Rabu, 14 Mei 2014

KONTRUKTIVISME Sebagai Metode Belajar

PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME
Oleh: Dirgantara Wicaksono
A.   PENDAHULUAN
Era globalisasi dan transformasi dalam segala aspek kehidupan telah memacu bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui proses pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan memiliki peran penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Melalui pengembangan kualitas sumber daya manusia, diharapkan mampu mendudukan bangsa Indonesia bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Hal ini mengingat, pendidikan merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk dapat menyiapkan masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain.  Pendidikan memeiliki fungsi dan potensi untuk melakukn persiapan-persiapan menghadapi perubahan dalam masyarakat sesuai dengan tuntutan era globalisasi dan transformasi.
Dunia pendidikan dituntut memberikan respon lebih cermat terhdap perubahan-perubahan yang tengah berlangsung di masyarakat. Pendidikan dituntut untuk menerapkan strategi pendidikan yang mampu menyiapkan sumber daya manusia agar memiliki nilai-nilai (values) yang dibutuhkan untuk bersaing pada era globalisasi dan informasi. Dengan demikian, pendidikan harus menyiapkan peserta didik yang berkualitas yang bukan hanya menguasai aspek ketrampiln dasar baru serta ketrampilan sosial dan aspek kepribadian dengan penekanan pada pengembangan nilai-nilai dasar (basic values) sehingga akan menjadi dasar yang kuat bagi sukses dimasa mendatang. Untuk itu, diperlukan reformasi pendidikan khususnya pendidikan dasar apabila kita ingin menyiapkan pribadi berkualitas dalam menghadapi pesaingan global.
Namun, disadari bahwa pembangunan pendidikan bukanlah urusan yang sederhana melainkan urusan menyangkut berbagai pihak, aspek dan dimensi dengan sifatnya yang dinamis, kompleks, mendalam dan luas. Pendidikan juga bukan sesuatu yang bersifat “quick yielding”, melainkan membutuhkan waktu yang lama dan proses yang panjang. Oleh karena itu, memerlukan ketekunan dan kesungguhan dalam penanganannya. Diperlukan adanya kajian yang bijak dalam mengimplementasikan seluruh kebijakan pendidikan sehingga pendidikan mampu dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam mempersiapkan generasi bangsa yang kreatif, mandiri, inovatif, kompetitif, dan demokratis.

B. PEMBAHASAN
Teori belajar kontruktivisme masih relevan dalam pembelajaran sekarang karena merupakan teori belajar yang menekankan pada pemerolehan ilmu dan pengetahuan yang dilakukan secara aktif oleh siswa memperoleh pengetahuannya melalui pengalaman-pengalamannya. Saat sekarang, teori ini masih relevan karena pemerolehan ilmu dan pengetahuan melalui jalan ini akan melekat lebih erat dalam memori. Siswa tidak sekedar memahami kata-kata, tetapi juga konsep dari ilmu dan pengetahuan tersebut. Sistem pendidikan modern saat ini juga menekankan pemerolehan konsep pengetahuan ini, jadi tidak sekedar pemahaman verbal.
Peranan guru dalam pelaksanaan belajar dengan menggunakan teori kontruktivisme adalah dengan mengarahkan dan membimbing siswa untuk memperoleh pengalaman-pengalaman belajar sampai siswa memahami konsep-konsep ilmu dan pengetahuan serta mendorong siswa untuk mengemukakan pikirannya. Peranan guru adalah sebagai fasilitator yang meliputi:
1.    guru menciptakan lingkungan yang inovatif
2.    guru menyediakan bahan-bahan sebagai sumber belajar
3.    guru membantu siswa dalam mendapatkan pengalaman atau mengeksplorasi pengalaman
4.    guru membantu siswa dalam hal membentuk konsep
5.    guru membantu siswa mengemukakan pikirannya
6.    guru membantu siswa dalam memecahkan masalah
konstruktivistik merupakan suatu teori tentang pengetahuan dan pembelajaran (knowledge and learning); pengetahuan dan pembelajaran menggambarkan dua hal yaitu apakah pengetahuan itu dan bagaimana suatu pengetahuan itu datang? Teori konstrutivistik merupakan bagian dari teori kognitif yang telah diperkenalkan oleh Jean Piaget 60 tahun yang lalu. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka konstruktivistik mementingkan tiga aspek yaitu adaptasi sebagai ganti dari penggambaran (adaptation instead of representation). Konsep adaptasi berasal dari biologi yaitu hubungan antara kehidupan organisme dengan lingkungan mereka seperti kutipan berikut:
”The relationship of viable biological organisms to their envioroment provieded a means to reformulate the relationship between the cognitive subject’s conceptual structures and that subject’s less accurate representation of external things, situation, and events, but rather as a mapping of action and conceptual operation that had proven viable in the knowing subject’s experience”

Aspek konstruktivisme adaptasi menekankan pada keterkaitan antara konsepyang sudah dimiliki seseorang, beradaptasi dengan pengalaman seseorang.
Aspek kedua dari konstruktivisme adalah pemahaman pada lingkungan (the concept of environment). Dalam model konstruktivisme, lingkungan mempunyai makna yang jelas yaitu: ketika kita berbicara pada diri sendiri, maka lingkungan mengacu kepada pengalaman, sedangkan pengalaman apabila perhatian kita pada unsur khusus, maka lingkungan mengacu kepada lingkungan sekitar.
“In the constructivist model, environment has two quite distinct meanings. On the one hand, when we speak of ourselves, environment refers to the totality of permanent objects and their relations that we have abstracted attention a particular item, environment refers to the surroundings of the item we have isolated, and we tend to forget that both the item and its independent objective world”

Dengan demikian, dalam konstrutivistik yang penting memahami lingkungan terutama dalam proses pembelajaran.
Aspek ketiga dalam konstruktivistik adalah hubungan makna (the construction of meaning). Konstruktivistik lebih berorientasi kepada pembentukan makna, apabila hal ini dikaitkan dengan pembelajaran, maka yang terpenting dalam prose pembelajaran adalah bagaimana mentransfer makna kepada peserta didik.
….the consideration of how meanings are constituted, and how, consequently, linguistic communication works, would dismantle the stiil widespread notion that conceptual knowledge can be transferred from teacher to student by the means of words”

1.    Paradigma Pembelajaran Konstruktivistik
Paradigma pembelajaran konstruktivistik pada hakikatnya merupakan dasar nonpositivisme yang berbasis pad Jean piaget dan Lev Vygotsky. Teori merupakan teori baru yang merupakan lawan dari teori behaviorisme maturationisme. Seperti yang dikemukakan oleh Fosnot, “Contructivism is undementally nonpositivist and as such it stands on completely new ground often in direct opposition to both behaviorism and maturationism”
J. Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivistik dalam proses belajar mengajar. Menurut teori pengetahuan adalah adaptasi pikiran ke dalam  suatu realitas, seperti organisme beradaptasi ke dalam lingkungannya. Seseorang dapat memperoleh pegetahuan dengan beberapa kata kunci yakni:
Skema/skemata, adalah suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skemata akan terus berubah selama mental anak mengalami perubahan.
Asimilasi, adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi ini salah satu proses dimana individu dalam mengadaptasi dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi, adalah proses mencocokkan pengetahuan baru dengan cara: (a) memebentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan baru, (b) memodikfikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Equilibration, adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomudasi. Dengannya seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemata).
Lev Vygosky memperkenalkan Zona of Development (zo-ped). “Vygotsky used the term “zo-ped”, zona of oroximal development, to describe the place where a child’s spontaneous concepts meet the “ syatematicity and logic adult reasoning” yaitu bahwa anak lahir  mempunyai rentangan kemampuan persepsi, kemampuan memori yang ditransformasikan dalam konteks sosial dan pendidikan melalui hukum sosial, sarana, kebudayaan tertentu menjadi fungsi psikologis kognisi tinggi. Zo-ped yaitu suatu tingkat perkembangan actual yang sifatnya belum jadi, amsih berupa potensi. Tingkat perkembangan potensial ditumbuhkan melalui “scaffolding instruction” yaitu pembelajaran  yang berjenjang. Scaffolding instruction menganut tiga prinsip yaitu : holistic (kebermaknaan) meaningfull, konteks sosial yang ekuivalen dengan belajar, dan peluang berubah dan berhubungan.
Untuk mengaplikasikan contruktivistik pada pembelajaran, beberapa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan yaitu:
1.    Learning is development
2.    Disquilibrium facilitates learning
3.    Reflective abstraction is the driving force of learning
4.    Dialoge within a community engenders further thinking
5.    Learning procceds toward the development of structure

2.    Perbedaan Pembelajaran Konstruktivistik dengan Pembelajaran Behavioristik

Mayer dalam Reigeluth mengemukakan tentang pembelajaran konstruktivistik, bahwa pembelajaran konstruktivitik terjdi ketika peserta didik menciptakan pengetahuan mereka sendiri. Hal ini dikemukakan sebagai berikut “Constructivist learning occurs when learners actively create their own knowledge by trying to make sense out of material that is presented to them”. Selanjutnya Mayer mengatakan bahwa ada tiga hal dalam pembelajaran konstruktivistik yaitu: pembelajaran sebagai kekuatan respon (learning as response strengthening), pembelajaran sebagai pemerolehan pengetahuan (learning as knowledge acquisition), dan pembelajaran sebagai konstruksi pengetahuan (learning as knowledge construction).
Senada dengan itu, Duffy dan Jonassen, mengemukakan bahwa konstruktivistik merupakan dasar epistemology bagi tradisi objectivistic, objektivistik berisi pengalaman dari dunia nyata,pernyataan tersebut ditulie sebagai berikut:
Constructivism provides an alternative epistemological bese  to the objectivist tradition. Constructivism, like objectivsm, holds that there is a real world that we experience. However, the argument is the world independently of us. There are many ways to structure the world, and there are many meanings or perspectives for any event or concept”

Marlowe dan Page menyebutkan  bahwa konstruktivisme adalah bentukan pengetahuan, bukan penerimaan pengetahuan. Konstruktivistik adalah teori belajar tentang belajar bagaimana kita belajar (learn how to learn). Proposisi utama dari kostruktivistik adalah bahwa pembelajaran berarti membentuk, menciptakan, menemukan, dan mengembangkan pengetahuan kita sendiri. Istilah konstruktivistik dalam pembelajaran adalah :
1.    Proses dan hasil dari pertanyaan, interpertasi, dan analisis informasi.
2.    Menggunakan informasi dan proses berpikir untuk pengembangan, pembangunan, menjadi pemaknaan kita.
3.    Pemahaman tentang konsep ide
4.    Perpaduan pengalaman sekarang dengan pengalaman kita yang lalu dan apa yang kita ketahui tentang suatu objek.
Teori pembelajaran konstruktivistik adalah:
1.    Peserta didik belajar ketika merek aktif dalam pembelajan mereka.
2.    Melalui pertanyaan dan penemuan oleh mereka, melalui penciptaan dan penciptaan ulang dan oleh interaksi dengan lingkungan, peserta didik membangun pengetahuannya.
3.    Belajar secara aktif membimbing untuk suatu kemampuan berfikir secara kritikal dan pemecahan masalah.
4.    Melalui suatu pendekatan pembelajarn aktif, para peserta didik belajar isi (makna) dan proses pada saat yang sama.
Secara singkat perbedaan pembelajaran konstruktivistik dengan behavioristik seperti tertera pada tabel berikut:

      Tabel 1:  Pandangan Behavioristik dan konstruktivistik tentang belajar dan pembelajaran.

Konstruktivistik
Behavioristik
Konstruktivistik memandang bahwa pengetahuan adalah non-objektive, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu
Memandang pengetahuan sebagai objektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi
Belajar adalah penyusunan pengetahuan pengalaman konkrit, aktivitas kolaborator, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan
Balajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengatahuan ke orang yang belajar
Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengamalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya
Si belajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahamami oleh si belajar
Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasikan peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan unik dan individualistik
Fungsi Mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berfikir yang adapat dianalisis dan dipilh sehingga makan yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan

Konstruktivistik  memandang pengetahuan adalah non-objektif, bersif temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Bagi konstruktuvistik belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konstrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuannya tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Konstruktivistik memandang bahwa Mind berfungsi sebagai alat untk menginterpretasikan peristiwa, objek atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistik. Sedangkan pada sisi lain teori behavioristik memandang bahwa Mind set berfungsi sebagai penjiplak struktur pengetahuan melalui proses berfikir yang dapt dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dri proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.
 
Tabel 2: Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik TentangTujuan Pembelajaran
Behavioristik
Konstruktivistik
Tujuan pembelajaran ditekankan pada penambahan pengetahuan
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar

Toeri kontruktivistik menekankan tujuan pembelajaran terutama dalam hal menciptakan pemahaman baru, yang menuntut aktivitas kreatif-produktif dalam konteks nyata, yang mendorong si belajar untuk berfikir dan berpikir ulang dan mendemontrasikan apa yang sedang/telah dipelajari.
Penataan lingkungan belajar menurut teori behavioristik dilaksanakan mengikuti urutan kurikulum secara ketat sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks.

Tabel 3: Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang
          Penataan Lingkungan Belajar

Behavioristik
Konstruktivistik
Keterarturan, kepastian, dan keterlibatan
Ketidakteraturan, ketidakpastian, dan kesemrawutan
Si belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkn lebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin
Si belajar harus bebas, kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan belajar
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah
Kegagalan atau keberhasilan, kemmpuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalh objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar.

Control belajar dipegang oleh sistem yg berada diluar diri si belajar
Control belajar dipegang oleh di belajar.
           
            Teori konstruktivistik memandang bahwa penentu keberhasilan belajar adalah kebebasan. Si belajar adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. Control belajar dipegang oleh si belajar. Hanya di alam yang penuh kebebasan si belajr dapat mengungkapkan makna yg berbeda dari hasil interpretasinya terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata.
            Strategi pembelajaran konstruktivistik menekankan penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan – ke – bagian sebagai pandangan yang berbeda dari behavioristik dari bagian – ke – keseluruhan.

Tabel 4: Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Strategi
    Pembelajaran

Behavioristik
Konstruktivistik
Penyajian isi menekankan pada keterampilan yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian-keseluruhan   
Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan – ke – bagian
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat
Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar
Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkn kembali isi buku teks
Aktivitas belajar lebih banyak didasrkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis
Pembelajaran menekankan pada hasil
Pembelajaran menekankan pada proses
           
Perbedaan lain adalah evaluasi yang behavioristik lebih banyak menuntut satu jawaban benar, dan jawaban yang benar menunjukkan bahwa si belajar telah menyelesaikan tugas belajar, sedangkan evaluasi yang konstruktivistik berupaya menggali munculnya berpikir divergen, pemecahn ganda, artinya bukan hanya menuntut satu jawaban benar.
            Perbedaan berikutnya yang juga perlu diungkapkan adalah bahwa teori behavioristik memandang evaluasi sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilkukan setelah selesai kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasiinvidual, sedangkan teori konstruktivistik memandang bahwa evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar, dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata.                

Tabel 5 : Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Evluasi
    Pembelajaran

Behavioristik
Konstruktivistik
Evluasi menekankan pada pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan ”paper and pencil test”      
Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yg melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunkan masalah dalam konteks nyata
Evaluasi yang menuntut satu jawaban benar. Jawaban benar menunjukkan bahwa si-belajar telah menyelesaikan tugas belajar
Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar
Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasi individual
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Evaluasi menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok


            Penganut konstruktivistik sesungguhnya berinduk pada teori belajar kognitivisme. Teori kognitif, lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangt kompleks. Teori ini sangt erat hubungannya dengan teori sibernetik.
            Pada masaa-masa awal mulai diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengelola stimulus dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respon tertentun (aliran tingkah laku masih terlihat disini). Namun lambat laun, perhtian ini mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru diasimilasikan dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.
            Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjaln terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik, orang ini tidak memahami not-not balok yg terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tapi sebagai satu kesatuan yang secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya. Seperti juga ketik anda membaca tulisan ini, bukan alfabet-alfabet yang terpisah-pisah yang anda serap dan kunyah dalam pikiran, tetapi adalah kata, kalimat, paragraf-yang semua itu seolah jadi satu.
            Untuk memahami dan melihat dengan jelas perbedaan antara aliran behavioris dan konstruktivis, maka dijelaskan bahwa masing-masing karakteriktik aliran tersebut sebagaimana dipaparkan dalam tabel berikut:

Tabel 6 : Karakteristik Konstruktivistik dan Behavioristik

Aspek
Konstruktivistik
Behavioristik
Makna belajar
Belajar adalah proses membentuk pengetahuan yang terus menerus berkembang dan berubah.
Pengetahuan adalah konstruksi pengalaman. Bentukan pengetahuan bukan penerimaan pengetahuan. Membentuk, mencipta, menemukan dan mengembangkan pengetahuan sendiri. Aspek contructivism: adaptation instead of representation, the concept of environment, the construction of meaning.  
Beljar adalah proses perubahan tingkah laku, yang terpenting adalah input, yang berupa stimulus dan output yang berupa respons, yang dapat diukur dan diamati. Faktor lain adalah penguatan (reinforcement), yang berupa positive reinforcement, negative reinforcement (hukuman). Menekankan hasil belajar
Proses belajar
Mempelajari lingkungan, kolaborasi, interaksi, tanya jawab, berdialog, pengembangan, belajar berjenjang: bantuan bertumbuh (assisting growth), kolaborasi dengan teman, (peer collaboration), kekeliriun (errors); melihat perkembangan (windows on development), memiliki, (ownership), sudut pandang (point of viuv), kesopanan (decenting)
Menentukan tujuan belajar, menganalisis lingkungan kelas termasuk entry behavior mahasiswa, menentukan materi pelajaran, memecahkan materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecil, menyajikan materi pelajaran, memberikan stimulus berupa pertanyaan tes, latihan, tugas-tugas, mengamati respons yang diberikan, memberikan penguatan, memberikan stimulus baru, mengamati respons yang diberikan (evaluasi hasil belajar) memberikan penguatan
Penganut
J. Piaget, L. Vygotsky. Ausubel, Bruner, Krathmohl, Honey. Mumford, Habermas, lnda, Pask dan Scott
Thondike, Watson, hull, Guthrie, Pavlov, Skinner
3. Landasan Teori Konstruktivistik
            konstruktivistik merupakan suatu teori tentang pengetahuan dan pembelajaran (knowledge and learning); pengetahuan dan pembelajaran menggambarkan dua hal yaitu apakah pengetahuan itu dagaimana suatu pengetahuan itu datang? Teori konstrutivistik merupakan bagian dari teori kognitif yang telah diperkenalkan oleh Jean Piaget sekitar 60 tahun yang lau. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka konstruktivistik mementingkan tiga aspek yaitu adaptasi sebagai ganti dari penggambaran (adaptation instead of representation). Konsep adaptasi berasal di biologi yaitu hubungan antara kehidupn organisme dengan lingkungan mereka, seperti kutipan berikut:
The relationship of viable biological organisms to their environment provided a means to reformulate the relationship between the sognitive subject’s sonceptual structures and that subject’s experiential word. Knowledge, then, could be treated not as a more or less accurate representation of external things, situation, and events, but rather as a mapping of action and conceptual operations that had proven viable in the knowing subject’s experience.

            Aspek konstruktivisme adaptasi menekankan pada keterkaitan antara konsep yg sudah dimiliki seseorang, beradaptasi dengan pengalaman yang seseorang.
            Aspek kedua dari konstruktivisme adalah pemahaman pada lingkungan (the concept of environment). Dalam model konstruktivisme,lingkungan mempunyai makna yang jelas yaitu: ketika kita berbicara pada diri sendiri, maka lingkungan mengacu kepada pengalaman, sedngkan apabila perhatian kita pada unsur khusus, maka lingkungan mengacu kepada lingkungan sekitar, sebgaimana pada kutipan berikut:
“In the constructivist model, environment has two quite distinct meanings. On the one hand, when we speak of ourselves, environment refers to the totality of permanent objects and their relations that we have abstracted from the flow of our experience. On the other, whenever we focus our attention a particular item, environment refers to the surroundings of the item we have isolated, and we tend to forget that both the item and its surroundings are parts of our own expeental fiels, not an observer independent objective wolrd.
            Dengan demikian, dalam konstruktivisme sangat penting memahami lingkungan terutama dalam merancang pembelajaran.
            Aspek ketiga dalam konstruktivisme adalah membangun makna (the construction of meaning). Konstruktivisme lebih berorientasi kepada pembentukan makna, apabila hal ini dikaitkan dengan pembelajaran, makna yang terpenting dalm proses pembelajaran adalah bagaimana mentransfer makna kepada mahasiswa.
“….the consideration of how meanings are constituted, and how, consequently, linguistic communication works, would dismantle the still widespread notion that conceptual knowledge can be transferred from teacher to student by the means of word.
4. Konstruktivisme dan Desain Pembelajaran
            Teori pembajaran generasi kedua (second generation instructional theory) berasumsi kepada: (1) mental models, (2) categories of knowledge, (3) Knowledge representation, (4) enterprises, (5) Knowledge strategy separation, (6) strategy categorie.  Sedangkan konstruktivisme berasumsi kepada : (1) learning constructed, (2) interrelation peers,  (3) learning active, (4) learning collaborative, (5) learning situated, (6) testing integrated. Dengan asumsi di atas, maka pendekatan konstruktivistik dapt diaplikasikan dalam mendesain pembelajaran.
5. Perspektif Pembelajaran Konstruktivistik

            Pembelajaran Konstruktivistik berpandangan bahwa pembelajaran engarah kepada penataan lingkungan belajar yang dilakukan sebagai berikut: Literate Environments, collaboration, interaction, and questioning, collaborative talk, dialogue, and development, scaffolding: assisting growth, peer collaboration, errors: windows on development, ownership, point of view, and decentering.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar