merupakan jawaban untuk manusia menjadi lengkap.Artinya pendidikan
sebagai proses belajar yang ditujukan untuk membangun manusia dengan
pengetahuan,sikap dan keterampilan. Jadi pendidikan sebagai usaha yang
disengaja untuk membangun individu sebagai manusia yang mandiri dan
berinteraksi dengan manusia lain atau masyarakat di mana ia berada. Mandiri
dalam arti ia memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan ( Tilaar, 2004
) yang diperlukan untuk hidup sebagai manusia modern yang beradap.
Ada bermacam-macam
pendapat yang berbeda terhadap pemecahan masalah seperti; mungkinkah atau
dapatkah manusia itu dididik ? terkait dengan pertanyaan tersebut timbullah
bermacam macam teori yaitu teori nativisme, emperisme dan Konvergensi. Aliran
Nativisme yang dipelopori oleh Schopenhauer dan dianut oleh Prof.Heymans.
Menurut aliran ini pendidikan itu tidak mungkin atau pendidikan itu tidak dapat
mempengaruhi perkembangan manusia, karena pekembamgan manusia itu ditentukan
oleh nativisnya atau pembawaannya. Manusia lahir dengan pembawaannya yang sama
sekali tidak dapat diubah. Aliran lainnya yang berlawanan dengan aliran nativisme
ialah aliran empirisme. Tokoh dari aliran ini antara lain John Lock . Ia
berpendapat bahwa manusia lahir dengan jiwa yang kosong, yang jiwa ini terisi
dengan oleh ide-ide atau pengertian-pengertian, karena pengaruh dari luar . Lock
berpendapat bahwa anak yang lahir itu ibarat kertas yang masih putih dan
pendidik dapat membuat coretan di atas kertas tadi menurut kehendaknya.Jadi
pendidikan adalah maha kuasa. Hal yang sejalan dengan pandangan tersebut, Plato
berpendapat bahwa alam sekitar dengan materi yang disekitarnya mempunyai
pengaru penting.
Ke dua aliran ini tidak dapat diterima dari segi paedagogis.
Aliran nativisme dengan ekstrim menonjolkan faktor pembawaan atau faktor
heriditer yang lebih mementingkan faktor keturunan dan merupakan faktor
lingkungan. Aliran emfirisme juga tidak sesuai dengan kenyataan paedagogis karena
teori ini terlalu ekstrim menonjolkan peranan pendidikan pada umumnya yan biasa
disbut golongan envirionmentalist.
Ke tiga adalah teori
konvergensi yang dipelopori olehWillion Stern ia tidak menyetujui kedua aliran
di atas. Perkembangan manusia adalah hasil perpaduan kerjasama konvergensi
anatara faktor bakat dan faktor aam sekitar. Mereka percaya bahwa faktor bawaan
atau potensi ada sejak lahir. Tetapi potensi yan masih diam tadi memerlukan
rangsangan dari luar untuk tumbuh dan berkembang. Jadi pendidikan sangat
menentukan untuk mempengaruhi dari bawaan anak dan berkembang kearah kemajuan
tertentu dalam batas-batas yang seirama dengan kodrat yang dibawa sejak lahir.
Adanya perbedaan individual juga disebabkan karena adanya perbedaaan kedua
faktor tersebut. Dengan pendidikan hak anak dapat diterima dengan baik agar
mereka tumbuh kembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pendidikan ini diberikan untuk seluruh anak
baik dilikungan kultur desa maupun perkotaan.
Selain ke tiga aliran
tersebut, perlu dicermati , bahwa kedudukan anak dapat ditinjau secara
filosofis, sosilogis, politis dan
yuridis. Secara filosofis anak adalah amanah Tuhan yang harus dipertanggung
jawabkan oleh orang tua dan masyarakat, antara lain hak dalam pendidikan; secara
sosiologis anak adalah generasi penerus keluarga, masyarakat dan bangsa,
sehingga harus dirawat, dididik, dan dibina agar kelngsungan hidup, serta tumbuh
dan kembangnya terjamin; secara politis anak adalah warga negara yang menjadi
tanggung jawab negara dan pemerintah sesuai amanat UUD 1945; secara yuridis
setiap orang tua atau kelompok orang yang mengabaikan hak-hak anak ( kekerasan,
eksploitasi, diskriminasi ) harus dihukum untuk memberi efek jera.
Acuan kebijakan atas
pendidikan anak di Indonesia:
Pendidikan anak di
Indonesia pada dasarnya telah memiliki landasan hukum yang jelas untuk
direalisasikan. Landasan hukum tersebut yaitu:
- Landasan
hukum yang terkait yang tersirat dalam UUD 1945 pasal 28 ayat 2 yaitu
negara menjamin kelangsungan hidup,
pengembangan dan perlindungan anak terhadap eksploitasi dan kekerasan.
- Undang-undang
nomor 23 tahun 2002 tentang Perlidungan Anak.
Undang-undang ini memerinci berbagai faktor hak-hak
anak, antara lain hak dan kewajiban, kedudukan anak, perwalian, pengasuhan dan
pengangkatan anak, bahkan dibahas juga mengenai penyelenggaraan perlindungan
anak, peran masyarakat, serta komisi perlindungan anak Indonesia.
- Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1
dinyatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
- Deklarasi
Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua, Jomtien Thailand 1990. berisi enam
buah tujuan yang perlu diraih yaitu:
1. Meluaskan kegiatan-kegiatan perawatan dan
pembangunan anak usia dini, termasuk intervensi keluarga dan komunitas,
khususnya untuk anak-anak miskin, tak beruntung dan cacat.
2. Akses universal pada penamatan sekolah dasar
atau tingkat pendidikan tinggi yang manapun yang dianggap ”dasar” menjelang
tahun 2000
3. Perbaikan dalam presentasi belajar,
sedemikian rupa sehinga suatu persentasi yang disepakati untuk kelompok umur yang tepat (umpamanya 80
% dari anak yang berusia 14 tahun) dicapai atau dilampaui tingkat tertentu yang
ditetapkan yang diperlukan untuk prestasi belajar.
4. Pengurangan tigkat keaksaraan orang-orang
dewasa (kelompok umur yang tepat ditetapkan oleh tiap negara.
5. Perluasan penyediaaan pendidikan dan
pelatihan dasar dalam keterampilan-keterampilan lain diperlukan oleh pemuda dan
orang-orang dewasa.
6. Perolehan yang meningkat dari orang
seorang dan keluarga-keluarga akan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai
yng diperlukan untuk kehidupan yang lebih baik, dan pembangunan yang sehat dan
berkelanjutan hendaklah tersdia melalui semua jalur pendidikan, termasuk media
masa.
Dengan demikian, atas dasar kebijakan tersebut
hendaknya hak pendidikan anak dapat terwujud dan menjadi tanggungjawab kita
semua, baik negara, pemerintah, mayarakat, keluarga dan orangtua dalam mengotimalkan
pendidikan terutama dikalangan anak bangsa.
Selintas Pandang Pendidikan Anak
di Indonesia
Berbicara masalah
pendidikan, hendaknya kita jangan hanya terpaku pada sistem persekolahan yang
terbatasi pada tempat buah dinding putih bangku yang tertata rapi. Bagi usia
anak-anak, orang tua merupakan guru yang terpenting dan rumah tangga merupakan
lingkungan belajar utamanya. Dari sini fungsi pendidikan untuk anak perlu
direalisasikan, bukan sekedar memberi pengetahuan kepada anak melainkan
bagaimana pendidikan itu dapat mengakses anak untuk berpikir, bereksplorasi,
bergaul, berekspresi, berimajinasi tentang berbagai hal yang dapat merangsang
pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Dengan mengoptimalkan potensi multiple inteligences
(kecerdasan jamak) anak dalam mendapatkan pendidikannya.
Menyiasati kondisi
tersebut perlu dikembangkan kebijakan revitalisasi atas program-program layanan
pendidikan anak secara terpadu. Keterpaduan program tidak melemahkan dan
menghilangkan yang ada melainkan akan menjadi solusi dalam memecahkan masalah
dan dapat mengisi serta saling melengkapi berbagai pihak.
Dan yang menjadi sorotan dewasa ini, belum adanya
kebijakan pemerintah yang memperioritaskan hak atas pendidikan anak seperti
halnya dalam pendidikan formal, yang mana dapat berimplikasi pada terbatasnya
implementasi layanan pendidikan anak dilapangan. Untuk itu peran serta komponen
bangsa baik keluarga sebagai sasaran, masyarakat, LSM, dan pihak pemerintah
untuk menjembatani atas terwujudnya layanan program pendidikan untuk anak
bangsa dapat tercapai.
Pentingnya Layanan Pendidikan Anak Dalam Peningkatan SDM
Jika berkaca kebelakang
terlihat bahwa selama ini perhatian pemerintah terhadap pendidikan dini sangat
rendah. Padahal belajar dari pengalamn negara lain yang telah maju mereka
sangat memperhatikan atas pendidikan bagi anak bangsanya dalam penyiapan
pembangunan SDMnya. Mengapa ini penting ? Karena pendidikan dini memiliki
kontribusi besar terhadap pengembangan kwalitas SDM saat dewasanya kelak. Oleh
karena itu layanan penididikan untuk anak selayaknya mendapatkan perhatikan yang serius dan dapat menyentuh
semua anak.
Hal ini sesuai dengan
pilar pendidikan atas layanan pembelajaran fundamental sepanjang hidup manusia
untuk memperoleh hak pendidikannya yaitu:
- Learning to know (belajar untuk tahu) yaitu instrument yang didapat dari pemahaman anak terhadap informasi yang diterimanya..
- Learning to do (belajar mengerjakan), untuk mampu bertindak secara kreatif terhadap lingkungannya.
- Learning to live together, learning to live with others (belajar hidup bersama) berpartisipasi dan berkooperasi dengan orang lain dalam aktivitas keseharian.
- Learning to be (belajar untuk menjadi), sebuah kemajuan esensial yang merupakan akibat dari tiga pembelajaran lainnya yaitu bagaimana anak mandiri dan mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Dari pilar-pilar pendidikan akan sangat berarti
jika hak pendidikan anak dapat terlaksana dan berhasil dengan baik.
Komponen Pelaku Pendidikan
Anak
Komponen pelaku atas hak
pendidikan anak, harus dilaksanakan dengan saling kerjasama agar proses
pelaksanaanya dapat berhasil dengan baik. Komponen tersebut meliputi:
- Anak
merupakan subyek sentral yang memiliki potensi, bakat, minat untuk
berkembang dan maju.
- Lembaga
keluarga sebagai guru pertama dan utama bagi anak yaitu orang tua, dalam
hubungan dengan proses pendidikan anak, orang tua memberikan stimulasi
edukasi sebagai pemberian kesempatan pada anak untuk dapat mengembangkan
potensi dirinya baik secara emosional, spritual dan intelektual..
- Lemabaga
keagamaan untuk meningkatkan moral yang bermartabat dan menjadikan manusia
yang berkualitas, seperti taman pendidikan alqur’an dan lainnya.
- Lembaga
pendidikan sekolah formal, dari TK sampai SD
- Lembaga
pendidikan luar sekolah, yang menangani pendidikan non formal dan informal
yaitu KB, Taman Penitipan Anak, Sanggar Belajar, Rumah Singgah dan
sejenisnya.
- Lembaga
pemerintah, aparatur pemerintah baik tingkat daerah maupun pusat hal ini
sesuai amanat UUD 1945..
- Lembaga
Swadaya Masyarakat, dan organisasi-organisasi Pendidikan, seperti yayasan.
- Dunia
usaha/perusahaan, baik lokal maupun nasional untuk mempasilitasinya.
- Media
masa
- Semua
orang yang bekerja, para profesional, sosial.
Kesimpulan
Hak pendidikan pada anak
mutlak diperlukan, karena anak adalah amanat Tuhan yang harus dipelihara dan
dikembangkan potensinya. UU perlindungan anak telah menjelaskan bahwa anak
sebagai penerus generasi harus dilindungi hak-haknya antara lain hak pendidikn.
Pendidikan sangat pentig
sebagai ujung tombak untuk mengembangkan potensi anak. Routh (2001) mengatakan
bahwa usia prasekolah (2-6 tahun) adalah masa-masa ajaib, karena dengan sekejab
terjadi perubahan-perubahan yang mengagumkan pada diri seorang anak. Hanya
dalam waktu tiga tahun seorang bayi yang masih merangkak dan tidak berbicara
menjadi orang ”sungguhan” yang bisa berbicara dan berjalan. Masa-masa ini
merupakan perkembangan yang paling pesat dala rentang kehidupan manusia.
Namun perkembangan tesebut
tidak terjadi secara sertamerta dengan sendirinya. Perlu campur tangan dan
bantuan orang lain agar potensi yang ada pada seorang anak dapat berkembang
secara optimal. Perkembangan tersebut biasa dikenal dengan multiple
inteligences (kecerdasan jamak).
Dalam kaitan dengan hak
pendidikan anak, bahwa dijelaskan pada deklarasi pendidikan untuk semua pada
tahun 1990 (Jomtien-Thailand) menetapkan kebutuhan dasar pendidikan adalah 1) kebutuhan hidup; 2) mengebangkan dirinya
secara optimal; 3) berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat; 4) memperoleh
pekerjaaan; 5) mengambil keputusan berdasarkan informasi; 6) belajar sepanjang
hayat.
Untuk mencapai hal
tersebut perlu partisipasi semua pihak antara lain orang tua, sekolah dan
masyarakat yang biasa disebut tri pusat pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Delors, J..et.al (1998)
Learning the treasure Within, Report to Unesco of the internatinal Commision of
Education for the Twenty first Century, Paris Unesco
Elliot, G (1999) Lifelong learning, London : Jessia Kingsley Publishers
Matini Jamaris (2003),
Perkembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak, Program Pendidikan Anak Usia Dini,
PPS UNJ, Jakarta
Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar