Rabu, 05 Februari 2014

biografi Imam Achmad ,Wartawan Harian Rakyat

                          Imam achmad Lahir di Semarang, 19 Januari 1929. Sekolah HIS Semarang, SMP Semarang/Kendal. Proklamasi kemerdekaan ikut AMRI ( Angkatan Muda R.I), terlibat pertempuran 5 hari yang penuh dendam, tahanan Jepang Sakura (sipil) dibantai habis dipenjara bulu mungkin karena Jepang tidak mau memberi senjata kepada pemuda, Jepang di Semarang itu batalyon tempur bukan batalyon teritorial (KIDO BUTAI). Akibat batalyon tersebut mengamuk, diselokan sekitar tugu muda penuh dengan mayat polisi, istimewa kita ada yang tanpa kepala, semuanya terikat tangannya, mengerikan, setelah pertempuran selesai, serombongan pemuda (dari daerah Poncol) keluar dari penjara Bulu dengan sempoyongan dan berbau karena ditahan Jepang 3 hari tanpa diberimakan minum, untung Inggris segera mendarat di Semarang,kalau tidak para pemuda itu mati kelaparan dan kehausan. Di daerah Semarang akibatnya sulit mendapatkan senjata. Setelah Semarang diduduki Inggris yang diboncengi NICA perlawanan mundur keluar kota, saya kebarat dan bergabung dengan pesindo pembelaan dan ditempatkan di front Semarang Barat, kemudian ada bentukan TP Batalyon 200 Semarang, saya karena dinilai sudah berpengalaman dalam perjuangan dipilih menjadi anggota. TP batalyon 200 seksi kendali ditempatkan di front Semarang Tenggara (Mranggen). Doorstoot Belandabatalyon 200 mundur ke Solo dan sebagian anggota dikirim ke Madiun untuk menjadi TGP (Tentara Geni Pelajar) termasuk saya, tetapi saya memilih pulang kedaerah Kendal, kebetulan di daerah Kendal ada pasukan kyai Birru yang mempunyai persenjataan cukup lengkap mempunyai mitraliur “water mantel”, banyak pemuda pelajar Kendal yang bergabung, ada koman dan seksinya mahasiswa kedokteran. Pasukan ini di bawah pimpinan bupati Kendal Soekarmo. Menurut teman yang pernah membaca “memoir” seorang tentara Belanda pasukan tersebut masuk dalam  daftar yang ditakuti Belanda. Tapi sayang bupati tersebut terbujuk oleh Amir Syarifuddin menjadi anggota FDR, nyaris beliau mati di brondong peluru tentara dan senjata pasukan Birru di rampas TNI. Terjadi gencatan senjata lagi, saya melanjutkan sekolah SMA di Magelang. Belanda menyerang lagi secara besar-besaran menerjunkan pasukan paying di Maguwo, saya kembali ke front Kendal bergabung dengan TNI di staf territorial Kendal (KDM Kendal) kalau sekarang KODIM, kabupaten Kendal itu terdiri dari 5 kawedanan, 4 kawedanandipimpinolehpelajarsebagaiperwira territorial (PTKW), KDM dipimpinolehkapten TNI taktis di bawah batalyon pamuju, resimen “kuda putih” pimpinan Achmad Yani. Penyerahan kedaulatan para pelajar di demobilisasi dan dikembalikan lagi untuk belajar, saya memilih di SMA B1 karena untuk pelajar-pejuang dinamakan SMA peralihan dan digabung dengan sekolah belanda (VHO) semarang, sebagian gurunya masih belanda, padahal kita kebanyakan tidak fasih bahasa belanda. Akhirnya saya bisa lulus dan melanjutkan ke Jogjakarta mendaftar UGM jurusan teknik sipil, tetapi drop out karena tidak lulus dalam pelajaran ilmu pasti dan ilmu alam. Menjadi mahasiswa UGM ini saya kadang membuat karikatur untuk majalah mahasiswa “GAMA” inilah permulaan saya menjadi karikaturis. Karena merasa tidak mampu menjadi insinyur sipil saya kemudian mendaftar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). Oleh direkturnya dijanjikan tahun berikutnya akan dibuka jurusan arsitektur, tetapi sampai saat ini ASRI Jogjakarta tidak ada jurusan arsitektur, UGM malah sekarang ini sudah ada jurusan arsitektur.
            Di Jogjakarta bekas pelajar pejuang diurus oleh KUDP (kantor urusan demobilisasi pelajar) dan kantor urusan veteran jogjakarta saya digolongkan sebagai veteran golongan A. Tetapi waktu sudomo berkuasa disuruh mendaftar ulang tetapi saya tidak berminat lagi mendaftar kemana saya tidak tahu. Tidak apalah saya selama belajar tidak dipungut bayaran malahan mendapat uang saku cukup untuk hidup sebulan. Tetapi setelah lulus saya harus mau menjadi pegawai negeri, maka setelah lulus ASRI saya menjadi guru setingkat SMA. Kebetulan teman saya selagi di ASRI bernama ALI BASAM (pelukis terkenal) yang kemudian menjadi direktur ASRI yang menjadi guru di taman siswa, akan keluar karena kesibukannya, meminta saya untuk menggantikannya maka akhirnya saya menjadi guru negeri diperbantukan di taman siswa, malahan saya diminta menjadi ketua bagian organisasi ibu pawiyatan. Di kemudian hari timbul perpecahan antara golongan “kiri melawan golongan nasional dan PSI”. Di bawah ki mohamad tauchid (terkenal PSI). Keluarga nyi hajar berpihak kepada ki mohamad tauchid meskipun putra bungsu beliau ada yang menjadi wartawan HARIAN RAKYAT. Karena solider dengan kawan-kawan golongan kiri, saya mengundurkan diri dari taman siswa meskipun saya dipertahanka supaya jangan mengundurkan diri. Selama di taman siswa saya sudah sering mengirim karikatur ke Harian Rakyat, saya pada permulaan 1965 pindah ke Jakarta, kebetulan pada waktu itu Harian Rakyat membutuhkan karikaturis maka saya diterima sebagai wartawan yang ditugasi mengurus karikatur. Pecah G30 S saya ditangkap lebih kurang satu tahun saya disekap dan satu tahun lagi menjadi tahanan kota. Masalahnya kemudian bagaimana saya bisa menghidupi keluarga. Untunglah ada beberapa teman zaman perjuangan yang membantu, kemudian saya bekerja di suatu Biro arsitek dan belajarlah saya menggambar bangunan. Jadilah saya arsitek “freelance” yang kemudian diakui dan diterima menjadi anggota IAIC (ikatan arsitek indonesia) lumayanlah hidup saya. Tetapi sekarang karena usia makin lanjut menjadi semakin loyo, daya ingat juga sudah makin berkurang, mata pun mulai rabun karena katarak, jadilah saya pengangguran, tetapi atas izin Allah SWT masih mampu menyelesaikan buku ini meskipun di sana-sini saya merasa masih kurang jelas tetapi saya berdo’a mudah-mudahan bisa jadi bekal generasi muda untuk memperjuangkan keadilan dan kemakmuran di negeri Indonesia tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar