PEMBELAJARAN
KONTRUKTIVISME
Oleh: Dirgantara Wicaksono
A.
PENDAHULUAN
Era globalisasi
dan transformasi dalam segala aspek kehidupan telah memacu bangsa Indonesia untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya
manusia dilakukan melalui proses pendidikan. Oleh karena itu,
pendidikan memiliki peran penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Melalui pengembangan
kualitas sumber daya manusia, diharapkan mampu mendudukan bangsa Indonesia
bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Hal ini mengingat, pendidikan merupakan
kunci bagi suatu bangsa untuk dapat menyiapkan masa depan dan sanggup bersaing
dengan bangsa lain. Pendidikan memeiliki
fungsi dan potensi untuk melakukn persiapan-persiapan menghadapi perubahan
dalam masyarakat sesuai dengan tuntutan era globalisasi dan transformasi.
Dunia
pendidikan dituntut memberikan respon lebih cermat terhdap perubahan-perubahan
yang tengah berlangsung di masyarakat. Pendidikan dituntut untuk menerapkan
strategi pendidikan yang mampu menyiapkan sumber daya manusia agar memiliki
nilai-nilai (values) yang dibutuhkan untuk bersaing pada era globalisasi
dan informasi. Dengan demikian, pendidikan harus menyiapkan peserta didik yang
berkualitas yang bukan hanya menguasai aspek ketrampiln dasar baru serta
ketrampilan sosial dan aspek kepribadian dengan penekanan pada pengembangan
nilai-nilai dasar (basic values) sehingga akan menjadi dasar yang kuat
bagi sukses dimasa mendatang. Untuk itu, diperlukan reformasi pendidikan
khususnya pendidikan dasar apabila kita ingin menyiapkan pribadi berkualitas
dalam menghadapi pesaingan global.
Namun, disadari
bahwa pembangunan pendidikan bukanlah urusan yang sederhana melainkan urusan
menyangkut berbagai pihak, aspek dan dimensi dengan sifatnya yang dinamis, kompleks,
mendalam dan luas. Pendidikan juga bukan sesuatu yang bersifat “quick
yielding”, melainkan membutuhkan waktu yang lama dan proses yang panjang.
Oleh karena itu, memerlukan ketekunan dan kesungguhan dalam penanganannya.
Diperlukan adanya kajian yang bijak dalam mengimplementasikan seluruh kebijakan
pendidikan sehingga pendidikan mampu dilaksanakan secara efektif dan efisien
dalam mempersiapkan generasi bangsa yang kreatif, mandiri, inovatif,
kompetitif, dan demokratis.
B. PEMBAHASAN
Teori belajar
kontruktivisme masih relevan dalam pembelajaran sekarang karena merupakan teori
belajar yang menekankan pada pemerolehan ilmu dan pengetahuan yang dilakukan
secara aktif oleh siswa memperoleh pengetahuannya melalui
pengalaman-pengalamannya. Saat sekarang, teori ini masih relevan karena pemerolehan
ilmu dan pengetahuan melalui jalan ini akan melekat lebih erat dalam memori.
Siswa tidak sekedar memahami kata-kata, tetapi juga konsep dari ilmu dan pengetahuan
tersebut. Sistem pendidikan modern saat ini juga menekankan pemerolehan konsep
pengetahuan ini, jadi tidak sekedar pemahaman verbal.
Peranan guru dalam pelaksanaan belajar dengan menggunakan teori kontruktivisme
adalah dengan mengarahkan dan membimbing siswa untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman belajar sampai siswa memahami konsep-konsep ilmu dan
pengetahuan serta mendorong siswa untuk mengemukakan pikirannya. Peranan guru
adalah sebagai fasilitator yang meliputi:
1.
guru menciptakan lingkungan yang inovatif
2.
guru menyediakan bahan-bahan sebagai sumber belajar
3.
guru membantu siswa dalam mendapatkan pengalaman atau mengeksplorasi
pengalaman
4.
guru
membantu siswa dalam hal membentuk konsep
5.
guru membantu siswa mengemukakan pikirannya
6.
guru membantu siswa dalam memecahkan masalah
konstruktivistik merupakan suatu teori tentang pengetahuan dan pembelajaran
(knowledge and learning); pengetahuan dan pembelajaran menggambarkan dua
hal yaitu apakah pengetahuan itu dan bagaimana suatu pengetahuan itu datang?
Teori konstrutivistik merupakan bagian dari teori kognitif yang telah
diperkenalkan oleh Jean Piaget 60 tahun yang lalu. Berdasarkan pernyataan
tersebut, maka konstruktivistik mementingkan tiga aspek yaitu adaptasi
sebagai ganti dari penggambaran (adaptation instead of representation). Konsep
adaptasi berasal dari biologi yaitu hubungan antara kehidupan organisme dengan
lingkungan mereka seperti kutipan berikut:
”The relationship of viable
biological organisms to their envioroment provieded a means to reformulate the
relationship between the cognitive subject’s conceptual structures and that
subject’s less accurate representation of external things, situation, and
events, but rather as a mapping of action and conceptual operation that had
proven viable in the knowing subject’s experience”
Aspek
konstruktivisme adaptasi menekankan pada keterkaitan antara konsepyang sudah
dimiliki seseorang, beradaptasi dengan pengalaman seseorang.
Aspek kedua
dari konstruktivisme adalah pemahaman pada lingkungan (the concept of environment).
Dalam model konstruktivisme, lingkungan mempunyai makna yang jelas yaitu:
ketika kita berbicara pada diri sendiri, maka lingkungan mengacu kepada
pengalaman, sedangkan pengalaman apabila perhatian kita pada unsur khusus, maka
lingkungan mengacu kepada lingkungan sekitar.
“In the constructivist
model, environment has two quite distinct meanings. On the one hand, when we
speak of ourselves, environment refers to the totality of permanent objects and
their relations that we have abstracted attention a particular item,
environment refers to the surroundings of the item we have isolated, and we
tend to forget that both the item and its independent objective world”
Dengan
demikian, dalam konstrutivistik yang penting memahami lingkungan terutama dalam
proses pembelajaran.
Aspek ketiga
dalam konstruktivistik adalah hubungan makna (the construction of meaning).
Konstruktivistik lebih berorientasi kepada pembentukan makna, apabila hal ini
dikaitkan dengan pembelajaran, maka yang terpenting dalam prose pembelajaran
adalah bagaimana mentransfer makna kepada peserta didik.
“….the consideration of
how meanings are constituted, and how, consequently, linguistic communication
works, would dismantle the stiil widespread notion that conceptual knowledge
can be transferred from teacher to student by the means of words”
1.
Paradigma
Pembelajaran Konstruktivistik
Paradigma
pembelajaran konstruktivistik pada hakikatnya merupakan dasar nonpositivisme
yang berbasis pad Jean piaget dan Lev Vygotsky. Teori merupakan teori baru yang
merupakan lawan dari teori behaviorisme maturationisme. Seperti yang
dikemukakan oleh Fosnot, “Contructivism is undementally nonpositivist and as
such it stands on completely new ground often in direct opposition to both
behaviorism and maturationism”
J. Piaget
adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivistik dalam proses
belajar mengajar. Menurut teori pengetahuan adalah adaptasi pikiran ke
dalam suatu realitas, seperti organisme
beradaptasi ke dalam lingkungannya. Seseorang dapat memperoleh pegetahuan
dengan beberapa kata kunci yakni:
Skema/skemata, adalah suatu struktur
mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi
dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skemata akan
terus berubah selama mental anak mengalami perubahan.
Asimilasi, adalah proses kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru kedalam skema atau
pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi ini salah satu proses dimana
individu dalam mengadaptasi dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru
sehingga pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi, adalah proses mencocokkan pengetahuan baru dengan cara:
(a) memebentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan baru, (b) memodikfikasi
skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Equilibration, adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur
keseimbangan proses asimilasi dan akomudasi. Dengannya seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemata).
Lev Vygosky
memperkenalkan Zona of Development (zo-ped). “Vygotsky used the term
“zo-ped”, zona of oroximal development, to describe the place where a child’s
spontaneous concepts meet the “ syatematicity and logic adult reasoning”
yaitu bahwa anak lahir mempunyai rentangan
kemampuan persepsi, kemampuan memori yang ditransformasikan dalam konteks
sosial dan pendidikan melalui hukum sosial, sarana, kebudayaan tertentu menjadi
fungsi psikologis kognisi tinggi. Zo-ped yaitu suatu tingkat perkembangan
actual yang sifatnya belum jadi, amsih berupa potensi. Tingkat perkembangan
potensial ditumbuhkan melalui “scaffolding instruction” yaitu
pembelajaran yang berjenjang.
Scaffolding instruction menganut tiga prinsip yaitu : holistic (kebermaknaan)
meaningfull, konteks sosial yang ekuivalen dengan belajar, dan peluang berubah
dan berhubungan.
Untuk
mengaplikasikan contruktivistik pada pembelajaran, beberapa prinsip-prinsip
yang perlu diperhatikan yaitu:
1.
Learning
is development
2.
Disquilibrium
facilitates learning
3.
Reflective
abstraction is the driving force of learning
4.
Dialoge
within a community engenders further thinking
5.
Learning
procceds toward the development of structure
2.
Perbedaan
Pembelajaran Konstruktivistik dengan Pembelajaran Behavioristik
Mayer dalam
Reigeluth mengemukakan tentang pembelajaran konstruktivistik, bahwa pembelajaran
konstruktivitik terjdi ketika peserta didik menciptakan pengetahuan mereka
sendiri. Hal ini dikemukakan sebagai berikut “Constructivist learning occurs
when learners actively create their own knowledge by trying to make sense out
of material that is presented to them”. Selanjutnya Mayer mengatakan bahwa
ada tiga hal dalam pembelajaran konstruktivistik yaitu: pembelajaran sebagai
kekuatan respon (learning as response strengthening), pembelajaran sebagai
pemerolehan pengetahuan (learning as knowledge acquisition), dan
pembelajaran sebagai konstruksi pengetahuan (learning as knowledge
construction).
Senada dengan
itu, Duffy dan Jonassen, mengemukakan bahwa konstruktivistik merupakan dasar
epistemology bagi tradisi objectivistic, objektivistik berisi pengalaman dari
dunia nyata,pernyataan tersebut ditulie sebagai berikut:
“Constructivism provides
an alternative epistemological bese to
the objectivist tradition. Constructivism, like objectivsm, holds that there is
a real world that we experience. However, the argument is the world
independently of us. There are many ways to structure the world, and there are
many meanings or perspectives for any event or concept”
Marlowe dan
Page menyebutkan bahwa konstruktivisme
adalah bentukan pengetahuan, bukan penerimaan pengetahuan. Konstruktivistik
adalah teori belajar tentang belajar bagaimana kita belajar (learn how to
learn). Proposisi
utama dari kostruktivistik adalah bahwa pembelajaran berarti membentuk, menciptakan,
menemukan, dan mengembangkan pengetahuan kita sendiri. Istilah
konstruktivistik dalam pembelajaran adalah :
1.
Proses dan hasil dari pertanyaan, interpertasi, dan
analisis informasi.
2.
Menggunakan informasi dan proses berpikir untuk
pengembangan, pembangunan, menjadi pemaknaan kita.
3.
Pemahaman tentang konsep ide
4.
Perpaduan pengalaman sekarang dengan pengalaman kita yang
lalu dan apa yang kita ketahui tentang suatu objek.
Teori
pembelajaran konstruktivistik adalah:
1.
Peserta didik belajar ketika merek aktif dalam pembelajan
mereka.
2.
Melalui pertanyaan dan penemuan oleh mereka, melalui
penciptaan dan penciptaan ulang dan oleh interaksi dengan lingkungan, peserta
didik membangun pengetahuannya.
3.
Belajar secara aktif membimbing untuk suatu kemampuan
berfikir secara kritikal dan pemecahan masalah.
4.
Melalui suatu pendekatan pembelajarn aktif, para peserta
didik belajar isi (makna) dan proses pada saat yang sama.
Secara singkat perbedaan pembelajaran konstruktivistik dengan behavioristik
seperti tertera pada tabel berikut:
Tabel 1: Pandangan Behavioristik dan konstruktivistik
tentang belajar dan pembelajaran.
Konstruktivistik
|
Behavioristik
|
Konstruktivistik
memandang bahwa pengetahuan adalah non-objektive, bersifat temporer, selalu
berubah dan tidak menentu
|
Memandang
pengetahuan sebagai objektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi
|
Belajar adalah penyusunan pengetahuan pengalaman
konkrit, aktivitas kolaborator, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna
serta menghargai ketidakmenentuan
|
Balajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengatahuan ke orang yang belajar
|
Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan tergantung pada pengamalamannya, dan perspektif yang dipakai
dalam menginterpretasikannya
|
Si belajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya apa yang dipahami oleh pengajar
itulah yang harus dipahamami oleh si belajar
|
Mind
berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasikan peristiwa, objek, atau
perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan unik dan
individualistik
|
Fungsi Mind adalah menjiplak struktur
pengetahuan melalui proses berfikir yang adapat dianalisis dan dipilh
sehingga makan yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan
oleh karakteristik struktur pengetahuan
|
Konstruktivistik memandang
pengetahuan adalah non-objektif, bersif temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Bagi konstruktuvistik belajar dilihat sebagai penyusunan
pengetahuan dari pengalaman konstrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi
dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si
belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuannya tergantung
pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Konstruktivistik memandang bahwa Mind berfungsi sebagai alat untk
menginterpretasikan peristiwa, objek atau perspektif yang ada dalam dunia nyata
sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistik. Sedangkan
pada sisi lain teori behavioristik memandang bahwa Mind set berfungsi
sebagai penjiplak struktur pengetahuan melalui proses berfikir yang dapt
dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dri proses berfikir
seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.
Tabel 2: Pandangan
Behavioristik dan Konstruktivistik TentangTujuan Pembelajaran
Behavioristik
|
Konstruktivistik
|
Tujuan pembelajaran ditekankan
pada penambahan pengetahuan
|
Tujuan pembelajaran ditekankan
pada belajar bagaimana belajar
|
Toeri kontruktivistik menekankan tujuan pembelajaran terutama dalam hal
menciptakan pemahaman baru, yang menuntut aktivitas kreatif-produktif dalam
konteks nyata, yang mendorong si belajar untuk berfikir dan berpikir ulang dan
mendemontrasikan apa yang sedang/telah dipelajari.
Penataan lingkungan belajar menurut teori behavioristik dilaksanakan
mengikuti urutan kurikulum secara ketat sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan
kembali isi buku teks.
Tabel 3:
Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang
Penataan Lingkungan Belajar
Behavioristik
|
Konstruktivistik
|
Keterarturan, kepastian, dan keterlibatan
|
Ketidakteraturan, ketidakpastian, dan kesemrawutan
|
Si belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkn lebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin
|
Si belajar harus bebas, kebebasan menjadi unsur yang
esensial dalam lingkungan belajar
|
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan
keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas
diberi hadiah
|
Kegagalan atau keberhasilan, kemmpuan atau
ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
|
Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Si
belajar adalh objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan
|
Kebebasan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang
harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam
belajar.
|
Control belajar dipegang oleh sistem yg berada diluar
diri si belajar
|
Control belajar dipegang oleh di belajar.
|
Teori konstruktivistik memandang
bahwa penentu keberhasilan belajar adalah kebebasan. Si belajar adalah subjek
yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam
belajar. Control belajar dipegang oleh si belajar. Hanya di alam yang penuh
kebebasan si belajr dapat mengungkapkan makna yg berbeda dari hasil
interpretasinya terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata.
Strategi
pembelajaran konstruktivistik menekankan penggunaan pengetahuan secara bermakna
mengikuti urutan dari keseluruhan – ke – bagian sebagai pandangan yang berbeda
dari behavioristik dari bagian – ke – keseluruhan.
Tabel 4: Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Strategi
Pembelajaran
Behavioristik
|
Konstruktivistik
|
Penyajian isi menekankan pada keterampilan yang
terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian-keseluruhan
|
Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan
secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan – ke – bagian
|
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat
|
Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni
pertanyaan atau pandangan si belajar
|
Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkn kembali isi buku teks
|
Aktivitas belajar lebih banyak didasrkan pada data
primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir
kritis
|
Pembelajaran menekankan pada hasil
|
Pembelajaran menekankan pada proses
|
Perbedaan lain adalah evaluasi yang behavioristik lebih banyak menuntut
satu jawaban benar, dan jawaban yang benar menunjukkan bahwa si belajar telah
menyelesaikan tugas belajar, sedangkan evaluasi yang konstruktivistik berupaya
menggali munculnya berpikir divergen, pemecahn ganda, artinya bukan hanya
menuntut satu jawaban benar.
Perbedaan berikutnya yang juga perlu
diungkapkan adalah bahwa teori behavioristik memandang evaluasi sebagai bagian
yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilkukan setelah selesai
kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasiinvidual, sedangkan teori
konstruktivistik memandang bahwa evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar,
dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang
bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata.
Tabel 5 : Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Evluasi
Pembelajaran
Behavioristik
|
Konstruktivistik
|
Evluasi menekankan pada pasif, keterampilan secara
terpisah, dan biasanya menggunakan ”paper and pencil test”
|
Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif
yg melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunkan masalah dalam
konteks nyata
|
Evaluasi yang menuntut satu jawaban benar. Jawaban
benar menunjukkan bahwa si-belajar telah menyelesaikan tugas belajar
|
Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent,
pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar
|
Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari
kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan
belajar dengan penekanan pada evaluasi individual
|
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara
memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta
menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Evaluasi menekankan pada
keterampilan proses dalam kelompok
|
Penganut konstruktivistik
sesungguhnya berinduk pada teori belajar kognitivisme. Teori kognitif, lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut
aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon. Lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangt kompleks.
Teori ini sangt erat hubungannya dengan teori sibernetik.
Pada masaa-masa awal mulai
diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa
mengelola stimulus dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respon tertentun
(aliran tingkah laku masih terlihat disini). Namun lambat laun, perhtian ini
mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu
ilmu yang baru diasimilasikan dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan
dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjaln terpatah-patah,
terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung
menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik, orang ini tidak memahami
not-not balok yg terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas
berdiri sendiri, tapi sebagai satu kesatuan yang secara utuh masuk ke pikiran
dan perasaannya. Seperti juga ketik anda membaca tulisan ini, bukan
alfabet-alfabet yang terpisah-pisah yang anda serap dan kunyah dalam pikiran,
tetapi adalah kata, kalimat, paragraf-yang semua itu seolah jadi satu.
Untuk memahami dan melihat dengan
jelas perbedaan antara aliran behavioris dan konstruktivis, maka dijelaskan
bahwa masing-masing karakteriktik aliran tersebut sebagaimana dipaparkan dalam
tabel berikut:
Tabel 6 : Karakteristik Konstruktivistik dan Behavioristik
Aspek
|
Konstruktivistik
|
Behavioristik
|
Makna belajar
|
Belajar adalah proses membentuk pengetahuan yang terus
menerus berkembang dan berubah.
Pengetahuan adalah konstruksi pengalaman. Bentukan
pengetahuan bukan penerimaan pengetahuan. Membentuk,
mencipta, menemukan dan mengembangkan pengetahuan sendiri. Aspek
contructivism: adaptation instead of representation, the concept of
environment, the construction of meaning.
|
Beljar
adalah proses perubahan tingkah laku, yang terpenting adalah input, yang
berupa stimulus dan output yang berupa respons, yang dapat diukur dan
diamati. Faktor lain adalah penguatan (reinforcement), yang berupa positive
reinforcement, negative reinforcement (hukuman). Menekankan hasil belajar
|
Proses
belajar
|
Mempelajari
lingkungan, kolaborasi, interaksi, tanya jawab, berdialog, pengembangan, belajar berjenjang: bantuan bertumbuh (assisting
growth), kolaborasi dengan teman, (peer collaboration), kekeliriun (errors);
melihat perkembangan (windows on development), memiliki, (ownership), sudut
pandang (point of viuv), kesopanan (decenting)
|
Menentukan tujuan belajar, menganalisis lingkungan
kelas termasuk entry behavior mahasiswa, menentukan materi pelajaran,
memecahkan materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecil, menyajikan materi
pelajaran, memberikan stimulus berupa pertanyaan tes, latihan, tugas-tugas,
mengamati respons yang diberikan, memberikan penguatan, memberikan stimulus
baru, mengamati respons yang diberikan (evaluasi hasil belajar) memberikan
penguatan
|
Penganut
|
J.
Piaget, L. Vygotsky. Ausubel, Bruner, Krathmohl, Honey. Mumford, Habermas,
lnda, Pask dan Scott
|
Thondike,
Watson, hull, Guthrie, Pavlov, Skinner
|
3. Landasan Teori
Konstruktivistik
konstruktivistik merupakan suatu teori tentang
pengetahuan dan pembelajaran (knowledge and learning); pengetahuan dan
pembelajaran menggambarkan dua hal yaitu apakah pengetahuan itu dagaimana suatu
pengetahuan itu datang? Teori konstrutivistik merupakan bagian dari teori
kognitif yang telah diperkenalkan oleh Jean Piaget sekitar 60 tahun yang lau. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka konstruktivistik mementingkan tiga aspek yaitu adaptasi
sebagai ganti dari penggambaran (adaptation instead of representation).
Konsep adaptasi berasal di biologi yaitu hubungan antara kehidupn organisme
dengan lingkungan mereka, seperti kutipan berikut:
“The relationship of
viable biological organisms to their environment provided a means to
reformulate the relationship between the sognitive subject’s sonceptual
structures and that subject’s experiential word. Knowledge, then, could be
treated not as a more or less accurate representation of external things,
situation, and events, but rather as a mapping of action and conceptual
operations that had proven viable in the knowing subject’s experience.
Aspek konstruktivisme adaptasi menekankan pada
keterkaitan antara konsep yg sudah dimiliki seseorang, beradaptasi dengan
pengalaman yang seseorang.
Aspek kedua dari konstruktivisme adalah pemahaman pada
lingkungan (the concept of environment). Dalam model konstruktivisme,lingkungan
mempunyai makna yang jelas yaitu: ketika kita berbicara pada diri sendiri, maka
lingkungan mengacu kepada pengalaman, sedngkan apabila perhatian kita pada
unsur khusus, maka lingkungan mengacu kepada lingkungan sekitar, sebgaimana
pada kutipan berikut:
“In the constructivist
model, environment has two quite distinct meanings. On the one hand, when we
speak of ourselves, environment refers to the totality of permanent objects and
their relations that we have abstracted from the flow of our experience. On the
other, whenever we focus our attention a particular item, environment refers to
the surroundings of the item we have isolated, and we tend to forget that both
the item and its surroundings are parts of our own expeental fiels, not an observer
independent objective wolrd.
Dengan
demikian, dalam konstruktivisme sangat penting memahami lingkungan terutama
dalam merancang pembelajaran.
Aspek ketiga dalam konstruktivisme adalah membangun makna
(the construction of meaning). Konstruktivisme lebih berorientasi kepada
pembentukan makna, apabila hal ini dikaitkan dengan pembelajaran, makna yang
terpenting dalm proses pembelajaran adalah bagaimana mentransfer makna kepada
mahasiswa.
“….the consideration of how
meanings are constituted, and how, consequently, linguistic communication
works, would dismantle the still widespread notion that conceptual knowledge can
be transferred from teacher to student by the means of word.
4. Konstruktivisme dan
Desain Pembelajaran
Teori pembajaran generasi kedua (second generation
instructional theory) berasumsi kepada: (1) mental models, (2) categories
of knowledge, (3) Knowledge representation, (4) enterprises, (5) Knowledge
strategy separation, (6) strategy categorie. Sedangkan konstruktivisme berasumsi kepada :
(1) learning constructed, (2) interrelation peers, (3) learning active, (4) learning collaborative,
(5) learning situated, (6) testing integrated. Dengan asumsi di atas, maka
pendekatan konstruktivistik dapt diaplikasikan dalam mendesain pembelajaran.
5. Perspektif Pembelajaran
Konstruktivistik
Pembelajaran Konstruktivistik berpandangan bahwa
pembelajaran engarah kepada penataan lingkungan belajar yang dilakukan sebagai
berikut: Literate Environments, collaboration, interaction, and questioning,
collaborative talk, dialogue, and development, scaffolding: assisting growth,
peer collaboration, errors: windows on development, ownership, point of view,
and decentering.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar