Minggu, 07 April 2013

Kajian mengenai Kurikulum 2013


Siapkan Guru Sebelum Kurikulum 2013 diberlakukan.
Oleh : Dirgantara Wicaksono

Kurikulum baru sebagai kebutuhan atau Proyek semata ??? pertanyaan yang terlintas dibenak kala baru saja guru dihadapkan dengan penguasaan kurikulum KTSP yang dapat memaksimalkan hasil kreasi guru di sekolah berdasarkan standar isi dan kompetensi telah di kuasainya, pemerintah mengubahnya kembali kurikulum yang beredar  menjadi momok baru seiring angka tahun ini. dengan penetapan kurikulum nasional akan diubah. Setelah 7 tahun tahun KTSP diujicobakan, dan dirasakan kurang berhasil di berbagai tempat, maka mau diubah lagi dengan yang baru,(pandangan pemerintah) yang menekankan pada Kompetensi inti. Sayang bahwa kelemahan pelaksanaan KTSP tidak dicari sebabnya dan dibenahi lebih dulu, tetapi langsung dibuang! Tampaknya kita memang tidak pernah bekerja sampai tuntas, tetapi bongkar sana bongkar sini!
Lepas dari kurikulum nantinya mau berdasarkan standar isi dan kompetensi atau standar lain, satu hal yang kiranya harus diperhatikan dalam memutuskan berlakunya suatu kurikulum nasional ialah penyiapan guru.
Guru adalah pelaku utama, setelah siswa, dalam pelaksanaan suatu kurikulum; entah berdasarkan apa kurikulum tersebut. Dari kenyataan di lapangan, bila guru tidak siap maka kurikulum sebaik apa pun yang direncanakan dan dipikirkan para ahli dan birokrat di Jakarta tidak akan jalan. Akhirnya guru, kecuali bingung, akan tetap saja melakukan tugasnya seperti dulu. Dengan demikian, penetapan kurikulum baru hanya akan membuang banyak dana tanpa hasil yang sepadan karena guru tidak dapat melaksanakannya.
Pengalaman dengan KTSP kiranya dapat menjadi bahan refleksi nasional bagi para penentu kebijakan. Meski sudah sekitar tujuh tahun KTSP dicoba diaplikasikan, namun sampai hari ini masih ada sejumlah besar guru di daerah yang bahkan belum pernah mendengar istilah KTSP. Sebagian besar lagi bingung karena tidak tahu persis isi dan bagaimana melaksanakan KTSP; sebagian lagi bingung karena mau melaksanakan KTSP tetapi fasilitas tidak ada.
Maka, banyak guru yang akhirnya tetap melaksanakan Kurikulum KBK  dengan diberi label KTSP. Apalagi para guru dibingungkan dengan adanya banyak buku teks yang sebenarnya sama dengan buku berdasarkan Kurikulum KBK, tetapi diberi label KTSP.
Kelemahan dalam penerapan KTSP adalah kebanyakan guru belum disiapkan secara memadai, selain sarana prasarana yang dibutuhkan untuk KTSP belum tersedia. Sosialisasi terhadap banyak guru tidak lancar, tidak merata, dan tidak mendalam. Ini dapat dilihat dari banyaknya guru yang masih bingung akan inti KTSP dan bagaimana melaksanakannya. Situasi ini terlebih dialami di banyak pelosok Tanah Air yang jauh dari pengambil keputusan di Jakarta.
Tentu kita tak menutup mata bahwa di banyak sekolah, terlebih di kota besar, KTSP sangat memajukan dan menghasilkan buah. Kita melihat banyak siswa yang kreatif, berani mengekspresikan gagasannya, sungguh punya kompetensi bicara bahasa Inggris, dan lain-lain. Banyak karya siswa yang diungkapkan baik dalam bentuk alat peraga, karya ilmiah, dan tulisan di majalah. Sekolah-sekolah ini berhasil dengan KTSP, karena guru mereka disiapkan dengan baik dan fasilitas tersedia. Dan yang paling penting GURU DIBERI KELELUASAAN UNTUK MENDISAIN PEMBELAJARANYA SENDIRI.
Sebelum suatu kurikulum diberlakukan, pemerintah harus menyiapkan para guru agar nanti dapat melaksanakan kurikulum baru tersebut dengan jelas, benar, dan bertanggung jawab.
Sebelum kurikulum 2013 ditetapkan, guru di seluruh Indonesia harus dibantu memahami isi dan hakikat kurikulum yang baru ini. Maka, perlu sosialisasi yang sungguh merata dan mendalam. Oleh karena daerah Indonesia sangat luas dengan guru yang jumlahnya jutaan tersebar dari perkotaan sampai pedesaan, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk sosialisasi.
Pihak pemerintah tidak boleh mengandaikan bahwa mereka akan tahu sendiri, atau mereka akan belajar sendiri, setelah kurikulum ditetapkan. Dari pengalaman, mereka perlu disosialisasikan, diajak diskusi tentang isinya, dan bagaimana dilakukan.
Ada baiknya, untuk mempercepat sosialisasi, teks kurikulum yang baru diperbanyak untuk semua guru se-Indonesia. Lalu, orang-orang yang sudah ditatar dengan kurikulum baru itu diterjunkan ke seluruh daerah untuk membantu sosialisasi.
Media komunikasi, surat kabar, dan jaringan internet dapat digunakan sebagai media sosialisasi kurikulum yang baru, sehingga dapat terjangkau lebih cepat di seluruh Tanah Air. Namun kita perlu sadar bahwa tidak semua tempat dapat dijangkau dengan media tersebut, sehingga membutuhkan beberapa orang yang harus mendatangi tempat tersebut. Pemerintah dapat juga menggunakan jasa universitas, dinas, dan sekolah yang ada sehingga jangkauan sosialisasi dapat cepat dan luas.
Sikapi dengan bijak
Selain sosialisasi isi dan bagaimana kurikulum yang baru dilaksanakan, guru perlu dibantu agar lebih dapat menyikapi kurikulum apa pun secara bijak, sehingga tidak menjadi bingung. Guru perlu sadar bahwa meski kurikulum nanti tidak menggunakan KTSP, mereka yang telah terbantu dalam proses belajarmengajar dengan KTSP tetap dapat menggunakan KTSP demi semakin baiknya proses pembelajaran sekolah mereka. Guru perlu dibantu bersikap cerdas untuk mengambil hal yang sungguh baik dan berguna dari KTSP atau kurikulum lama, meski kurikulum baru ditetapkan.
Guru perlu sadar bahwa tidak ada kurikulum satu-satunya yang sungguh dapat memajukan proses belajar-mengajar di sekolah. Sebenarnya hampir semua kurikulumapa pun landasannya mengandung kesamaan, yaitu bahwa kurikulum itu dimaksudkan untuk membantu siswa belajar dan akhirnya menguasai apa yang dipelajari. Maka, juga kalau nanti ada kurikulum baru pun akan tetap banyak kesamaan dengan kurikulum yang sudah-sudah.
Kiranya tidak mungkin ada kurikulum yang sama sekali terasing dari yang pernah ada. Yang terjadi adalah pelengkapan atau pengurangan hal-hal yang dianggap kurang tepat dengan situasi dan kompetensi yang lebih mau ditekankan dalam keadaan tertentu. Maka, guru juga tidak usah sangat berharap pada kurikulum yang baru.
Sangat penting guru mengembangkan sikap terbuka dan kemandirian yang besar. Bagaimanapun, proses pendidikan di sekolah ada di tangan guru. Guru perlu punya keyakinan bahwa dirinya dapat menyumbangkan sesuatu bagi kemajuan siswa lewat kurikulum apa pun.
Yang justru penting adalah melihat situasi anak didik dalam konteks dan situasinya yang nyata. Dengan mengerti keadaan dan level anak didik secara tepat, guru dapat memilih cara mengajar dan juga bahan yang sebaiknya diberikan kepada anak didik. Kurikulum nasional hanyalah contoh acuan, namun kurikulum yang sebenarnya adalah yang dijalankan guru dan siswa di kelas.
Yang perlu juga dikembangkan pada diri guru adalah kecintaan untuk membantu siswa berkembang sebagai pribadi utuh. Bila kecintaan ini ada, maka meski kurikulumnya berubah, tidak soal. Guru dengan kecintaannya kepada siswa, pasti akan terus berusaha membantu siswa belajar; akan mencari cara yang lebih sesuai dengan situasi siswa untuk belajar. Bahkan, bila tidak ada sarana dan prasarana pun ia akan mencoba membantu siswa belajar dan mengembangkan diri.semoga tidak terulang lagi kurikulum ditetapkan, dan si pelaku utama, yaitu guru, tidak disiapkan.
Dirgantara Wicaksono, Dosen FIP, Universitas Muhamadiah Jakarta

1 komentar: