Selasa, 01 Januari 2013

Analisis Filsafat book of FIVE MINDS FOR THE FUTURE


ANALISIS FILOSOFIS ATAS
BUKU “FIVE MINDS FOR THE FUTURE” KARYA HOWARD GARDNER
Oleh : Dirgantara Wicaksono

Howard Gardner dalam bukunya yang bertajuk Five Minds for the Future memperkenalkan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Melalui serangkaian riset yang ekstensif, Gardner menyimpulkan adanya lima jenis pola pikir yang akan memiliki peran makin penting dalam perjalanan sejarah masa depan. Lima pola piker tersebut adalah:

I. DISCIPLINE MIND – Kerangka Dasar atau Kerangka Utama Kecerdasan/ Pemikiran

Pola pikir yang pertama adalah disciplined mind (pikiran terdisiplin) atau suatu perilaku kognisi yang mencirikan disiplin ilmu, ketrampilan, atau profesi tertentu. Seseorang harus memiliki paling tidak satu disiplin ilmu atau kerangka berpikir yang sangat dikuasai untuk memecahkan masalah di segala hal. Disiplin Mind juga berarti seseorang harus selalu melatih keahliannya tersebut untuk meningkatkan performansinya.
Pola pikir disciplined mind sesungguhnya sudah terlebih dahulu menjadi sorotoan dan titik pijak dalam filsafat sepanjang masa, sejak filsafat kuno hingga filsafat modern dan post modern. Sebagaimana ciri khas filsafat adalah membangun pemikiran secara kritis-analitis, sistematis, totalitas dan komprehensif – yang merupakan ciri khas disciplined mind – demikian pun filsafat mendorong setiap ilmu apapun untuk memiliki ciri khas yang demikian. Ciri ini pun pada tataran selanjutnya harus dimiliki oleh setiap orang yang menggeluti ilmu tertentu. Menurut filsuf Karl Pearson, pikiran adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dan diungkapkan dengan istilah sederhana. Setiap orang yang menekuni disiplin ilmu tertentu harus mampu menguasai secara komprehensif dan selanjutnya diungkapkan secara tepat dalam praksis hidup.
Seorang praktisi yang menekuni dunia bisnis dan manajemen misalnya, setidaknya mesti menguasai ilmu dan ketrampilan yang solid dalam bidang tersebut. Demikian pula, semua profesional lainnya – entah arsitek, ahli komputer, perancang grafis – harus menguasai jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan kunci yang membuat mereka layak menjadi bagian dari profesi mereka masing-masing. Keahlian itu sendiri tidak bisa dicapai dalam waktu singkat, butuh waktu. Namun seiring sejalan peningkatan dan penambahan area keahlian seseorang maka pemecahan masalah pun bisa lebih terarah dan lebih mudah jika menerapkan discipline mind tersebut karena dilandasi oleh kerangka berpikir yang tepat dan keahlian yang mumpuni.Esensi dari pola pikir yang pertama ini adalah : untuk benar-benar menjadi manusia yang profesional, kita mestinya menguasai secara tuntas, komprehensif, mendalam dan terdisiplin satu bidang pengetahuan/ketrampilan tertentu.

II. SYNTHESIZING MINDMensinergikan Ide dan Pemikiran dari Disiplin Ilmu Yang Berbeda

Pola pikir yang kedua adalah : synthesizing mind (pikiran mensintesa). Atau juga pola untuk mencerap informasi dari beragam sumber, memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi satu pengetahuan baru yang powerful.
Pola pikir ini juga merupakan salah satu ciri khas filsafat. Filsafat selalu menekankan kemampuan pikiran untuk mensintesiskan pengetahuan.  Filsuf Immanuel Kant dalam karyanya utamanya yang terkenal terbit tahun 1781 yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason), memberi arah baru mengenai pengetahuan.  Menurutnya, pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri
Seseorang harus mampu menggabungkan berbagai pola pemikiran dan disiplin ilmu agar dapat mengumpulkan informasi dan pengetahuan seluasnya dari berbagai macam sumber serta melahirkan berbagai macam ide dan ilmu pengetahuan baru yang bermanfaat. Oleh karenanya seseorang dituntut untuk dapat mensinergikan berbagai macam disiplin ilmu, pengetahuan, serta kerangka berpikir. Kemampuan untuk mensinergikan tersebut sangatlah vital untuk masa sekarang dan masa depan karena merupakan keahlian dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang inovatif.


III. CREATIVITY MIND – Membuka Tabir dan Memecahkan Masalah Melalui Kreativitas dan Ide Inovatif

Pola pikir yang ketiga adalah creating mind (pikiran mencipta). Pikiran ini menggedor kita untuk senantiasa merekahkan ide-ide baru, membentangkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga, menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang untuk direngkuh dan dimanfaatkan. Pola pikir inilah yang akan membuat kita mampu berpikir secara lateral  dan bukan sekedar berpikir linear mengikuti jalur konvensional yang acap hanya akan membuat kita stagnan. Dan pola pikir inilah yang akan menemani kita untuk bergerak maju, progresif, demi terciptanya sejarah hidup yang positif dan bermakna (meaningful life).
Dalam filsafat, pola pikir kreatif merupakan hal penting yang menuntut setiap orang untuk melihat ilmu atau pun pandangan apa saja sebagai sesuatu yang selalu terbuka untuk disempurnakan. Kreativitas dalam berpikir mendorong setiap orang untuk selalu mencoba, menguji, dan mencari jawaban yang paling sempurna tentang sesuatu. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan pikiran dan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Di dalam pola pikir ini, seseorang dituntut harus memiliki kreativitas berpikir. Kreativitas tersebut digunakan untuk membantu pemecahan masalah di luar cara yang sudah ditentukan sebagai alternatif pemecahan masalah juga kemampuan membuat terobosan baru. Kreativitas disini juga adalah suatu kemampuan menciptakan sesuatu yang tidak bisa diidentifkasi komponennya. Kreativitas tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi sehingga diharapakan para pemimpin sangat mengerti akan kunci kreativitas berpikir tersebut sehingga dapat respek akan ide-ide kreatif, membuka ruang dan kesempatan serta menciptakan atmosfer yang mendukung.

Etika: memperhatikan dan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kebutuhan dan keinginan publik di mana ia berada, atau dengan kata lain tidak egois. Selalu berorientasi pada kemaslahatan bagi semaksimal mungkin anggota masyarakat

IV. RESPECTFUL MIND – Penghargaan Perbedaan Dengan Orang Lain

Pola pikir berikutnya adalah respectful mind (pikiran merespek). Atau sebuah pola pikir untuk menerima perbedaan pandangan dengan sikap terbuka, dan bukan dengan sikap saling curiga. Sebuah pola pikir yang akan membuat kita terhindar dari anarki akibat pemaksaan kepentingan. Sebuah pola pikir yang senantiasa mengajak kita untuk merayakan keragaman pandangan dan sekaligus menghadirkan empati bagi pendapat/pikiran orang lain – meski pendapat itu mungkin berbeda dengan yang kita hadirkan.
Filsafat yang autentik sangat respek terhadap perbedaan pandangan, ide, gagasan, atau pemikiran. Filsafat tidak pernah merasa “puas” atau “sempurna” dengan apa yang telah dicapai, tetapi senantiasa melihat sisi-sisi lain dari pelbagai pandangan yang ada untuk mendapatkan suatu kebenaran universal. Di dalam filsafat, tidak ada diskriminasi pandangan. Yang ada adalah penghargaan atas perbedaan dan membangun sikap dialog yang kritis untuk menemukan dan menyepakati kebenaran yang dapat diterima umum.  Sebagai misal, ketika berhadapan dengan pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum empirisme, Immanuel Kant berupaya “mendamaikan” pertentangan itu. Pada dasarnya Kant tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan baik oleh kaum rasionalisme maupun empirisme. Menurutnya, kesalahan terjadi bila masing-masing pihak mengklaim secara ekstrem pendapatnya dan menolak pendapat yang lain.
Seseorang yang memiliki respectful mind dapat menerima dan menghargai pendapat dan perbedaan dengan orang lain, agar dapat bekerja sama, dan mampu menciptakan suasana keterbukaan dan hubungan timbal-balik serta tenggang rasa dan toleransi.
Sangat penting untuk ditanamkan pemikiran bahwa hak dan kewajiban serta kemauan seseorang itu terbatas oleh hak, kewajiban, dan kemauan orang lain. Sehingga apabila pemikiran itu bisa diterapkan maka setiap orang sudah memiliki respectful mind yang diharapkan.
Pekerjaan yang dilakukan dalam tim pun dapat secara langsung atau tidak langsung membangun respectful mind orang-orang yang terlibat di dalamnya. Dan bukan tidak mungkin kekuatan kerja dari tim tersebut bisa berkurang atau hilang sehingga gagal jika tidak memiliki respectful mind yang tinggi.

V. ETHICAL MIND – Berpikir untuk orang lain demi kepentingan bersama

Dan pola pikir yang terakhir atau kelima yang juga amat dibutuhkan adalah ethical mind (pikiran etis). Inilah pola pikir yang terus mendorong kita untuk berikhtiar membangun kemuliaan dan keluhuran dalam kehidupan personal dan profesional kita.
Ethica mind adalah kemampuan/kecerdasan seseorang untuk berpikir di luar keinginan pribadi dan diluar kemampuan diri yang telah dimiliki.
Filsafat mengartikan pikiran etis atau berpikir etis sebagai kegiatan berpikir dengan budi yang baik dan diterapkan dalam kehidupan setiap hari. Menurut Plato, berpikir etis adalah kegiatan manusia untuk mencapai budi atau pengetahuan yang baik. Dengan pengetahuan yang baik, manusia berupaya mencapai kebahagiaan hidup sebagai nilai yang dituju setiap manusia.
Sebenarnya ethical mind ini sangat erat hubungannya dengan respectful mind dan synthesizing mind, serta creativity mind. Seperti dasar pemikiran respectful mind bahwa hak, kewajiban, serta kemauan seseorang terbatas oleh hal yang sama dari orang lain, maka ethical mind pun seperti itu sehingga dia sangat tahu di mana menempatkan diri dan bersikap serta apa yang boleh dan dapat diperbuatnya. Seseorang yang memiliki ethical mind itu tentunya sangatlah cerdas karena dia harus dapat respek ke lingkungan sekitar sehingga dengan kemampuannya dapat bekerjasama dan mensinergikan berbagai pengetahuan dipadu dengan creativity mind yang dimiliki. Dia juga sangat tahu bagaimana caranya menerapkan segala pemikirannya pada lingkungannya di mana hal ini dimungkinkan karena dia memiliki pengetahuan di luar kemampuan yang sudah dimiliki sendiri tersebut.


BY : dw 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar