Pendidikan
merupakan proses yang dialami manusia sepanjang kehidupannya. Pendidikan telah
berjalan sejak manusia dilahirkan, yang biasa dikenal dengan pendidikan
informal. Pendidikan informal sering dikaitkan dengan pendidikan di dalam
keluarga, walaupun pendidikan ini bisa
melalui media, teman dan lingkungan pada umumnya. Selain pendidikan informal
dikenal juga pendidikan formal atau pendidikan yang biasa dilaksanakan di
lembaga pendidikan tertentu, atau an biasa kita kenal pendidikan yang
dilaksanakan di sekolah. Selain itu kita mengenal pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang
lebih banyak dilaksanakan di masyarakat.
Ke tiga jalur
pendidikan ini mengisyaratkan begitu luasnya arti pendidikan, namun orang
banyak beranggapan bahwa scope pendidikan hanya terbatas pada pendidikan
formal. Hal ini bisa dimengerti karena melalui jalur inilah seseorang
diperkenalkan baca tulis hitung (
calistung ). Melalui pendidikan formal ini diharapkan semua lapisan masyarakat,
terutama anak usia sekolah tidak ada lagi yang buta aksara. Tetapi
kenyataannya, masih ada anak anak maupun oang dewasa yang masih buta aksara di
masyarakat kita.
UNESCO pada konferensinya di Dakar, dimana Indonesia salah satu
penandatangan hasil konferensi tersebut, telah menyepakati pendidikan untuk
semua ( Education for All ). Program pendidikan untuk semua difokuskan pada
enam thema yang harus dituntaskan oleh Negara Negara penandatangan konferensi
tersebut. Ke enam thema tersebut ialah : a) pendidikan untuk anak usia dini
khususnya bagi anak yang rentan dan kurang beruntung agar ditingkatkan; b)
Terkait dengan program gender, dipastikan bahwa di tahun 2015 semua anak
khususnya permpuan , anak yang beraa dalam keadaan sulit terutama yang berasal
dari etnis minoritas harus diselesaikan oleh Negara, dan Negara menyelesaukan
wajib belajar ( WAJAR ) yang bebas biaya dan bermutu; c) Semua pemuda dan orang
dewasa dipenuhi kebutuhan belajarnyamelalui progam keterampilan hidup dan
pembelajaran yang tepat; d) Setiap Negara hendaknya memastikan bahwa di tahun
2015, paling tidak 50 persen khususnya pendidikan keaksaraan bagi orang dewasa pada
kesetaraan gender( perempuan ),terutama pada pendidikan dasar dan menengah;e)
Menghapus disparitas gender pada pendidikan dasar dan menengah di tahun 2005; f
) Meningkatkan semua aspek mutu pendidikan sehingga terukur , khususnya
keaksaraan bilangan( angka) dan keterampilan / kecakapan hidup.
Dengan disepakatinya pendidikan untuk semua( PUS ), termasuk
Indonesia, rasanya tidak ada alas an lagi bagi pemerintah untk tidak melaksanakan
kesepakatan tersebut.
Mengacu pada thema Education
for All, dapat dipastikan bahwa salah satu hak anakialah hak mengembangkan diri
yang diatur dalam Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia, terutama hak
mengembankan diri (Right to Self Development)
pasal 11 – 16 UU No. 39 th 1999. Dari pasal-pasal tersebut yang terkait dengan
pendidikan adalah pasal 12 yang menyebutkan setiap orang berhak atas
perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan,
mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia
yang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab, berakhalk mulia, bahagia, dan
sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia, juga pasal 13 lebih menekankan
pengembangan diri melalui IPTEK yang menyebutkan “setiap orang berhak untuk
mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa
dan umat manusia.
Bagaimana nasib seorang anak yang pada dasarnya mereka masih polos
seolah kertas putih yang bersih. Mereka tidak mengerti apa yang harus
dikerjakan, bagaimana menyalurkan minat dan hobi serta potensi dirinya. Padahal
pada intinya manusia/anak, Tuhan Yang Maha Esa telah membekali manusia dengan
sel saraf yang jumlahnya sekitar 1-2 milyar dan neuron tersebut akan berkembang
dengan baik dan akan mendekati kesempurnaan bila direspon dengan berbagai
kegiatan melalui komunikasi / bahasa serta suritauladan dari orang tuanya/orang
dewasa.
Menurut penelitian justru pada masa perkembangan awal anak dendrif
(merupakan cabang) dari neuron yang terstimulus akan berkembang dan bercabang
begitu banyak dikala usia 0 – 3 tahun. Sementara banyak anak di masyarakat kita
terlantarkan perkembangan denderitnya
karena ketidak tahuan orang tua atau lembaga pendidikan anak usia dini
yang tidak dapat diikuti oleh setiap anak dikarenakan biaya yang tidak
terjangkau. Mengingat pentingnya perkembangan anak terutama potensi , UU HAM th
1999 pasal 60 ayat (1) Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya. Ayat
(2) Setiap anak berhak mencari, menerima dan memberikan informasi sesuai dengan
tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Kalau kita tinjau dan telaah secara cermat berapa besar nikmat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan kelebihan manusia dibandingkan dengan
makhluk lainnya terutama salahsatu kelebihan manusia yang tidak ternilai ialah
otak. Otak yang secara garis besar terdiri dari 3 bagian mempunyai peran yang
berbeda walau terletak di satu tempat yaitu tengkorak manusia. Ketiga bagian
itu ialah:
- Batang otak/medula oblongata (brain
steem)
Bagian otak ini mengatur gerak refleksi fisiologi tumbuh seperti
pernafasan, kerja jantung, dan peredaran darah. Bagian ini bekerja tanpa
komando kita. Betapa reportnya manusia apabila ia harus mengatur pernafasan,
kerja jantung dan peredaran darah.
- Otak kecil (cerebrum)
Bagian otak ini berperan untuk pengaturan keseimbangan dan pusat
koordinasi otak. Melalui otak kecil inilah, kita sebagai manusia mempunyai
keseimbangan antara tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kaki kiri dan
pasangan pancaindera lainnya.
- Otak besar
Bagian otak ini merupakan yang paling besar dari bagian otak, namun
bagian yang paling penting yaitu konteks dimana terdapat beberapa lapis sel
teratas yang merupakan kendali utama dari perilaku keacerdasan yaitu untuk
fungsi: kecerdasan, kesadaran, ingatan/asosiasi, pandangan dan kemamuan. Dalam
fungsi otak besar dibagi dalam 2 bagian yaitu: otak kiri dan otak kanan.
Otak kiri
Meliputi kecerdasan linguistic, logis matematik dan naturalistic.
Kecerdasasan linguistic adalah kemampuan membaca, menulis, dan
berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa. Penulis, jurnalis, penyair, orator
dan pelawak adalah contoh nyata orang yang memiliki kecerdasan linguistic.
Kecerdasan Logis matamatic adalah kemampuan berpikir (menalar) dan
menghitung, berpikir logis dan sistematis. Ini adalah jenis-jenis keterampilan
yang sangat dikembangkan pada diri para
ilmuwan, ekonom, akuntan, detektif. Contohnya Albert Einstein, Joh Dewey.
Kecerdasan Naturalistic adalah kemampuan mengenal flora dan fauna,
melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini
secara produktif misalnya untuk berburu, bertani serta para peneliti
biologi. Contohnya: Charles Darwin, Lamark, Francisco Redi.
Otak kanan
Meliputi kecerdasan Visual-spasial,musical, kinestik-tubuh,
kecerdasan interpersonal dan intrapersonal.
Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan berpikir menggunakan
gambar, memvisualisasikan hasil masa depan. Membayangkan berbagai hal ada mata
pikiran. Ini terdapat pada arsitek, seniman, pemahat, pelaut, fotografer.
Contohnya: Picasso, Columbus.
Kecerdasan kinestik tubuh adalah kemampuan menggunakan tubuh secara
terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk baru atau mengemukakan
gagasaan dan emosi. Kemampuan ini jelas untuk mengejar prestasi atletik, seni
seperti menari dan acting. Contoh: Michael Jorda, Rudolf Nureyev, Charlie
Chaplin.
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan bekerja secara efektif
dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan
pengertian,memperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kecerdasan seperti ini
biasanya dimiliki oleh para guru yang baik, fasilitator, politisi pemuka agama.
Contohnya: Mahatma Gandhi, Ir. Soekarno, Ronald Reagen.
Kecerdasan Intrapersonal adalh kemampuan menganalisa diri dan
merenngkan diri, mampu merenung dalam kesunyai dan menilai prestasi seseorang,
meninajau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana
dan tujuan yang hendak dicapai serta mengenal benar dirinya sendiri. Kemampuan
ini didadapatkan pada para filosof, penyuluh dan pembimbing. Contohnya: Freud,
Roosevelt, Plato.
Suatu pekerjaan rumah bangsa ini, yang harus dilaksanakan ialah
apakah orangtua dan sekolah mampu mengembangkan ke depan kedelapan kecerdasan
dimana saraf neuronnya yaitu otak besar yang terbagi menjadi belahan otak kanan
dan otak kiri telah ada pada setiap anak bangsa ini. Tentunya stimulus, baik
bersumber dari lingkungan keluarga maupun sarana dan prasarana yang ada di
sekolah sangat berpengaruh pada peningkatan
kemampuan, potensi dan keceredasan anak. Apakah pemerintah sudah
konsisten menyiapkan anggaran pendidikan sebesar 20% dan APBN? Terutama dengan
otonomi daerah, apakah semua daerah konsisten dengan alokasi dana untuk
pendidikan yang telah disetujui DPR? Ternyata masih banyak daerah yang berbuat
banyak untuk pendidikan di daerahnya, walau ada beberapa daerah yang mulai
sadar bahwa pendidikan itu sangat penting
karena melalui pendidikan akan meningkatkan Sumber Daya Manusia sehingga mereka
mengalokasikan dana 20% atau mendekati 20%.
Memang factor social ekonomi orang tua / masyarakat sangat
berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Indonesia Negara yang
memiliki Human Development Indeks yang termasuk rendah, sehingga tingkat
pencapaian pendidikan siswa di Indonesia
terbilang rendah.
Hasil The Programme for International Student Assessment atau PISA,
yang menilai kesiapan siswa berusian lima belas tahun untuk mengaplikasikan
pengetahuan dan life skills yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari, menempatkan
capaian siswa Indonesia di lapisan bawah di semua bidang studi (membaca,
matematika, dan sains). Tidak sekedar member peringkat, penyelenggaraan PISA sebenarnya
ditujukan untuk memberi informasi berharga bagi para pengambil kebijakan
pendidikan di berbagai Negara termasuk Indonesia guna menentukan langkah
strategis yang tepat bagi pemenuhan hak anak akan pendidikan bermutu.
Salah satu penelitian penting yang memanfaatkan kekayaan data PISA
dilakukan J Douglas Willms (2006) dari UNESCO Institute for Statistics. Selain
menggunakan data PISA 2000 dan 2002 dengan menfokuskan pada kemampuan membaca,
Willms juga menggunakan data tahun 2001 dari The Progress in International
Reading Literacy Study (PIRLS) yang bertujuan menilai kemampuan membaca siswa
kelas IV SD. Willms menelaah kontribusi factor social ekonomi – baik kondisi
social ekonomi siswa, sekolah, maupun Negara – terhadap kemampuan membaca. Ia
menggunakan salah satu metode statistic paling mutakhir saat ini, Hierarchial
Linear Modeling (HLM), yang amat tepat digunakan pada data bertingkat
(multi-level data).
Dengan HLM, kontribusi kondisi social ekonomi sekolah maupun Negara
terhadap prestasi belajar siswa, di luar kondisi social ekonomi siswa, dapat
dijelaskan. Kondisi ekonomi siswa, antara lain, meliputi tingkat pendidikan
orang tua, pekerjaan orang tua, struktur keluarga, dan ketersediaan fasilitas
pendidikan di rumah, termasuk buku-buku computer. Kondisi social ekonomi
sekolah diukur oleh kualitas infrastruktur sekolah, seperti ketersediaan alat-alat
penunjang proses pembelajaran, kondisi gedung sekolah, kualifikasi guru,
ketersediaan computer, dan perangkat lunak penunjang proses pembelajaran, rasio
guru dan murid, waktu yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
membaca, disiplin, dan rasa aman di sekolah, serta dukungan orang tua terhadap
sekolah.
Hasil penelitian itu menegaskan kembali fakta, factor social ekonomi
amat dominan dalam menentukan keberhasilan siswa, meski bukan satu-satunya.
Secara umum, kemampuan membaca siswa di Negara-negara yang tergabung dalam The
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), yang
berpendapatan tinggi lebih baik ketimbang di Negara-negara non-OECD, yang
mayoritas berpendapatan rendah, kecuali Singapura dan Hongkong. Ditunjukkan
pula, kesenjangan prestasi siswa dari keluarga berpenghasilan tinggi di
Negara-negara berpenghasilan rendah masih tertinggal disbanding siswa dari
keluarga berpenghasilan tinggi yang tinggal di Negara-negara makmur.
Kondisi social ekonomi sekolah juga berpengaruh terhadap kemampuan
siswa dalam membaca, di luar kontribusi factor social ekonomi siswa. Secara
umum, siswa akan memiliki peluang lebih besar untuk berprestasi bila sekolah
mereka memiliki kondisi social ekonomni lebih baik. Sebaliknya, mereka cenderung
berprestasi lebih rendah dari yang semestinya, bila sekolah memiliki kondisi
social ekonomi lebih lemah. Dalam hal ini, kelompok yang paling dirugikan
adalah siswa dari keluarga berpenghasilan rendahyang belajar di sekolah-sekolah
yang memprihatinkan. Orangtua mereka tidak memiliki kemampuan ekonomi memadai
untuk mengompensasi rendahnya mutu pendidikan yang diterima anak-anak mereka di
sekolah.jadi siapkah kita menuju Kawasan bebas di tahun 2015 ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar