ETIKA DALAM ILMU DAN PENULISAN
ILMIAH
OLEH :DIRGANTARA WICAKSONO
Etika
Berasal dari bahasa Yunani
kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, antara lain
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak,
watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya
adalah adat kebiasaan. Etika adalah ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan .
Kata yang cukup dekat
dengan etika adalah moral. Moral berasal dari kata latin mos yang berarti
kebiasaan, adat. Etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral karena
keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya saja bahasa
asalnya yang berbeda.
Dalam kamus besar bahasa
Indonesia kata etika dijelaskan dengan membedakan 3 arti yaitu :
a. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral (akhlak)
b. kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak
c. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat
Kata etika bisa dipakai
dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. kemudian etika
juga berarti kumpulan asas atau kode etik.
Etika termasuk filsafat dan
dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Sebagai filsafat,
etika bukan merupakan suatu ilmu
empiris, sedangkan yang diaksud dengan ilmu adalah ilmu empiris yang artinya
ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah melepaska
diri dari fakta.
Ilmu-ilmu itu bersifat
empiris karena seluruhnya berlangsung dalam rangka empiri (pengalaman
inderawi), yaitu apa yang dilihat, didengar, dicium dan sebagainya. Ilmu
empiris berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika berhasil
merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi
dengan berbalik kepada fakta-fakta.
Dalam etika selalu berlaku
cara berpikir non empiris artinya dengan tidak membatasi diri pada pengalaman
inderawi, yang konkret, pada yang faktual dilakukan, tapi ia bertanya tentang
yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan , tentang yang baik dan buruk
untuk dilakukan. Etika membatasi diri dengan segi normatif atau evaluatif.
Setiap masyarakat mengenal nilai-nilai dan norma-norma etis.
Dalam masyarakat yang homogen dan agak tertutup , masyarakat tradisional,
nilai-nilai dan norma-norma itu praktis tidak pernah dipersoalkan. Dalam keadaan
tersebut secara otomatis orang akan menerima nilai dan norma yang berlaku. Individu
dalam masyarakat itu tidak berpikir lebih jauh. Nilai dan norma masyarakat
tradisional umumnya tinggal implisit saja, setiap saat menjadi eksplisit bila
ada perkembangan baru terhadap norma yang berlaku di masyarakat tersebut.
Etika dan Ilmu
Peradaban manusia yang
semakin berkembang tidak lepas dari kemajuan ilmu dan teknologi. Dengan
kemajuan ilmu dan teknologi kebutuhan hidup manusia dapat dilakukan secara
cepat dan lebih mudah. Ragam karya cipta manusia sebagai kemajuan ilmu dalam
kenyataan tidak selalu membawa berkah melainkan juga ancaman, baik berupa
perang, teknologi yang bersifat memperbudak manusia. Ilmu dan teknologi yang
diciptakan dengan tujuan mempermudah hidup manusia, justru menjadi pengabaian
faktor manusia. Manusia dikorbankan demi kemajuan teknologi atau manusia harus menyesuaikan
diri dengan ilmu dan teknologi. Manusia kehilangan eksistensi dirinya sebagai
tuan atas penemuannya.
Dewasa ini kemajuan ilmu
dan teknologi menimbulkan gejala dehumanisasi , manusia kehilangan hakekat
dirinya . Ilmu bukan lagi merupakan
sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, tetapi menciptakan
tujuan ilmu itu sendiri.
Pengalaman pahit manusia
dengan bayang-bayang perang dunia yang mengerikan , pertanyaan-pertanyaan
tentang hakekat keilmuan terus didengungkan dengan berpaling kepada hakekat
moralitas.
Pertautan ilmu dengan moral
sebenarnya sudah ada sejak gagasan Copernicus pada abad ke 15 masehi tentang kesemestaan
alam, bumi berputar mengelilingi matahari yang berupaya mengganti dominasi
pandangan theosentris pada masa itu. Gagasan keilmuan pada masa itu berupaya
lepas dari dominasi pandangan dogmatis agama. Ilmu ingin berdiri sendiri
berdasarkan doktrin ilmiah, metafisik keilmuan., das sein sesuai dengan hakekat
keilmuan.
Ilmu mencapai titik
puncaknya dengan teknologi yang dihasilkan. Konsep ilmu yang awal berupa konsep
ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk nyata/konkret yaitu
teknologi. Ilmu tidak hanya menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan
pengertian dan pemahaman saja tetapi juga melakukan manipulasi faktor yang
terkait dalam gejala tersebut untuk mengawasi, mengatur, dan mengarahkan proses
alam yang terjadi.
Di dalam tahap manusia melakukan
manipulasi inilah , peran moral ditampilkan berkaitan dengan cara penggunaan
pengetahuan ilmiah. Ungkapan sederhana, dalam tahap pengembangan konsep
ilmu,moral tampil pada ontologi keilmuan sedangkan pada tahap penerapannya ,
moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan .
Ontologi adalah kajian
tentang hakekat realitas obyek yang ditelaah menghasilkan pengetahuan.
Aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetauan
yang diperoleh.Sedangkan epistemologi adalah cara mendapatkan pengetahuan.
Erich Schumacher dalam bukunya
Small is Beautiful (kecil itu indah) memberikan alternatif dalam penggunaan
teknologi terapan yang humanis. Dalam hal ini beliau menghendaki kesadaran
masyarakat memilih teknologi yang tepat guna sesuai dengan budaya mereka.
Adanya dualisme dari ilmuwan terhadap ekses
ilmu dan teknologi :
a. ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik ontologis maupun
aksilogi. Golongan ini ingin melanjutkan
tradisi era Galileo yaitu
kenetralan ilmu secara total.
b. netralitas ilmu terhadap nilia-nilai hanya terbatas pada metafisik
keilmuan
saja, sedangkan dalam penggunaannya,
pemilihan obyek penelitian
kegiatan keilmuan harus berlandaskan
asas-asas moral, untuk kebaikan
manusia tanpa merendahkan martabat
/mengubah hakekat kemanusiaan
Golongan ini mendasarkan diri pada
pengalaman dua kali perang dunia
dimana penggunaan ilmu-ilmu sangat
efektif, perkembangan ilmu yang
pesat sehingga dapat merubah hakekat kemanusiaan.
Etika Dalam Penulisan
Ilmiah
Kode etik adalah seperangkat norma yang perlu
diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah. Norma ini berkaitan dengan
pengutipan dan perujukan, perizinan terhadap bahan yang digunakan, dan
penyebutan sumber data atau informan.
Dalam penulisan karya ilmiah, penulis harus secara jujur
menyebutkan rujukan terhadap bahan atau pikiran yang diambil dari sumber lain.
Pemakaian bahan atau pikiran dari suatu sumber atau orang lain yang tidak
disertai dengan rujukan dapat diidentikkan dengan pencurian.
Penulis karya ilmiah harus menghindarkan diri dari tindak
kecurangan yang lazim disebut plagiat. Plagiat merupakan tindak kecurangan yang
berupa pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain yang diakui sebagai hasil
tulisan atau hasil pemikirannya sendiri. Oleh karena itu, penulis skripsi,
tesis, dan disertasi wajib membuat dan mencantumkan pernyataan dalam skripsi,
tesis atau disertasinya bahwa karyanya itu bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain.
Dalam menulis karya ilmiah, rujuk-merujuk dan
kutip-mengutip merupakan kegiatan yang tidak dapat dihindari. Kegiatan ini amat
dianjurkan, karena perujukan dan pengutipan akan membantu perkembangan ilmu.
Dalam menggunakan bahan dari suatu sumber (misalnya
instrumen, bagan, gambar, dan tabel), penulis wajib meminta ijin kepada pemilik
bahan tersebut. Permintaan ijin dilakukan secara tertulis. Jika pemilik bahan
tidak dapat dijangkau, penulis harus menyebutkan sumbernya dengan menjelaskan
apakah bahan tersebut diambil secara utuh, diambil sebagian, dimodifikasi, atau
dikembangkan. Biasanya, sehubungan dengan hal ini, Rektor masing-masing
universitas telah menerbitkan Surat Keputusan tentang Pedoman Pembinaan dan
Pelaksanaan Hak Cipta yang bisa menjadi pembelajaran bagi para peneliti.
Nama sumber data atau informan, terutama dalam penelitian
kualitatif, tidak boleh dicantumkan apabila pencantuman nama tersebut dapat
merugikan sumber data atau informan. Sebagai gantinya, nama sumber data atau
informan dinyatakan dalam bentuk kode atau nama samaran.
Sumber Pustaka
*
Suriasumantri S. Jujun, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,
Jakarta ,
Penerbit Sinar Harapan , 1985
* Suriasumantri
S. Jujun, Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan
Karangan
tentang Hakekat Ilmu, Jakarta,Yayasan Obor Indonesia,
1978
* Bertens, K.
Etika , Jakarta, Gramedia, 1994
* Kattsoff O.
Louis, Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Tiara Wacana
Yogya, 1986
* Schumacher,
E.F., Kecil Itu Indah, Jakarta , LP3ES, 1983
Tidak ada komentar:
Posting Komentar